Salah satu penyebab bencana banjir bandang dan tanah longsor pada 25 November 2025 di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat adalah akumulasi kerusakan ekosistem di wilayah hulu DAS (Daerah Aliran Sungai). Mengutip laman resmi UGM, Senin (1/12/2025), Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU., menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem hutan di hulu DAS telah mengurangi daya dukung untuk menahan dan meredam curah hujan tinggi. Menurut Mongabay, hilangnya fungsi hutan dan perubahan tutupan lahan menjadi salah satu faktor utama munculnya banjir bandang, termasuk di ekosistem Batang Toru yang menjadi benteng terakhir di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara. Hutan yang terfragmentasi akibat penebangan liar, pembukaan kebun, pertambangan, dan maraknya konsesi perusahaan kehilangan sebagian besar fungsi ekologisnya sebagai pengendali hujan dan penahan banjir.
Di tengah kondisi tersebut, kebutuhan akan data perubahan tutupan lahan yang akurat dan dapat diakses publik menjadi semakin penting. Pemantauan hutan bukan lagi upaya sektoral, tetapi fondasi bagi mitigasi bencana, perencanaan tata ruang, hingga pengawasan sosial oleh masyarakat. Untuk itu, hadir berbagai platform pemantauan hutan yang menyediakan informasi berbasis satelit, algoritma deteksi perubahan tutupan lahan, dan peta interaktif. Artikel ini membahas empat situs yang relevan untuk pemantauan peringatan deforestasi dan perubahan tutupan lahan di Indonesia. Penasaran, apa saja situsnya? Simak penjelasan berikut!
