Meski dikenal sebagai pemain kreatif, Morgan Gibbs-White juga menunjukkan dedikasi tinggi dalam aspek defensif. Dilanisr Opta Analyst, ia mencatatkan 2.092 tekanan selama 2024/2025 (tertinggi ke-16 di Premier League) serta rata-rata 1,3 perebutan second ball (bola lepas setelah duel udara atau sapuan)per 90 menit. Kombinasi intensitas dan kecerdasan dalam melakukan pressing membuatnya menjadi aset yang ideal bagi sistem gegenpressing yang diterapkan Thomas Frank.
Selama melatih di Brentford, Frank kerap mengandalkan Mikkel Damsgaard sebagai pemain nomor 10 yang serupa dengan peran Gibbs-White di Spurs. Damsgaard mencatat jumlah tekanan terbanyak di liga musim lalu dan menjadi pusat serangan timnya. Gibbs-White, dengan atribut kerja keras dan respons cepat terhadap perubahan tempo permainan, memiliki potensi besar untuk mengisi peran tersebut.
Namun, tantangan terbesar yang harus dihadapi bukanlah adaptasi taktik, melainkan kompetisi internal. Mohammed Kudus lebih nyaman bermain di tengah, James Maddison adalah pengatur utama sejak musim sebelumnya, dan Dejan Kulusevski yang fleksibel secara posisi, tetapi tetap menjadi andalan di sisi kanan. Integrasi peran Gibbs-White dalam hierarki taktik tim menjadi pekerjaan rumah Frank, apalagi mengingat preferensi dan status setiap pemain.
Meski demikian, keunggulan Gibbs-White dalam hal durabilitas patut diperhitungkan. Sejak 2022/2023, ia hanya melewatkan delapan laga Premier League, yang menawarkan konsistensi fisik yang belum tentu dimiliki rival internalnya. Dalam musim dengan jadwal padat dan ambisi untuk bersaing di berbagai kompetisi, aspek ini bisa menjadi pembeda signifikan dalam menentukan starting line-up.
Kedatangan Morgan Gibbs-White tidak hanya akan memberi Tottenham Hotspur opsi baru di lini serang, tetapi juga menambah dimensi kerja keras dan fleksibilitas taktis. Jika mampu dimaksimalkan dengan tepat, ia bisa menjadi pusat dari proyek Thomas Frank yang bertujuan mengembalikan Spurs ke level tertinggi sepak bola Inggris dan Eropa.