Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
James Sunderland dalam Silent Hill kedua
James Sunderland dalam Silent Hill 2 (dok. Konami/Silent Hill 2)

Intinya sih...

  • Kabut tebal Silent Hill cocok dipadukan dengan lanskap Indonesia

  • Hantu urban menciptakan nuansa Silent Hill khas Indonesia

  • Suara alam dan musik tradisional bisa dimanfaatkan sebagai latar suara

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Silent Hill merupakan waralaba horor ikonis yang hadir sejak era PlayStation (PS1). Popularitasnya memuncak ketika Silent Hill 2 (2001) dirilis di PlayStation 2 (PS2) dan mendapat versi remake pada 2024 dengan judul yang sama. Lantas, franchise ini terus berkembang melalui berbagai proyek sekuel, seperti Silent Hill: Origins (2007) dan Silent Hill: Homecoming (2008).

Setelah sekian lama hanya mengelilingi Silent Hill, penggemar akhirnya merasakan pengalaman baru ketika atmosfer mencekam franchise ini dibawa ke negara lain. Hal ini terwujud melalui Silent Hill f (2025), seri terbaru yang berlatar di Jepang era 1960-an. Dirilis pada 25 September 2025, game kali ini mengeksplorasi horor folklore tanpa menghilangkan ciri khas Silent Hill.

Silent Hill f menjadi bukti keberanian Konami dalam menyuguhkan sesuatu yang berbeda dari seri sebelumnya. Bagi penggemar di Tanah Air, bahkan muncul pertanyaan menarik: Apa jadinya jika nuansa mengerikan Silent Hill terjadi di Indonesia?

1. Kabut tebal Silent Hill cocok dipadukan dengan lanskap Indonesia

kabut mengerikan di Silent Hill (dok. Konami/Silent Hill 2)

Sebagai negara yang kaya akan keindahan alam, Indonesia memiliki segudang panorama menakjubkan. Indonesia punya pegunungan, persawahan, dan perkampungan asri sehingga menciptakan suasana khas yang jarang ditemukan di negara lain. Pemandangan ini menjadi latar sempurna untuk menghadirkan Silent Hill versi Indonesia.

Silent Hill identik dengan kota yang diselimuti kabut tebal nan menyeramkan. Jika berlatar di Indonesia, game ini bisa menampilkan karakter yang terjebak di perkampungan terpencil yang sunyi dan minim penerangan. Karena kabut tebal yang membatasi jarak pandang, Silent Hill versi Indonesia dapat memadukan nuansa alam dengan atmosfer mengerikan khas franchise ini.

2. Hantu urban menciptakan nuansa Silent Hill khas Indonesia

kuntilanak di seri DreadOut (dok. Digital Happiness/DreadOut: Keepers of The Dark)

Silent Hill telah mempertemukan penggemar dengan Pyramid Head, Nurse, dan monster ikonik lainnya. Lalu, apa jadinya bila Silent Hill mengambil lokasi di Indonesia? Sosok yang paling cocok tentu berasal dari hantu-hantu urban legendaris, seperti kuntilanak, pocong, dan genderuwo.

Banyak developer Tanah Air yang membuktikan, hantu urban punya potensi besar untuk diadaptasi ke dalam game. Salah satu yang terpopuler ialah seri DreadOut (2014) yang berhasil memperkenalkan karakter horor khas Nusantara ke panggung internasional. Masih banyak game horor, sebut saja Jurig Escape (2009) dan Pamali: Indonesian Folklore Horror (2018), yang sama-sama menunjukkan betapa besarnya daya tarik mereka untuk dieksplorasi dalam video game.

3. Suara alam dan musik tradisional bisa dimanfaatkan sebagai latar suara

sawah di Silent Hill terbaru (dok. Konami/Silent Hill f)

Seri Silent Hill dikenal dengan musik latar yang kental akan nuansa horor psikologis mencekam. Semua itu berkat Akira Yamaoka, komposer asal Jepang, yang memadukan dentingan gitar listrik dengan elemen industrial untuk menciptakan suasana menegangkan. Beberapa karyanya adalah "Theme of Laura" dan "Promise" dari Silent Hill 2 yang begitu melekat di ingatan penggemar.

Bila Konami berniat mengembangkan Silent Hill dengan latar di Indonesia, mereka tak perlu repot membuat musik baru. Alam Nusantara sudah menyediakan inspirasi yang bisa dijadikan latar suara menyeramkan, mulai dari gamelan yang terdengar lirih dari kejauhan atau sekadar suara jangkrik yang muncul dan hilang secara tiba-tiba. Seluruh elemen ini akan menciptakan Silent Hill yang melokal sekaligus berakar pada budaya Tanah Air.

4. Bangunan terbengkalai menjadi latar Silent Hill versi Indonesia

rumah sakit tua di Silent Hill (dok. Konami/Silent Hill: Origins)

Indonesia memiliki banyak bangunan tua yang umumnya merupakan peninggalan era kolonial. Mereka kini menjadi lokasi bersejarah, seperti Kota Tua di Jakarta atau Lawang Sewu di Semarang. Namun, tak sedikit pula yang terbengkalai dan akhirnya dipenuhi cerita mitos karena dianggap angker.

Silent Hill versi Indonesia bisa memanfaatkan latar semacam ini untuk menghadirkan sensasi horor yang autentik. Misalnya, kamu diajak menjelajahi jalanan sepi Kota Tua yang entah bagaimana diselimuti kabut tebal yang misterius. Kamu pun harus waspada terhadap hantu lokal yang menggentayangi dan siap mengagetkanmu tiap saat.

5. Silent Hill versi Indonesia dapat mengangkat kisah lokal yang traumatis

James Sunderland (dok. Konami/Silent Hill 2)

Salah satu hal yang membedakan Silent Hill dengan Resident Evil adalah ceritanya yang berfokus pada tema penyesalan atau trauma yang dialami para karakter utama. Bagi mereka, Silent Hill merupakan tempat di mana rasa bersalah dan luka batin diwujudkan melalui kabut dan monster. James Sunderland dan Heather Mason pernah mengalami momen kelam tersebut sehingga memaksa mereka berdamai dengan masa lalu.

Cerita yang menyoroti dilema ini bisa dikembangkan dengan sentuhan lokal. Silent Hill versi Indonesia dapat mengisahkan seseorang yang menjadi korban kutukan yang diwariskan sejak nenek moyang. Selain menakutkan, cerita semacam ini juga terasa lebih relevan dan dekat dengan masyarakat Tanah Air.

Setelah Jepang, Indonesia bisa menjadi negara berikutnya yang dijadikan lokasi Silent Hill. Hal ini menegaskan, Indonesia kaya akan mitos dan budaya yang layak mendapat sorotan di kancah internasional.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team