Pembeli T1 Phone Trump Mobile Keluhkan Masalah Tagihan dan Login

Trump Organization secara resmi meluncurkan smartphone barunya bertajuk T1 Phone pada Senin (16/6/2025). Perilisan ini bersamaan pula dengan layanan operator seluler yang disebut Trump Mobile. Nuansa emas mengilap semakin mempertegas kesan mewah ala Donald Trump sang pemilik sekaligus orang nomor 1 di Amerika Serikat.
T1 Phone dipasarkan sebagai HP berwarna emas “buatan Amerika Serikat” yang diklaim dirancang khusus bagi “rakyat pekerja keras.” Perangkat ini dijual seharga 499 dolar AS atau Rp8,1 juta. Jika berminat, pembeli bisa membayarkan terlebih dahulu uang deposit sebesar 100 dolar untuk pemesanan awal. Selain itu, Trump Mobile juga mengusung semangat nasionalisme digital yang mana menjanjikan dukungan pusat layanan pelanggan lokal serta keamanan data bebas intervensi asing. Namun, di balik janji-janji tersebut, kenyataan di lapangan tidak semulus yang dijanjikan.
Sejak hari pertama, pembeli T1 Phone Trump Mobile keluhkan masalah. Beberapa melaporkan gangguan pada situs resmi, kesalahan dalam penagihan, hingga absennya konfirmasi pengiriman. Situasi ini memperkuat dugaan bahwa peluncuran T1 Phone dan Trump Mobile belum ditopang oleh kesiapan teknis dan operasional yang memadai. Simak ulasan lengkapnya berikut ini!
1. Masalah pre-order yang bikin resah pembeli awal
Seorang jurnalis teknologi dari 404 Media, Joseph Cox, menjadi salah satu pembeli pertama yang membagikan pengalamannya sebagaimana diberitakan oleh NotebookCheck pada 17 Juni 2025. Ia melaporkan bahwa proses pre-order diwarnai sejumlah kejanggalan. Situs resmi TrumpMobile.com sempat tidak bisa dimuat. Ketika pembayaran berhasil, kartu kreditnya justru ditagih sebesar 64,70 dolar AS, bukan 100 dolar seperti yang dijanjikan sebagai uang muka.
Lebih parah lagi, ia tidak pernah diminta mengisi alamat pengiriman, meskipun tetap menerima email konfirmasi pembelian. Ketika mencoba kembali masuk ke portal akun untuk memperbarui informasi, situs justru tidak bisa diakses sama sekali. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sistem backend dan manajemen data pembeli belum siap menangani transaksi dalam skala besar.