Masih segar di ingatan soal insiden Pusat Data Nasional yang lumpuh akibat serangan ransomware jenis Lockbit 3.0 yang dilancarkan oleh kelompok peretas. Pusat data yang berlokasi di Surabaya ini diserang pada 20 Juni 2024 sehingga berimbas pada terganggunya sejumlah layanan publik yang sangat bergantung pada PDN. Salah satunya adalah layanan imigrasi. Pemerintah pun mendapat tuntutan tebusan sebesar 8 juta dolar Amerika Serikat (Rp131 miliar). Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memenuhi tuntutan tersebut untuk mengaktifkan kembali Pusat Data Nasional (PDN).
Belum tuntas masalah ini, Indonesia kembali digemparkan dengan pembobolan dan penjualan data instansi pemerintah seperti BAIS (Badan Intelijen Strategis) TNI dan INAFIS (Indonesia Automatic Finger Identification System) Polri. Data yang diretas tersebut telah dijual di forum di situs gelap atau dark web. Kejadian-kejadian ini menggarisbawahi betapa rentannya infrastruktur siber negara kita dan kurangnya kesiapan dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pemerintah bisa kecolongan sehingga membuat publik merasa khawatir dengan peretasan Pusat Data Nasional dan kebocoran data instansi pemerintah sekelas TNI dan Polri? Apa yang menjadi penyebab dari masalah ini?