Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Stadion Kanjuruhan masih dipenuhi peziarah yang datang untuk berdoa di hari kelima pasca kejadian. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan beberapa catatan mereka dalam rangka setahun tragedi Kanjuruhan. Ada tiga catatan penting yang mereka soroti.

Pada 1 Oktober 2022 , sebuah peristiwa besar terjadi di sepak bola Indonesua. Tebuah insiden bernama Tragedi Kanjuruhan merenggut 135 nyawam. Insiden kelam ini terjadi dalam laga Arema FC versus Persebaya Surabaya.

Selama setahun ini, Komnas HAM mengamati bagaimana proses pemulihan korban Tragedi Kanjuruhan dilakukan. Dari hasil pengamatan mereka, ada beberapa aspek yang ternyata belum terpenuhi secara maksimal.

1. Masih ada ketidakadilan bagi korban

Stadion Kanjuruhan masih dipenuhi peziarah yang datang untuk berdoa di hari kelima pasca kejadian. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Dalam keterangan resminya per Senin (2/10/2023), Komnas HAM menyebut ada tiga catatan penting dalam upaya pemulihan korban tragedi Kanjuruhan yang belum terpenuhi. Apa sajakah itu?

Pertama, putusan pengadilan tidak mengatur atau menegaskan tanggung jawab pelaku dalam restitusi atau rehabilitasi korban. Kedua, layanan dan bantuan untuk pemulihan korban belum merata serta tidak tepat sasaran, termasuk layanan pemulihan fisik, psikologis, sosial, hingga ekonomi.

Terakhir, mekanisme penerimaan dan penyaluran bantuan terhadap korban masih sporadis, tidak terkonsolidasi, dan tergantung pada kelompok, organisasi, atau lembaga tertentu. Komnas HAM menilai tiga hal ini masih jadi pekerjaan rumah.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan tak terpenuhinya aspek-aspek ini

Komnas HAM sedang menunjukan kondisi pintu sliding door Stadion Kanjuruhan yang memiliki lebar total 2,7 meter, tapi hanya dibuka 150 centimeter saat 1 Oktober 2022. (IDN Times/Santi Dewi)

Komnas HAM menjabarkan tidak terpenuhinya ketiga aspek di atas didasari oleh beberapa alasan. Salah satunya adalah ketiadaan data korban yang terkonsolidasi dan terintegrasi. Ditambah, data jumlah korban yang juga tak jelas.

"Selain itu, belum ada leading sector yang mengoordinir pemulihan korban, sehingga tidak ada mekanisme jelas dalam penerimaan dan penyaluran layanan kepada para korban, komunikasi, serta koordinasi antar lembaga-organisasi, pengawasan penggunaan anggaran, hingga pertanggungjawaban," tulis Komnas HAM.

3. Komnas HAM telah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait

Stadion Kanjuruhan masih dipenuhi peziarah yang datang untuk berdoa di hari kelima pasca kejadian. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Untuk mengatasi hal tersebut, Komnas HAM mengaku telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang penanganan korban tragedi Kanjuruhan dengan beberapa pihak, seperti Pemprov Jawa Timur, Pemkot hingga Pemkab Malang.

Selain itu, pihak-pihak seperti Kementerian Sosial, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta perwakilan tim Gabungan Aremania. Hasil dari FGD ini untuk menyempurnakan dan menyesuaikan database korban.

"Selain itu, forum ini juga sepakat perlu adanya memorialisasi Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan guna menjadi pengenangan sejarah, penghargaan terhadap korban, dan menjadi pelajaran agar peristiwa tersebut tidak terulang," tulis Komnas HAM.

Editorial Team