Kerendahan hati Bill Shankly kemudian diteladani Juergen Klopp. Tiba di Anfiled pada 2015, ia langsung menyatakan dirinya sebagai The Normal One, ungkapan sederhana yang mencerminkan kerendahan hatinya. Klopp membangun hubungan erat dengan fans, staf klub, dan komunitas lokal. Ia menolak adanya hierarki antara manajer, pemain, dan pendukung, sesuatu yang mengingatkan pada prinsip sosialisme Shankly.
Klopp juga menanamkan etos kerja keras dan kebersamaan dalam skuad Liverpool. Ia tak mengizinkan pemain menyentuh papan "This is Anfield" di lorong stadion tanpa pernah memenangkan trofi untuk menghormati perjuangan dan sejarah klub. Dalam masa kepemimpinannya, dirinya membawa The Reds meraih berbagai trofi kejuaraan. Namun yang lebih penting, ia mengembalikan semangat solidaritas dan egaliter ke dalam klub.
Selama pandemi COVID-19, Klopp dan para pemain aktif menggalang dana untuk staf medis dan masyarakat terdampak. Ia pun kerap mengutip inspirasi dari para pekerja di Melwood dan Kirkby dalam membangkitkan semangat pemain. Seperti Shankly, Klopp memahami kekuatan Liverpool berasal dari manusia-manusia biasa yang bekerja bersama untuk tujuan bersama.
Liverpool berhasil memaknai sepak bola sebagai alat pemersatu, sesuai dengan semangat dan identitas komunitas Merseyside yang terbentuk sejak lama. Hari Buruh menjadi momen menyadarkan kita bahwa akar sepak bola sejatinya milik rakyat, bukan dominasi kepentingan kelompok dan kapitalisme.