Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi memegang HP
ilustrasi memegang HP (unsplash.com/Gilles Lambert)

Intinya sih...

  • IMEI bukan BPKB HP

  • Aturan layanan pemblokiran dan pendaftaran ulang IMEI dirancang sebagai bentuk perlindungan konsumen

  • Wacana ini masih dalam tahap penjaringan masukan dari masyarakat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah terpikir, gak, kalau setiap kali beli HP bekas kamu harus menjalani proses balik nama layaknya kendaraan bermotor? Bayangkan, ada tahapan administrasi, verifikasi identitas, hingga kemungkinan biaya tambahan supaya perangkat benar-benar diakui atas nama pemilik baru. Di era yang serba cepat seperti sekarang, hal itu tentu terdengar merepotkan kalau benar-benar diterapkan. Gambaran inilah yang sempat mencuat ketika Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) memunculkan wacana tentang pendaftaran ulang nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) dan layanan pemblokiran HP bekas pada akhir September 2025 lalu.

Meski demikian, anggapan tersebut ternyata tidak sepenuhnya akurat. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Wayan Toni, menegaskan bahwa rencana tersebut bukanlah bentuk balik nama HP seperti yang berlaku pada kendaraan bermotor. Ia menjelaskan bahwa kebijakan yang tengah dikaji itu bersifat sukarela dan justru bertujuan memberikan perlindungan tambahan bagi masyarakat jika perangkatnya hilang atau dicuri.

“Kami perlu meluruskan, tidak benar jika seolah-olah Kemkomdigi akan mewajibkan setiap HP memiliki tanda kepemilikan seperti BPKB motor. Ini sifatnya sukarela, bagi yang ingin mendapatkan perlindungan lebih jika HP-nya hilang atau dicuri,” ujar Wayan dalam keterangan resmi yang diterbitkan di situs Komdigi pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Supaya tidak salah tafsir, berikut penjelasan lengkap untuk meluruskan persepsi publik terkait wacana ini.

1. IMEI bukan BPKB HP

ilustrasi boks smartphone (freepik.com/Mateus Andre)

Isu mengenai balik nama HP muncul akibat kesalahpahaman publik setelah pembahasan tentang mekanisme pendaftaran ulang IMEI dalam sebuah forum akademik. Banyak masyarakat yang mengira pemerintah akan mewajibkan setiap HP memiliki dokumen kepemilikan layaknya BPKB kendaraan bermotor. Dirjen Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Wayan Toni, menepis anggapan tersebut dan menegaskan bahwa rencana kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk menambah proses administratif baru bagi pengguna.

Lebih lanjut, Wayan menjelaskan bahwa IMEI berperan sebagai identitas resmi perangkat yang tercatat di sistem pemerintah. Melalui sistem tersebut, HP hasil pencurian dapat diblokir sehingga tidak lagi memiliki nilai jual bagi pelaku. Sebaliknya, pengguna yang membeli perangkat resmi akan memperoleh rasa aman karena data perangkatnya terdaftar secara sah. “Wacana ini merupakan tindak lanjut dari aspirasi masyarakat yang identitasnya kerap disalahgunakan saat HP hilang atau dicuri,” ujar Wayan, dikutip situs Komdigi, Selasa (7/10/2025).

2. Aturan layanan pemblokiran dan pendaftaran ulang IMEI dirancang sebagai bentuk perlindungan konsumen

menu Pengaturan untuk cek status dan nomor IMEI (tecno-mobile.com)

Kemkomdigi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan menjadi aturan baru yang bersifat birokratis atau menyulitkan masyarakat. Sebaliknya, layanan tersebut disusun sebagai upaya melindungi konsumen dari maraknya kasus pencurian HP dan peredaran perangkat ilegal. Melalui sistem pendaftaran IMEI, perangkat yang hilang atau dicuri dapat segera diblokir agar tidak lagi dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Jika HP tersebut berhasil ditemukan, proses pengaktifan kembali pun dapat dilakukan dengan mudah.

Selain meningkatkan keamanan, sistem ini juga diharapkan dapat menekan peredaran HP black market (BM) yang sering merugikan pengguna. Setiap calon pembeli dianjurkan lebih teliti memeriksa kesesuaian nomor seri dan IMEI antara yang tercantum di kemasan dengan yang ada pada perangkat. Pencatatan IMEI memastikan HP yang beredar memiliki garansi dan kualitas resmi, sekaligus melindungi pengguna dari potensi penipuan. Seperti disampaikan Wayan, “Dengan IMEI, masyarakat bisa lebih tenang. Jika HP hilang atau dicuri, perangkat dapat dilaporkan dan diblokir. Bila ditemukan kembali, dapat diaktifkan lagi. Jadi ini bukan beban tambahan, melainkan perlindungan ekstra bagi masyarakat.”

3. Wacana ini masih dalam tahap penjaringan masukan dari masyarakat

ilustrasi pegawai toko smartphone (freepik.com/ASphotofamily)

Walaupun topik ini tengah menjadi pembicaraan hangat, Kemkomdigi menegaskan bahwa rencana tersebut masih berada pada tahap konsultasi dan penjaringan aspirasi. Hingga kini, belum ada pembahasan di tingkat pimpinan karena pihaknya masih mengumpulkan pandangan dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, praktisi, hingga masyarakat umum. “Direktur kami menyampaikan hal ini dalam forum diskusi akademik di ITB, tujuannya memang untuk menyerap masukan sebelum diambil keputusan lebih lanjut,” ujar Wayan.

Sebelumnya, gagasan ini pertama kali disampaikan oleh Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Komdigi, Adis Alfiawan, dalam kegiatan Diskusi Publik Akademik: Perlindungan Konsumen Digital melalui Pemblokiran IMEI HP yang digelar di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB pada 29 September 2025. Dalam forum tersebut, Adis menjelaskan bahwa sistem ini diharapkan dapat memperjelas status kepemilikan HP bekas, sehingga risiko penyalahgunaan identitas dalam transaksi jual beli bisa diminimalkan.

Kendati demikian, perbedaan penekanan antara pernyataan Adis yang sempat menyamakan sistem IMEI dengan “balik nama motor” dan klarifikasi dari Wayan yang menegaskan sifatnya opsional memang menimbulkan kebingungan publik. Situasi ini juga membuka ruang diskusi soal konsistensi komunikasi antarpejabat Kemkomdigi agar kebijakan tidak ditafsirkan berbeda. Selain itu, potensi persoalan di lapangan juga perlu diantisipasi, terutama bagi pelaku usaha konter HP atau penjual perangkat bekas. Tanpa pengawasan ketat, bisa saja muncul praktik percaloan atau pungutan liar terkait pendaftaran ulang IMEI, yang justru mengganggu transparansi pasar HP bekas.

4. Apa jadinya jika wacana daftar ulang IMEI benar-benar sepeti balik nama kendaraan?

tampilan gerai iBox (instagram.com/iboxindonesia)

Lalu, bagaimana jika wacana daftar ulang IMEI ini benar-benar mekanismenya seperti balik nama kendaraan? Setiap kali HP berpindah tangan, pemilik baru harus mengajukan laporan identitas dan melalui proses administratif tertentu. Mekanisme semacam ini memang dapat memperkuat keamanan data. Tapi, di sisi lain ini bisa memperlambat transaksi jual-beli dan menambah kerepotan bagi pengguna.

Kebijakan seperti ini berpotensi menyulitkan masyarakat, terutama mereka yang sering bertransaksi HP bekas. Apalagi, kebijakan tersebut cenderung rumit dan belum semua masyarakat memahami prosedur pendaftaran ulang IMEI. Namun, hal itu bukan arah kebijakan Kemkomdigi. Pemerintah menegaskan bahwa layanan pemblokiran dan daftar ulang IMEI tidak bersifat wajib dan tidak membatasi pengguna. Fokusnya tetap pada perlindungan serta edukasi digital, bukan menambah birokrasi. Sistem yang fleksibel memungkinkan pengguna memilih apakah ingin mendaftarkan perangkatnya untuk perlindungan tambahan atau tidak.

Pada akhirnya, wacana blokir dan daftar ulang IMEI merupakan langkah pemerintah memperkuat keamanan ekosistem digital di Indonesia. Sistem ini diharapkan membuat masyarakat lebih tenang saat membeli, menjual, atau menggunakan perangkat. Jika HP hilang atau dicuri, nomor IMEI yang terdaftar dapat diblokir agar perangkat tidak lagi memiliki nilai bagi pelaku kejahatan.

Meski sempat terdengar seperti mekanisme “balik nama kendaraan”, Kemkomdigi sudah menegaskan bahwa bukan itu tujuannya. Program ini tidak menambah beban birokrasi, melainkan menjadi opsi perlindungan tambahan bagi pengguna yang peduli terhadap keamanan data dan perangkatnya. Masyarakat pun tidak perlu khawatir karena fokus utama wacana kebijakan ini adalah perlindungan konsumen. Mengutip Tempo, Selasa (7/10/2025), layanan pemblokiran dan pendaftaran ulang IMEI bersifat opsional dan bahkan bisa dilakukan secara mandiri dengan cara sederhana. Saat ini, Komdigi masih membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan sebelum aturan tersebut difinalkan. Kalau kamu sendiri, bagaimana? Setuju atau tidak jika sistem daftar ulang IMEI dibuat mirip seperti balik nama kendaraan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team