Salah satu dampak paling besar dari format baru Liga Champions adalah peningkatan pendapatan finansial klub. Dilansir Give Me Sport, tiap klub yang lolos ke fase liga UCL akan mendapatkan 15,7 juta pound sterling atau Rp327 miliar. Pemenang per pertandingan akan menerima 1,8 juta pound sterling atau Rp37,5 miliar. Sementara, hasil seri mendapatkan 590 ribu pound sterling atau Rp12 miliar.
Bagi klub yang finis di peringkat pertama sampai kedelapan menerima prize money sebesar 1,7 juta pound sterling atau Rp35,475 miliar. Sedangkan, klub yang menempati posisi ke-9 sampai ke-16 fase liga mendapatkan 1 juta pound sterling atau Rp20 miliar. Tiap klub yang berlaga di 16 besar menerima 9,3 juta pound sterling atau Rp194 miliar. Pemasukan ini baru dari segi prize money kompetisi UCL, belum termasuk dari hak siar, tiket pertandingan, pernak-pernik, dan sponsor.
Pemuncak klasemen fase liga UCL 2024/2025, Liverpool, secara keseluruhan mengalami peningkatan pendapatan sebesar 82,1 juta pound sterling Rp1,7 triliun. Sementara itu, dilansir Yahoo Sports, PSV Eindhoven menerima total 60 juta pound sterling atau Rp1,2 triliun setelah finis di peringkat ke-17 fase liga dan lolos ke 16 besar. Peningkatan pendapatan ini tentu berdampak positif kepada ekonomi klub. Terlebih lagi, harga-harga pemain dan gajinya makin mahal, sehingga bermain di UCL menjadi solusi bagi klub-klub untuk bersaing. Klub-klub yang mengalami krisis finansial seperti Barcelona juga mendapat suntikan dana lebih besar dengan tampil apik di UCL.
Ketiga keuntungan di atas sudah dirasakan klub-klub yang berpartisipasi di Liga Champions. Kompetisi menjadi lebih kompetitif dan pendapatan dari segi finansial meroket. Meski begitu, klub-klub partisipan perlu memperhatikan sistem rotasi dan memanfaatkan sistem akademi untuk memperdalam skuad. Sebab, kelelahan dan risiko cedera pemain meningkat dengan padatnya jadwal pertandingan akibat format baru UCL.