Terlepas dari upaya FIFA mengurangi rasisme lewat berbagai kampanye mereka, kasus-kasus diskriminasi rasial dan ujaran kebencian berbau ras masih sering kita dengar. Bahkan, tak sedikit yang melibatkan nama-nama tenar. Beberapa waktu lalu, Enzo Fernandez sempat menuai kontroversi karena menyiarkan secara langsung dirinya dan beberapa rekan setimnya menyanyikan penggalan lagu rasis soal pemain berlatarbelakang Afrika di Timnas Prancis setelah Argentina memenangkan Copa América 2024.
Enzo Fernandez terbebas dari sanksi berarti, bahkan dapat dukungan dari federasi dan rekan-rekannya di Timnas Argentina. Masalahnya, tak hanya pemain Chelsea itu yang pernah menyuarakan ujaran rasis. Timnas Jerman setelah merebut Piala Dunia 2014 juga sempat menyanyikan lagu hinaan kepada Argentina, lawan mereka di final, dengan sebutan gaucho, penduduk tradisional nomaden yang tinggal di Amerika Selatan, dan menyinggung tinggi badan mereka yang di bawah rata-rata pemain sepak bola Eropa.
Jangan lupakan juga beberapa tim nasional yang harus membayar denda dan disanksi karena slogan rasis suporternya pada beberapa laga internasional. Terbaru, Rodrigo Bentancur diskors tujuh pertandingan liga domestik oleh FA, federasi sepak bola Inggris, setelah melontarkan pernyataan berbau rasis tentang rekan setimnya di Tottenham Hotspurs, Son Heung Min, pada sebuah sesi wawancara.
Lantas, mengapa rasisme begitu lekat dengan sepak bola? Apa yang membuat pemain sering kali tergoda melontarkan ujaran dan gurauan bernada diskriminasi rasial?