instagram.com/bagas_bimbim
Topeng Dongkrek adalah seni daerah asli dari Madiun. Kesenian ini berbentuk tari dan iringan musik yang lahir sekitar tahun 1867 di Sub-Distrik Mejayan, Kawedanan Caruban, Madiun pada masa kepemimpinan Raden Ngabehi Lo Prawirodipura. Waktu itu, Raden Prawirodipura yang posisinya sebagai Palang (kepala desa) mencoba mencari solusi untuk wabah penyakit (pageblug mayangkoro) yang menimpa rakyatnya.
Dia bermeditasi dan merenung di daerah Gunung Kidul Caruban dan mendapat wangsit untuk membuat semacam tarian atau seni yang bisa mengusir penyakit tersebut. Asal-usul namanya juga unik, berasal dari instrumen musik beduk / kendang yang berbunyi "dung" dan instrumen bernama korek yang berbentuk kayu persegi, di satu ujungnya ada tangkai kayu bergerigi yang ketika digesek berbunyi "krek".
Dalam perkembangannya, alat musik lainnya dimasukkan, seperti gong, gong berry, kenong dan kentongan sebagai perpaduan budaya Cina, Islam dan Jawa. Dan dalam pertunjukannya, ada tiga topeng yang digunakan, yaitu topeng raksasa (buto) dengan wajah menakutkan, topeng wanita mengunyah kapur sirih dan topeng orang tua yang melambangkan kebajikan.
Jadi, kesimpulannya adalah niat jahat akhirnya akan larut dengan kebaikan dan kebenaran, sesuai dengan moto atau sesanti "Surodiro joyoningrat, ngasto tekad darmastuti".
Oh iya, dulu, karena dampak politik Indonesia, seni Topeng Dongkrek cuman mengalami masa kejayaan antara tahun 1867-1902. Selama penjajahan Belanda, seni ini dilarang dan dalam kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, seni ini dikait-kaitkan sebagai seni genjer-genjer yang dikembangkan oleh PKI untuk menipu masyarakat umum.