Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)
Cedera pergelangan kaki yang menderanya beberapa tahun terakhir bisa dibilang faktor utama mengapa Mana Iwabuchi memutuskan untuk pensiun pada usia 30 tahun. Namun, fenomena ini ternyata bukan hal yang eksklusif terjadi kepada Iwabuchi seorang. Dokter spesialis osteopati dari University of Pennsylvania, Erik Thorell, dan Robert H Shmerling dari Harvard Medical School sepakat, atlet perempuan berisiko lebih tinggi untuk mengalami cedera dibanding atlet laki-laki.
Tidak hanya masalah anterior cruciate ligament (ACL), ankle sprain seperti yang diderita Iwabuchi juga menghantui lebih banyak atlet perempuan ketimbang atlet laki-laki. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari massa otot yang lebih rendah, kadar lemak yang lebih tinggi, pelvis yang lebih lebar sehingga mempengaruhi pergerakan lutut dan pergelangan kaki, hingga kandungan dan asupan kalsium dan vitamin D yang relatif lebih rendah dibanding laki-laki.
Tak terbatas pada risiko cedera, ada sejumlah alasan lain yang mendasari fenomena pensiun dini di antara atlet perempuan. Petenis Serena Williams pernah menulis sebuah esai di majalah Vogue yang menjelaskan alasan terbesarnya untuk pensiun adalah keinginannya fokus kepada keluarga. Williams menambahkan, dirinya berusaha keras untuk tidak memilih antara keluarga dan tenis (bisa menjalankan keduanya), tetapi kenyataannya tidak semudah itu. Perempuan harus melalui fase hamil dan melahirkan yang jelas mempengaruhi performa dan konsistensi mereka. Hal itu tidak perlu dilalui atlet laki-laki.
Riset yang dilakukan Tekavc, dkk. di Slovenia berjudul 'Becoming a Mother-Athlete: Female Athletes’ Transition to Motherhood in Slovenia dalam jurnal Sport in Society juga menemukan dilema yang sama. Pada akhirnya, sebagian atlet perempuan memilih untuk tidak berkarier setelah melahirkan. Pada atlet perempuan yang mereka survei, ada tanda-tanda rasa bersalah ketika meninggalkan keluarga.
Alasan lainnya cukup miris. Caitlin Murray dari Fox Sports mewawancarai Jazmine Reeves. Ia adalah seorang atlet sepak bola perempuan asal Amerika Serikat yang memilih untuk pensiun dini karena tidak yakin industri olahraga bisa membiayai kebutuhan hidupnya. Bila dibanding dengan rekan sejawat mereka yang laki-laki, penghasilan atlet perempuan, dalam hal ini di Amerika Serikat, tergolong amat rendah.
Dari kasus Mana Iwabuchi saja, bukti betapa besarnya jarak antara perkembangan industri olahraga laki-laki dan perempuan terpampang jelas. Ini realitas miris sekaligus hambatan besar buat para atlet perempuan di mana saja. Namun, di sisi lain bisa jadi peluang untuk pebisnis dan stakeholders yang mau membuat inovasi.