Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan sedang mengenakan kebaya dan memegang smartphone (freepik.com/johnstocker)
ilustrasi perempuan sedang mengenakan kebaya dan memegang smartphone (freepik.com/johnstocker)

Intinya sih...

  • Perempuan memanfaatkan smartphone untuk bisnis rumahan, memasarkan produk melalui media sosial dan aplikasi marketplace
  • Mahasiswi di daerah terpencil dapat mengakses kelas online dan belajar dari rumah menggunakan tablet dan internet
  • Perempuan membuat konten digital tentang parenting, fashion, motivasi, serta berkarya secara mandiri di dunia kerja digital
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bulan April selalu menjadi momen membahagiakan bagi perempuan di seluruh penjuru Tanah Air. Gaung lirik “Ibu kita Kartini, putri sejati” sudah tak asing di telinga. Selalu menjadi lagu wajib yang senantiasa mengiringi peringatan Hari Kartini.

Emansipasi menjadi kata magis yang terus disematkan untuk mengenang perjuangan dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak kodrati perempuan agar dapat sejajar dan seirama dengan kaum laki-laki. Namun di era digital ini, semangat Kartini nyatanya tetap membara dan tak pernah padam. Jika dulu Kartini menyuarakan emansipasi lewat surat-suratnya, maka Kartini masa kini dapat bersuara melalui gadget di genggamannya.

Semakin melek gadget maka semakin terbuka pula kesempatan bagi perempuan untuk berkembang dan berdaya. Banyak kisah inspiratif lahir dari perempuan yang cerdas memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk menciptakan perubahan. Teknologi telah menjadi ladang emansipasi baru sehingga membuktikan bahwa dunia digital bukan lagi dominasi kaum laki-laki semata. Perempuan pun bisa hadir, berkarya, dan bersinar di dalamnya. Lantas, bagaimana gadget jadi suara hati emansipasi Kartini zaman now? Berikut sekelumit inspirasi bentuk aktivitasnya!

1. Ibu rumah tangga yang menjalankan toko online dari rumah lewat smartphone

ilustrasi perempuan memulai bisnis kecil menggunakan tablet (freepik.com/our-team)

Banyak ibu rumah tangga kini memanfaatkan smartphone untuk menjalankan bisnis dari rumah. Aktivitas memasak, menjahit, atau membuat kerajinan tangan yang dulunya hanya konsumsi internal kini bisa diubah menjadi sumber penghasilan. Berbekal bantuan kamera smartphone, platform media sosial, dan aplikasi marketplace, mereka memasarkan produk ke publik yang lebih luas tanpa harus meninggalkan tanggung jawab domestik sebagai pusat orbit seluruh anggota keluarga.

Gadget yang dulunya hanya digunakan untuk hiburan kini beralih fungsi menjadi alat produksi dan komunikasi bisnis. Ibu rumah tangga bisa membalas pesan pelanggan, mencatat keuangan, hingga membuat konten promosi hanya dari satu perangkat. Perempuan tidak lagi sekadar berada di balik layar rumah tangga, tapi turut aktif dalam perputaran ekonomi digital.

2. Mahasiswi dari daerah pelosok yang mengakses kelas online melalui tablet

ilustrasi mahasiswi sedang mengakses kelas online melalui PC (freepik.com/freepik)

Mahasiswi dari daerah terpencil kini tak lagi terhalang oleh jarak berkat hadirnya tablet dan jaringan internet. Kelas online memungkinkan mereka tetap mendapatkan materi perkuliahan dari kampus di kota besar. Meski koneksi tak selalu stabil dan alat seadanya, semangat belajar tetap menyala. Mereka bisa mengikuti kelas, mengerjakan tugas, dan berdiskusi secara daring. Semua bisa dilakukan dari rumah, ladang, atau bahkan di tengah sawah demi mencari sinyal.

Teknologi menjadi jendela ke dunia luar. Kini, belajar tak harus datang ke kota. Lewat tablet dan koneksi internet, perempuan muda dari desa pun mampu meraih ilmu serta membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.

3. Konten kreator perempuan membagikan edukasi parenting, fashion, hingga motivasi melalui YouTube dan Instagram

ilustrasi beauty influencer (freepik.com/zinkevych)

Perempuan juga menggunakan platform digital untuk berbagi inspirasi dan pengetahuan. Banyak yang membuat konten seputar parenting, fashion sederhana, hingga motivasi harian. Berbekal smartphone, ring light, dan kreativitas, mereka mampu menjangkau ribuan orang, menyebarkan pesan positif, serta memberikan rasa dukungan bagi sesama perempuan.

Menjadi konten kreator bukan sekadar tentang jumlah pengikut, tapi juga berdampak. Perempuan kini dapat tampil sebagai sosok yang punya suara dan pengaruh, bahkan dari ruang tamu sendiri. Dunia digital memberi mereka wadah untuk menyuarakan pengalaman, berbagi nilai, dan menumbuhkan semangat satu sama lain.

4. Perempuan difabel yang berkarya lewat desain grafis dan freelance online

ilustrasi perempuan muda duduk di kursi roda sambil mendengarkan musik melalui headphone (freepik.com/jcomp)

Banyak perempuan difabel yang berkarya secara mandiri di dunia kerja digital. Mereka belajar desain grafis, menulis, atau menjadi freelance melalui kelas daring dan komunitas inklusif. Laptop dan koneksi internet menjadi alat utama untuk menyalurkan keahlian tanpa harus berpindah tempat.

Teknologi menghadirkan kesetaraan yang nyata. Perempuan dengan keterbatasan fisik kini bisa membangun portofolio, mendapat klien, dan berkontribusi secara ekonomi. Dunia digital menjadi ruang di mana kemampuan dihargai lebih dari penampilan atau kondisi fisik.

5. Perempuan tani atau pelaku UMKM desa yang belajar pemasaran digital lewat pelatihan online

ilustrasi petani perempuan atau perempuan tani membudidayakan pertanian hidroponik (freepik.com/jcomp)

Perempuan pelaku UMKM di desa mulai memanfaatkan teknologi digital setelah mengikuti pelatihan daring. Mereka belajar membuat brand sederhana, memotret produk secara menarik, menulis caption promosi, hingga mengelola penjualan lewat WhatsApp atau e-commerce. Ilmu yang mereka dapatkan secara online ini mengubah cara mereka menjalankan usaha. Dari hanya mengandalkan pasar tradisional menjadi pelaku ekonomi digital yang siap bersaing ke kancah global.

Produk-produk lokal yang dulu hanya dikenal di sekitar kampung, kini bisa diakses konsumen dari kota, luar daerah bahkan luar negeri. Digitalisasi membuka jangkauan baru, sekaligus mengangkat potensi desa melalui tangan-tangan perempuan yang ulet belajar. Mereka tidak hanya menjual barang, tetapi juga menjaga warisan budaya lokal dalam kemasan modern.

6. Kartini masa kini perlu berani mengambil kendali dan tak gentar belajar teknologi

ilustrasi berswafoto (freepik.com/tirachardz)

Semangat Kartini kini diejawantahkan dalam wajah baru. Perempuan tidak hanya belajar dan berpikir, tetapi juga bertindak melalui teknologi. Gadget bukan lagi sekadar alat hiburan, melainkan medium untuk menyuarakan ide, karya, dan perubahan. Dari rumah, desa, hingga layar kecil di genggaman, perempuan Indonesia terus membuktikan bahwa mereka mampu menjadi agen perubahan. Asalkan diberikan akses dan kesempatan.

Menukil pepatah favorit Ibu Kartini, "Habis gelap, terbitlah terang." Hari ini, terang itu bisa hadir dari layar gadget yang menyala di tangan seorang perempuan yang sedang berkarya, bekerja, atau belajar. Setiap perempuan punya potensi menjadi Kartini masa kini, asalkan berani mengambil kendali dan tak gentar belajar teknologi.

Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan hebat di luar sana. Gunakan gadget secara bijak untuk menciptakan perubahan besar di negeri ini. Buktikan bahwa teknologi bukan sekadar hiburan atau simbol gaya hidup, tetapi juga medan aktual perjuangan yang bisa dimanfaatkan perempuan saat ini.

Perempuan tak mesti ahli bersolek atau adu gaya di media sosial. Perempuan juga bisa tampil sebagai inovator, kreator, dan penggerak perubahan melalui penggunaan gadget jadi suara hati emansipasi Kartini zaman now. Jadilah Kartini digital yang tak hanya piawai berswafoto, tetapi juga berani menyuarakan ide, menggagas solusi, dan menginspirasi banyak orang. Selamat melangkah bersama cahaya dari layar kecil itu. Karena siapa bilang perubahan besar tak bisa dimulai dari genggaman seorang perempuan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team