Girls Who Code (girlswhocode.com)
Reshma menemukan bahwa perempuan dibesarkan untuk menjadi sempurna, sementara laki-laki dibesarkan untuk menjadi berani. Inilah akar dari defisit keberanian yang membuat perempuan kerap absen di ruang-ruang penting seperti STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), C-Suites, hingga Kongres. Bahkan ketika lowongan kerja terbuka, laki-laki cenderung melamar meski hanya memenuhi 60 persen kualifikasi, sementara perempuan baru melamar jika memenuhi 100 persen.
Reshma menyadari, banyak perempuan menghindari risiko karena sejak kecil mereka diajarkan untuk “main aman”, tampil sempurna, dan tidak membuat kesalahan. Bandingkan laki-laki yang sejak dini dibiasakan mengambil risiko, meski hasilnya gagal. Dalam riset psikolog Carol Dweck, anak perempuan ber-IQ tinggi justru lebih cepat menyerah saat menghadapi soal sulit. Sebaliknya, anak laki-laki menganggapnya sebagai tantangan. “Kita membesarkan anak perempuan untuk menjadi sempurna, dan anak laki-laki untuk menjadi berani,” kata Reshma ketika menjadi pembicara di TED Talk pada 28 Maret 2016.
Di usia 33, Reshma menyadari bahwa sepanjang hidupnya ia lebih sering bermain aman dan mengejar kesempurnaan. Namun saat mencalonkan diri, untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar berani. Ia pun mulai bertanya. Kenapa banyak perempuan hanya memilih jalur yang mereka tahu akan sukses? Kenapa kita takut gagal, takut salah, takut mencoba hal baru?
Jawabannya? Karena para perempuan disosialisasikan untuk menjadi sempurna, bukan berani. Perempuan dibesarkan untuk berhati-hati, tersenyum manis, dan tidak mengambil risiko. Dari keresahan itu, Reshma membentuk Girls Who Code. Misinya sederhana, namun, berdampak besar. Ia mengajarkan coding sebagai jalan menuju keberanian. Karena dalam coding, kesalahan adalah bagian dari proses. Kesalahan satu semicolon bisa membuat sistem menjadi crash dan itu adalah hal yang wajar. Justru dari proses trial-and-error itulah keberanian mulai tumbuh.
Baginya, coding bukan hanya sekadar skill digital, melainkan juga alat untuk membentuk mental tangguh dan siap gagal. Dalam dunia pemrograman, satu titik koma bisa mengacaukan segalanya. Tapi, dari kesalahan berulang itulah lahir kreativitas dan solusi. Banyak guru dalam program ini menceritakan pola serupa. Murid perempuan lebih memilih menghapus seluruh kode karena takut salah ketimbang menunjukkan proses belajar yang belum sempurna. Perfection or bust.
“Kita harus mulai mengajarkan anak perempuan untuk nyaman dengan ketidaksempurnaan, karena dari situlah keberanian tumbuh,” ujar Reshma Saujani dalam TED Talk-nya yang berjudul "Teach girls bravery, not perfection" pada 28 Maret 2016.
Girls Who Code lahir dari semangat itu. Bukan sekadar organisasi, tetapi sebuah gerakan. Reshma ingin mencetak generasi perempuan yang tidak takut salah, tidak takut terlihat "tidak tahu", dan tidak takut dianggap "tidak cocok" di dunia teknologi. Baginya, coding hanyalah pintu masuk. Yang dia ajarkan jauh lebih besar, yakni keberanian, ketekunan, dan tekad untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi arsitek masa depan.