Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys (IDN Times/Misrohatun)
Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys menyebutkan bahwa saat ini akses telekomunikasi sudah semakin beragam, tidak hanya layanan suara dan SMS saja.
"Industri berubah pesat dalam 10 tahun terakhir. Tadinya hanya layanan suara, tapi sekarang mayoritas berbasiskan internet. Namun untuk menyiapkan infrastrukturnya juga berbeda dari zaman dulu," ujarnya.
Dia menjelaskan ada ancaman dalam pengembangan layanan di Indonesia. Saat ini rasio BHP (biaya hak penggunaan) Frekuensi terhadap pendapatan kotor operator seluler secara industri sangat tinggi, nyaris menyentuh 12 persen, lebih tinggi dibandingkan data global (7 persen) dan APAC (8,7 persen) sehingga berada pada kondisi tidak sehat dan bisa mengancam keberlangsungan usaha
Pertumbuhan operator seluler saat ini tidak sehat dengan regulatory charge sekitar 12 persen di mana seharusnya di bawah 10 persen. Untuk menambah pemasukan, operator seluler sebenarnya bisa 'berjualan' jaringan 5G. Namun sayangnya jaringan generasi kelima ini seperti masih jalan di tempat, terlebih pemerintah belum melakukan lelang spektrum 700Mhz dan 26Ghz.
Padahal industri bisa memonetisasinya dengan berbagai use case. ATSI telah melakukan kajian yang berkolaborasi dengan APJII, Apjatel, dan Askalsi, menggaet konsultan terkait dengan rasionalisasi PNBP dan perizinan yang kemudian disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Di sisi lain, pertumbuhan pendapatan operator seluler juga tidak seperti masa jayanya dahulu. Ini yang wajib diperhatikan pemerintah supaya operator seluler yang menjadi tulang punggung perekonomian digital tidak menjadi korban,” imbuh Merza.
Secara CAGR (peningkatan pertumbuhan per tahun), industri operator seluler pada periode 2013–2022 hanya tumbuh 5,69 persen, jauh lebih kecil dibandingkan tren peningkatan BHP Frekuensi yang mencapai 12,1persen, sehingga akan membebani keuangan operator dan berdampak pada kemampuan untuk berinvestasi serta operasional.
Atas masalah-masalah yang mereka alami, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi kemudian membentuk task force (satuan tugas/satgas) dan joint planning.
Kementerian Kominfo juga dikatakan tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi 700 MHz dan 26 GHz. Kedua spektrum dapat digunakan untuk mendukung layanan mobile broadband, khususnya mendorong penetrasi 5G.