"Bagaimana caranya para peretas melakukan phishing di tengah pandemi?"
Pertanyaan yang bagus! Seperti yang dijelaskan sebelumnya, para peretas melakukan impersonasi untuk menipu para korban. Namun, impersonasi seperti apa? Google memaparkan contoh-contoh berikut:
Pada gambar di atas, peretas menggunakan kedok sebagai seorang utusan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tujuannya? Meminta dana dengan dalih "membantu penelitian WHO terhadap COVID-19" sambil melancarkan serangan malware ke gawaimu.
Surel palsu ini juga memuat mekanisme untuk mendistribusikan file yang dapat diunduh yang dapat langsung meng-install "pintu belakang" ke gawaimu.
Dikarenakan COVID-19 sedang melanda, beberapa perusahaan terpaksa harus mengirim para karyawannya pulang untuk kerja di rumah. Ternyata, setting tersebut dapat dimanfaatkan oleh para peretas untuk melancarkan niat jahatnya!
Kali ini, bukan sebagai anggota WHO, peretas menyamar sebagai seseorang dari perusahaan yang mencoba menipu karyawan perusahaan yang membacanya.
Seperti yang kamu lihat pada surel palsu di atas, peretas mengancam jika karyawan tidak mengklik "Proceed", maka mereka tidak akan mendapatkan tunjangan untuk bulan Maret dan April. Jika mengkliknya? Habis kerjaan mereka.
Beberapa waktu yang lalu, pemerintah Amerika Serikat memang telah menggelontorkan stimulus besar-besaran untuk memerangi COVID-19 dan membantu masyarakat Amerika yang tengah menghadapi kesulitan finansial.
Siapa sangka, ternyata hal tersebut bisa menjadi celah bagi para peretas?
"Namanya juga usaha..."
Contoh satu ini berupaya memanfaatkan "paket stimulus dari pemerintah" dan menyamar sebagai anggota lembaga pemerintahan untuk menipu usaha kecil.
Contoh yang terakhir berikut ini menyasar organisasi dan perusahaan yang terkena imbas dari penguncian wilayah (lockdown).
Pada surel tersebut, terdapat sebuah file berformat PNG untuk diunduh. Jangan diunduh! File tersebut bukanlah gambar PNG, melainkan "jebakan" malware yang dipasang oleh peretas untuk menyusupi gawaimu.
Dari contoh-contoh di atas, bisa terlihat beberapa kesamaan:
- Struktur kalimat yang tidak mencerminkan profesionalitas (spasi yang berantakan, atau jarak antar paragraf yang tidak diperhatikan), dan
- Informasi pengirim yang tidak jelas serta mencurigakan.