Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret logo Tottenham Hotspur
potret logo Tottenham Hotspur (unsplash.com/@winstontjia)

Intinya sih...

  • Daniel Levy mundur sebagai chairman Tottenham setelah hampir 25 tahun memimpin klub

  • Kepergian Levy diduga hasil evaluasi dari pemegang saham mayoritas klub terkait performa buruk di English Premier League

  • Levy dikenal sebagai negosiator ulung tetapi kurang disukai lawan maupun fans Spurs

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tottenham Hotspur resmi mengumumkan era panjang Daniel Levy sebagai chairman berakhir pada 4 September 2025. Sebagai gambaran, Levy telah memimpin selama hampir seperempat abad, yang menjadikannya salah satu sosok paling berpengaruh sekaligus paling diperdebatkan dalam sejarah klub. Kepergiannya bukan hanya soal pergantian figur, melainkan juga simbol perubahan arah manajemen Spurs menuju babak baru.

Levy meninggalkan jejak yang kompleks, yang berisi pencapaian finansial dan infrastruktur yang luar biasa sekaligus catatan kegagalan di lapangan hijau. Para pendukung terbelah antara menghargai dedikasinya dan mengkritik kekurangannya dalam membawa trofi ke lemari klub. Kini, Tottenham memasuki era baru dengan warisan Levy yang akan selalu mewarnai perjalanan mereka.

1. Kepergian Daniel Levy dikabarkan datang dari pemegang saham mayoritas klub

Daniel Levy resmi mundur dari kursi ketua eksekutif Tottenham Hotspur setelah hampir 25 tahun memimpin klub. Meski dalam pernyataan resmi dikatakan ia mengundurkan diri, laporan luas menyebut keputusannya merupakan hasil evaluasi yang digagas keluarga Joe Lewis selaku pemegang saham mayoritas. Mereka menunjuk firma konsultan asal Amerika Serikat, Gibb River, untuk melakukan tinjauan menyeluruh terkait performa klub.

Evaluasi itu muncul setelah kontras antara keberhasilan Spurs menjuarai Europa League 2024/2025 dan performa buruk di English Premier League (EPL). Pada 2024/2025, Tottenham menutup liga dengan hasil terburuk dalam 50 tahun terakhir meski baru saja meraih trofi kejuaraan besar pertama sejak 2008. Kondisi ini memperkuat keyakinan, meskipun Levy piawai membangun fondasi bisnis dan fasilitas, kegagalan menjaga konsistensi di lapangan sudah tidak bisa ditoleransi lagi.

Akhirnya, keluarga Lewis memutuskan restrukturisasi manajemen besar-besaran yang berujung kepada pengangkatan Peter Charrington sebagai non-eksekutif chairman. Bersama CEO baru, Vinai Venkatesham, dan Kepala Pelatih Thomas Frank, mereka menegaskan visi “more wins, more often” sebagai prioritas utama. Kendati tidak lagi memiliki peran dalam pengambilan keputusan sehari-hari di Tottenham, Levy tetap memiliki sebagian saham klub.

2. Daniel Levy dikenal sebagai sosok yang kurang disukai lawan maupun fans Spurs

Selama 2 dekade lebih, Daniel Levy dikenal luas sebagai negosiator ulung, tetapi sangat keras kepala. Mantan Manajer Mancheser United, Sir Alex Ferguson, pernah menyindir jika negosiasi transfer dengan Levy lebih rumit ketimbang menjalani operasi medis besar, sementara Pep Guardiola menyebutnya master negosiasi dengan nada sinis ketika Tottenham menolak melepas Harry Kane pada 2021. Reputasinya ini membuat Levy disegani di ruang rapat sekaligus dibenci banyak lawan maupun fans.

Salah satu kritik utama terhadap Levy ialah kecenderungannya menekan struktur gaji dan berhemat dalam transfer. Tottenham kerap tertinggal dalam perekrutan pemain top dibandingkan rival, seperti Manchester City, Chelsea, dan Liverpool, meski memiliki potensi finansial yang memadai. Bagi para pendukung, sikap hati-hati itu dianggap sebagai penghalang utama Spurs untuk naik level dan bersaing serius dalam perebutan gelar juara.

Selain itu, gaya kepemimpinan Levy juga kerap diwarnai ketidakstabilan di kursi kepelatihan. Mauricio Pochettino, yang sukses membawa Spurs ke final Liga Champions Eropa 2019, tak luput dari pemecatan. Bahkan, Ange Postecoglou diberhentikan hanya 2 minggu setelah menghadirkan trofi juara Liga Europa, sehingga menegaskan citra manajemen yang tidak stabil. 

Keterlibatan Levy dalam proyek European Super League (ESL) pada 2021 membuat hubungannya dengan fans makin renggang. Para pendukung merasa keputusan tersebut lebih mementingkan keuntungan bisnis dibandingkan nilai olahraga. Kekecewaan itu mereka tunjukkan melalui protes terbuka dengan spanduk bertuliskan “Our game is about glory, Levy’s game is about greed”.

3. Walau penuh kontroversi, Daniel Levy berhasil mendongkrak kekuatan finansial klub

Di balik segala kritik, Daniel Levy meninggalkan pencapaian monumental di Tottenham Hotspur. Stadion baru senilai 1,2 miliar pound sterling atau setara Rp26,5 triliun yang dibuka pada 2019 disebut sebagai yang terbaik di Inggris dan menjadi ikon modernisasi klub. Pusat latihan Hotspur Way di Enfield yang dibuka pada 2012 juga diakui sebagai salah satu fasilitas pelatihan terbaik di Eropa. Infrastruktur ini menjadi basis yang akan menopang Spurs dalam jangka panjang.

Dari segi bisnis, Levy berhasil membangun Tottenham sebagai salah satu klub paling menguntungkan di Premier League. Dilansir The Athletic, diversifikasi usaha dengan menggelar National Football League (NFL), tinju, rugbi, monster trucks, hingga konser musik besar di stadion baru membuktikan keberhasilannya memperluas sumber pendapatan. Ketika ia mulai memimpin, valuasi Spurs hanya sekitar 60 juta pound sterling (Rp1,32 triliun), sementara pada 2025 nilainya telah mencapai miliaran pound sterling.

Strategi jangka panjangnya juga mengangkat posisi Tottenham ke dalam kelompok Big Six Premier League. Walaupun minim koleksi trofi juara, Spurs kini dianggap sejajar dalam hal pengaruh politik dan finansial bersama Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool. Bahkan, keterlibatan dalam proyek European Super League, meskipun gagal, menunjukkan sejauh mana Levy mampu mendorong klub ke lingkaran elite sepak bola Eropa.

4. Kesuksesan era Daniel Levy secara finansial tidak diimbangi dengan raihan prestasi Spurs

Sejarah akan mencatat Daniel Levy sebagai tokoh sentral dalam transformasi Tottenham Hotspur menjadi klub global. Ia berhasil mewujudkan stabilitas finansial, menghadirkan stadion megah, dan meningkatkan eksistensi Spurs di panggung internasional. Namun, catatan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda dengan hanya meraih dua trofi kejuaraan dalam hampir 25 tahun, yakni Piala Liga Inggris 2008 dan Liga Europa 2024/2025.

Pencapaian terbesar di lapangan datang pada 2019 ketika Spurs melangkah ke final Liga Champions Eropa 2019, tetapi kalah 0-2 dari Liverpool. Setelah itu, momentum positif hilang ketika Mauricio Pochettino dipecat 6 bulan kemudian karena tidak mendapatkan dukungan transfer yang ia harapkan. Bagi banyak penggemar, momen itu menjadi tanda kegagalan Levy memanfaatkan kesempatan emas untuk menjadikan Tottenham juara sesungguhnya.

Warisan Levy akhirnya terbagi dalam dua sisi, yaitu sukses luar biasa dalam membangun pondasi bisnis dan infrastruktur, tetapi mengecewakan secara prestasi olahraga. Sebagian fans menganggapnya sebagai arsitek modern Spurs, sementara yang lain melihatnya sebagai penghalang ambisi klub. Pada akhirnya, Levy meninggalkan jejak yang akan terus diperdebatkan selama bertahun-tahun ke depan.

Daniel Levy pergi meninggalkan Tottenham Hotspur dengan warisan yang paradoksal dengan stabilitas finansial dan infrastruktur berkelas dunia, tetapi gagal dalam mewujudkan kejayaan sepak bola. Kini, Spurs memasuki era baru dengan tantangan membuktikan fondasi yang ditinggalkan bisa berbuah kepada kesuksesan nyata di lapangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team