Potret Toko Kopi Maru, Pasar Baru, Jakarta Pusat (IDN Times/Dhiya Awlia Azzahra)
Untuk warga Jakarta dan sekitarnya, atau kamu yang ingin wisata urban, bisa ikut walking tour. Salah satunya bersama komunitas Jakarta Good Guide. Mereka menawarkan pengalaman menjelajahi Jakarta dengan berbagai rute.
Fokusnya pada sejarah, budaya, dan kehidupan lokal. Gak perlu khawatir soal tarifnya, sistem pembayaran mereka sukarela, lho. Kegiatan ini bisa mengurangi emisi karbon, karena traveling tanpa kendaraan. Kamu juga bisa berkontribusi mendukung UMKM yang belum banyak orang tahu.
IDN Times mengikuti walking tour di Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada 9 Desember 2025. Kawasan Pasar Baru berdiri sejak 1820. Lokasinya strategis karena dekat kawasan elit, pusat pemerintahan, dan perdagangan.
Kamu bisa mengeksplorasi berbagai spot bersejarah. Perjalanan dimulai dari pertokoan di Pasar Baru. Kamu akan melewati gapura ikonik dari batu bata berwarna oranye bertuliskan Passer Baroe yang didirikan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1820.
Gapura tersebut menjadi pintu masuk pusat perbelanjaan tertua di Jakarta. “Gerbang pintu masuk pasar baru ini dari jaman dulu dan kokoh banget,” kata pemandu Jakarta Good Guide, Darma Pratama, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada 9 Desember 2025.
Masuk ke jalur pertokoan, kamu menemukan toko baju, alat musik, sepatu, bangunan tua, dan kuliner legendaris. Ada toko es krim Tropic yang berdiri sejak 1951. Tokonya berada di ruko tua dengan suasana vintage.
Ada juga Toko Kompak yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya sejak 2022. Dahulu tempat tinggal seorang kapitan, pemimpin komunitas etnis Tionghoa. Bangunan ini sudah ada sejak abad ke-19.
Masuk lebih dalam, kamu menemukan Gang Kelinci. Nama gang ini diambil dari judul lagu Titiek Puspa. “Jadi, menggambarkan tempat yg sempit tapi pertumbuhannya cepat, lalu diadopsi sebagai nama gang ini,” kata Darma.
Di Gang Kelinci, kamu bisa menemukan banyak tempat makan hidden gem. Salah satunya Bakmi Gang Kelinci yang berdiri sejak 1957. Ada juga Cakue Ko Atek yang sudah ada sejak 1971. Mereka menjual cakwe dan kue bantal yang digoreng dadakan. Minyaknya dari kelapa, agar rasanya tetap terjaga. Harga satuannya Rp7.000 dengan minimal pembelian lima buah.
Jangan lupa mampir ke Toko Roti Bistro yang berdiri sejak 1980-an. Tempatnya kecil, tetapi selalu ramai. Menu best seller mereka adalah Roti Sobek Lima Rasa, Keju, dan Cokelat. Harganya Rp6.000 sampai Rp18 ribuan. Rotinya disajikan dalam keadaan hangat.
Kalau ingin ngopi, kamu bisa ke Toko Kopi Maru. Kafe ini menempati gedung tua bergaya art deco yang sudah berusia puluhan tahun. Lokasinya tersembunyi di ujung gang. Bangunannya mempertahankan eksterior lama. Daya tariknya ada pada sejarah dan nilai budayanya, bukan estetika. Kamu bisa menikmati kopi, non-kopi, dan camilan dengan harga mulai Rp25 ribuan.
Selanjutnya, kamu bisa mampir ke Museum Graha Bhakti ANTARA, kantor berita pertama yang menyebarkan informasi kemerdekaan Indonesia. Bangunannya berwarna putih dan menjadi cagar budaya kelas A. Koleksi fotonya diganti berkala. Tidak ada tiket masuk alias gratis.
Terakhir, kamu bisa mengunjungi Kelenteng Sin Tek Bio yang berdiri sejak 1698. Lokasinya di gang sempit. Meski terhimpit gedung-gedung tinggi dan terpencil, kelenteng ini tetap ramai pengunjung. Kata Darma, lampion yang terpasang merupakan donasi warga.
Tujuan terakhir adalah GPIB PNIEL atau Gereja Ayam. Disebut demikian karena ada simbol ayam di atas gedung. Gereja ini dibangun pada 1913. Semua yang ada di dalamnya masih asli. “Dulu yang datang cuma kalangan menengah ke bawah, biasanya orang-orang lansia yang datang ke sini,” ucap Darma.
Seorang traveler, Ernia Karina, mengatakan purposeful travel akan menjadi 'tren liburan.' Sesuai namanya, liburan kita akan jadi punya makna tertentu untuk keberlangsungan lingkungan dan masyarakat lokalnya.
"Selama ini memang belum pernah liburan yang fokusnya ke purpose, tapi mulai tahun depan, aku pengin banget melakukannya," ujar Ernia kepada IDN Times, Kamis, 11 Desember 2025.
Destinasi pertama yang ingin dia kunjungi sebagai purposeful travel yakni Wae Rebo yang berada di Kabupaten Manggarai, Pulau Flore, Nusa Tenggara Timur. Menurut dia, Wae Rebo merupakan pioneer desa wisata di Indonesia yang masih alami hingga saat ini. "Kita bisa berbaur dan tinggal bersama warga lokal, mempelajari budaya mereka secara langsung, gak ada internet, jadi beneran bisa mindful dan merasakan culture aslinya," tutur wanita berusia 36 tahun tersebut.
aku tuh jujur pengen ke wae rebo, karena bener2 desa wisata yang masih alami. karena merupakan pionerr desa wisata di indo. sudah terkenal. utk ke sana juga masih sangat alami, bisa jalan kaki atau naik ojek. di sana bener2 tidak ada tinggal lain, hanya ada rumah warga yg masih rumah asli. harus live in di sana. makan dan mandi di sana. berbaur dg culture di sana. gak ada internet.
Dia berharap ketika mengunjungi Wae Rebo, dia akan memiliki standar soal desa wisata yang masih alami dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia.
Demikian deretan destinasi yang menawarkan kebermaknaan dari sebuah perjalanan, mengutamakan nilai-nilai budaya, sejarah, dan pemberdayaan masyarakat lokalnya yang akan terangkai dalam cerita wisata. Perjalananmu akan jauh lebih bermakna, baik untuk dirimu sendiri, maupun lingkungan sekitar dan masyarakat lokalnya, bukan lagi berfokus pada konten demi meraup ratusan, bahkan jutaan likes di media sosial.
Jadi, destinasi mana yang ingin kamu kunjungi selama 2026? Atau kamu punya ide destinasi purposeful travel lainnya? Bagikan pendapatmu di kolom komentar, ya!