Presiden AS, Donald Trump (kiri) dan Presiden China, Xi Jinping (kanan) (x.com/@Scavino45)
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China tampaknya memasuki babak baru yang lebih kompleks dan melelahkan. Setelah sekian banyak aksi saling balas, tarif terhadap produk dari masing-masing negara melonjak ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. China menerapkan tarif balasan hingga 125 persen, sementara AS memberlakukan tarif hingga 145 persen terhadap barang-barang asal China. Pemerintah China menyebut kebijakan tarif AS sebagai bentuk kesalahan unilateral sekaligus menyerukan penghapusan total terhadap skema tarif tersebut.
Namun, baik AS maupun China tampaknya enggan mengalah. Melansir The Economic Times, Senin (14/04/2025), dalam pernyataannya, Presiden Xi Jinping menyebut bahwa proteksionisme hanya akan membawa jalan buntu dan tidak menghasilkan pemenang. Di sisi lain, Presiden Donald Trump terus menegaskan bahwa strategi tarifnya ditujukan untuk membawa manufaktur kembali ke dalam negeri sekaligus mengamankan kepentingan nasional AS, terutama di sektor-sektor strategis, seperti semikonduktor, farmasi, dan otomotif.
Sementara itu, China mulai beradaptasi dengan memperkuat pasar domestik serta memperluas kerja sama dengan negara-negara tetangga, termasuk melalui rencana kunjungan Xi Jinping ke Vietnam. Perang dagang ini telah menciptakan guncangan pada ekonomi global, memperlemah sentimen konsumen AS, dan membuat investor di seluruh dunia bertaruh pada ketidakpastian. Gedung Putih sendiri mengindikasikan bahwa pengecualian tarif sementara dilakukan guna memberi waktu bagi perusahaan untuk memindahkan produksi mereka ke wilayah AS.
“Presiden Trump telah memperjelas bahwa Amerika tidak dapat bergantung pada China untuk memproduksi teknologi penting seperti semikonduktor, chip, telepon pintar, dan laptop,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam pernyataan dikutip BBC.com (14 April 2025).
“Atas arahan presiden, perusahaan-perusahaan ini berusaha keras untuk memindahkan produksi mereka ke Amerika Serikat sesegera mungkin.”
Trump, yang menghabiskan akhir pekan di rumahnya di Florida, mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat bahwa ia merasa nyaman dengan tarif tinggi terhadap China.
“Dan saya pikir sesuatu yang positif akan muncul dari hal itu,” ujarnya seraya memuji hubungan pribadinya dengan Presiden Xi Jinping.
Meski begitu, langkah-langkah konkret seperti peningkatan ekspor ke negara-negara tetangga dan penguatan pasar domestik terus diambil oleh China sebagai bentuk upaya bertahan. Di sisi lain, sikap Trump yang kerap berubah serta kebijakan ekonomi yang penuh kejutan membuat pelaku usaha dan investor kesulitan menavigasi masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya dua negara adidaya yang terjebak dalam ketegangan, tetapi juga dunia internasional yang ikut merasakan dampaknya.