Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pertandingan UCL.jpg
ilustrasi pertandingan UCL (pixabay.com/Pexels)

Intinya sih...

  • Tidak boleh dua klub di bawah satu pemilik di kompetisi yang sama

  • Konflik kepentingan dalam perekrutan pemain dan transfer internal

  • Tekanan regulasi finansial oleh UEFA karena kepemilikan ganda

Kompetisi Eropa seperti Liga Champions, Liga Europa, dan Liga Konferensi menjadi panggung utama bagi klub-klub terbaik di benua ini untuk bersaing dan menunjukkan kualitas mereka. Namun, selain aspek performa di lapangan, regulasi ketat dari badan pengatur seperti UEFA juga berperan krusial dalam menjaga integritas kompetisi tersebut. Salah satu aturan yang sering menjadi perdebatan adalah larangan kepemilikan ganda atas klub-klub yang berlaga di kompetisi Eropa.

Kepemilikan ganda, yaitu situasi di mana satu entitas atau individu memiliki saham atau kontrol atas dua klub yang berpartisipasi dalam kompetisi yang sama, dianggap dapat menimbulkan konflik kepentingan serius. Hal ini dapat merusak sportivitas dan keadilan pertandingan karena potensi manipulasi hasil atau kolusi antar klub. Oleh sebab itu, UEFA menetapkan aturan yang melarang kondisi ini untuk menjaga kepercayaan dan kredibilitas kompetisi yang diselenggarakan.

1. Tidak boleh dua klub di bawah satu pemilik di kompetisi yang sama

Dilansir laman resminya, prinsip utama di balik larangan kepemilikan ganda dalam kompetisi UEFA adalah menjaga integritas olahraga, memastikan setiap pertandingan berlangsung secara adil dan bebas dari konflik kepentingan. Dalam regulasi UEFA Pasal 5, ditegaskan bahwa satu individu atau grup tidak boleh memiliki kendali yang menentukan atas lebih dari satu klub yang berpartisipasi di kompetisi klub UEFA pada musim yang sama. Aturan ini dirancang untuk mencegah terjadinya situasi di mana hasil pertandingan bisa dipengaruhi oleh kepemilikan bersama antara dua klub.

Beberapa kasus nyata menunjukkan bahwa regulasi ini diberlakukan dengan ketat. Pada musim 2025/26, UEFA melalui Club Financial Control Body (CFCB) menyatakan bahwa Győri ETO FC dan DAC 1904 Streda melanggar aturan kepemilikan ganda. Akibatnya DAC dilarang tampil di UEFA Conference League. Hal serupa terjadi pada Drogheda United yang dikeluarkan karena gagal memperbaiki struktur kepemilikan tepat waktu. Kasus Crystal Palace dan Lyon juga menjadi sorotan karena keduanya dimiliki oleh John Textor. Dilansir The Guardian, upaya memindahkan kendali Lyon ke pihak lain melalui mekanisme blind trust dinyatakan tidak sah karena melewati tenggat waktu.

2. Konflik kepentingan dalam perekrutan pemain dan transfer internal

Pertumbuhan kepemilikan ganda menimbulkan potensi konflik kepentingan dalam proses transfer dan manajemen pemain di antara klub yang dimiliki oleh pemilik yang sama. Temuan penelitian berjudul Multi-club ownerships (MCOs): a critical analysis of transfer dynamics and sports integrity pada Maret 2025 menunjukkan bahwa klub yang tergabung dalam jaringan kepemilikan ganda cenderung lebih sering melakukan transaksi pinjaman dan transfer internal dibandingkan klub independen. Dari 11.852 transaksi permanen yang dianalisis antara 2017 hingga 2022, model transfer antar klub dalam satu grup kepemilikan terlihat lebih dominan.

UEFA menilai praktik ini berisiko merusak keseimbangan kompetisi. Pada 2023, kasus transfer antar klub seperti Brighton dan Union Saint Gilloise, serta Toulouse dan AC Milan menjadi sorotan. Meski berada di bawah pemilik yang sama, UEFA melarang pertukaran pemain di antara klub yang berpotensi bertemu di kompetisi Eropa untuk mencegah keuntungan tak wajar dan manipulasi hasil pertandingan.

Mulai 2024/2025, UEFA mengadopsi format baru yang disebut Swiss model. Dilansir Sport Business, dalam sistem ini, seluruh peserta berada di fase liga tunggal, yang membuat kemungkinan klub dengan pemilik sama saling bertemu menjadi lebih besar. Untuk mengantisipasinya, UEFA membatasi transfer dan menerapkan aturan ketat agar pengambilan keputusan strategis benar-benar dilakukan secara independen. Tujuannya adalah menjaga integritas kompetisi agar tetap bersih dari pengaruh ganda pemilik.

3. Tekanan regulasi finansial oleh UEFA karena kepemilikan ganda

Jaringan kepemilikan ganda atau Multi Club Ownership kerap menimbulkan kekhawatiran dalam aspek keuangan, terutama jika digunakan untuk mengakali aturan pembatasan pengeluaran klub. UEFA melalui regulasi Financial Fair Play dan aturan keberlanjutan finansial memperketat pengawasan terhadap transaksi antar klub yang dimiliki oleh pemilik yang sama. The Esk, dalam sebuah artikelnya, menguraikan bahwa segala bentuk transaksi seperti pinjaman dana, pembelian pemain, atau suntikan modal antar klub dalam satu jaringan harus dilakukan sesuai dengan nilai pasar yang wajar dan transparan agar tidak digunakan sebagai celah untuk memperkuat satu klub secara tidak adil.

Dalam praktiknya, pengawasan ini semakin diperketat. Kasus Chelsea dan Aston Villa menjadi contoh terbaru, di mana keduanya berada dalam struktur kepemilikan yang memiliki hubungan tidak langsung. Transaksi seperti pembelian Omari Kellyman oleh Chelsea seharga 19 juta pound sterling (Rp416 miliar) dan transfer Ian Maatsen ke Aston Villa senilai 37,5 juta pound sterling (Rp821 miliar) dianggap tidak mencerminkan nilai pasar yang wajar. UEFA telah memberi peringatan resmi karena menilai pertukaran ini bisa menjadi bentuk manipulasi neraca keuangan klub dalam menghadapi tenggat Financial Fair Play.

Tujuan dari pengawasan ketat ini adalah untuk memastikan bahwa setiap klub berkompetisi dengan kondisi keuangan yang setara dan tidak mendapatkan keuntungan artifisial melalui rekayasa keuangan antar klub yang terafiliasi. Jika terbukti melanggar, UEFA tidak hanya dapat menolak partisipasi klub dalam kompetisi, tetapi juga menjatuhkan sanksi, seperti denda, larangan transfer, atau pengurangan poin. Langkah ini mempertegas komitmen UEFA menjaga integritas kompetisi di tengah meningkatnya praktik kepemilikan ganda.

4. Ketidakterlibatan pengaruh langsung untuk menjaga kemandirian klub

Salah satu prinsip utama dalam aturan kepemilikan ganda yang diterapkan UEFA adalah pelarangan terhadap pemilik memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap dua klub yang bermain di kompetisi yang sama. Dalam Pasal 5 regulasi Liga Champions UEFA musim 2025 sampai 2026, disebutkan bahwa seorang individu atau entitas dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan, administrasi, atau kebijakan olahraga dari lebih dari satu klub peserta. Hal ini termasuk memiliki hak suara dominan, wewenang menunjuk manajemen klub, atau perjanjian yang mendorong kontrol atas keputusan krusial di klub lain.

Untuk memenuhi ketentuan ini, beberapa pemilik klub dengan portofolio kepemilikan global harus memisahkan kendali mereka. City Football Group, yang memiliki Manchester City dan Girona, menempatkan kendali atas Girona ke dalam mekanisme blind trust yang disetujui UEFA agar kedua klub dapat tampil di Liga Champions musim 2024 sampai 2025. Tujuan dari langkah ini adalah memastikan tidak ada campur tangan dari satu pihak yang dapat mempengaruhi performa dan arah strategi dua klub yang sama-sama berkompetisi.

Di sisi lain, kasus yang melibatkan John Textor menjadi bukti bahwa aturan ini diterapkan secara tegas. Textor gagal memindahkan kepemilikannya atas Lyon ke pihak independen sebelum tenggat waktu yang ditentukan, padahal ia juga memegang saham di Crystal Palace. Situasi ini menyebabkan Palace dikeluarkan dari Europa League karena UEFA menilai ada potensi tumpang tindih kendali yang belum terselesaikan hingga batas waktu yang berlaku

5. Kepemilikan ganda menjadi tantangan serius bagi integritas kompetisi

Jika ditelusuri dari keempat poin sebelumnya, alasan UEFA menolak klub dengan kepemilikan ganda berkaitan erat dengan komitmen menjaga nilai-nilai inti dalam sepak bola, seperti integritas, keadilan, dan transparansi. Regulasi yang mengatur soal kepemilikan bersama dirancang untuk menghindari konflik kepentingan dalam pertandingan, praktik transfer, hingga stabilitas keuangan antar klub. Namun, dalam implementasinya, tantangan yang muncul tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga memengaruhi kepercayaan publik terhadap jalannya kompetisi secara menyeluruh.

Kasus seperti Manchester City dan Girona, Crystal Palace dan Lyon, serta Chelsea dan Aston Villa menunjukkan bahwa kepemilikan ganda berpotensi menciptakan tumpang tindih kendali meskipun struktur hukumnya sudah dipisahkan. UEFA memandang kepemilikan formal sebagai aspek yang perlu diawasi sekaligus mempertimbangkan sejauh mana pengaruh pengambil keputusan dapat menjangkau dua klub yang berpartisipasi dalam satu kompetisi. Karena itulah, berbagai langkah pengawasan dan pembatasan diterapkan guna memastikan bahwa seluruh peserta berada pada posisi yang setara dan independen.

Tekanan dari pendukung klub dan perhatian media menunjukkan bahwa publik sangat peka terhadap isu ini. Suara suporter yang menuntut kejelasan dan keadilan menjadi bagian krusial dalam pengawasan sosial terhadap kebijakan sepak bola modern. Oleh karena itu, kepemilikan ganda menjadi perhatian utama UEFA karena secara langsung menyentuh kredibilitas dan semangat sportivitas yang ingin dijaga dalam setiap pertandingan Eropa.

Kepemilikan ganda telah menjadi bagian dari dinamika baru dalam sepak bola Eropa yang membawa konsekuensi terhadap struktur kompetisi. UEFA menjalankan regulasi untuk memastikan setiap klub tetap berjalan secara independen tanpa keterkaitan operasional. Langkah ini mencerminkan upaya untuk menjaga integritas dan kejelasan dalam setiap partisipasi klub di ajang kontinental.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team