Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mario Balotelli (premierleague.com)

Kemunculan pemain muda yang usianya belum mencapai 21 tahun, dengan performa yang mengesankan dan keterampilan di atas rata-rata untuk usia mereka, kerap mendapatkan label wonderkid dari media dan fans. Mereka sering kali digadang-gadang akan menjadi pemain bintang di kemudian hari.

Namun, tak semua wonderkid bisa jadi pemain sepak bola berhasil. Bahkan, tak jarang masa depan karier mereka hancur akibat ulah sendiri. Kerasnya tekanan menjadi seorang pemain sepak bola profesional menuntut mental baja. Tak sedikit dari wonderkid yang gagal memiliki mental baja itu. Selain risiko cedera, para pemain muda yang telah menunjukkan potensi gemilang di level junior kerap terjebak berbagai masalah, baik di dalam maupun luar lapangan akibat perbuatan mereka sendiri. Contoh paling nyata bisa kamu lihat dari perjalanan karier ketujuh pemain yang sempat dilabeli wonderkid di masa mudanya berikut. Silakan kamu nilai sendiri bagaimana berlangsungnya perjalanan karier mereka.  

1. Adriano tidak mampu bangkit dari keterpurukan pasca kematian ayahnya

Adriano (uefa.com)

Adriano menampilkan performa luar biasa ketika debut untuk Flamengo saat usianya masih 17 tahun pada Februari 2020. Ia berhasil mencetak 10 gol dalam 24 penampilan di seluruh kompetisi untuk Flamengo. Performa apiknya itu mengundang perhatian klub-klub besar Eropa. Inter Milan jadi klub yang berhasil mendatangkannya pada 2001.

Meski sempat mengalami kesulitan pada periode pertamanya di Inter Milan, Adriano akhirnya tampil impresif setelah merapat ke Parma. Ia moncer dengan catatan 26 gol dari 45 penampilan di semua kompetisi musim 2002/2003. Balik lagi ke Inter Milan, pemain asal Brasil itu pun kembali mencuri perhatian lewat torehan 28 gol dalam 42 pertandingan di semua kompetisi musim 2004/2005. Adriano juga sukses membawa Brasil menjadi juara FIFA Confederations Cup 2005 serta meraih penghargaan sepatu emas sebagai pencetak gol terbanyak dalam turnamen tersebut.

Namun, segalanya berubah ketika sang meninggal dunia tidak lama setelah kemenangan di laga final FIFA Confederation Cup 2005. Adriano mengalami depresi mendalam. Ia langsung tidak disiplin menjaga gaya hidupnya, sering mengunjungi klub malam, serta rutin mengonsumsi minuman beralkohol. Dampak dari perubahan ini terlihat dari performanya di atas lapangan yang mengalami penurunan yang signifikan. Akibatnya, ia kerap berganti-ganti klub. Adriano secara terbuka mengungkapkan kariernya hancur karena masalah kesehatan yang ia alami pasca kematian sang ayah.

2. Ravel Morisson gagal mengoptimalkan potensinya karena menghadapi masalah di dalam dan luar lapangan

Editorial Team

Tonton lebih seru di