Awal kembalinya Candi Borobudur dimulai pada 1885. Kala itu, Ketua Masyarakat Arkeologi di Yogyakarta, Yzerman, menemukan kaki tersembunyi. Penemuan tersebut sontak membuat pemerintah Hindia Belanda menjaga kelestarian candi.
Ada tiga orang ahli yang ditunjuk untuk meneliti Candi Borobudur. Sejarawan seni Brandes, insinyur sekaligus anggota tentara Belanda, Theodoor van Erp, dan Van de Kamer. Keterbatasan anggaran membuat pemugaran tidak berjalan sesuai rencana.
Pemugaran hanya memusatkan perhatian pada merawat patung dan batu. Sebelumnya ada usaha untuk memperbaiki tata letak batu, stupa, dan drainase. Rekonstruksi chattra juga sempat dilakukan, tapi hanya menggunakan sedikit batu asli.
Dampaknya, chattra tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, sehingga Van Erp membongkarnya. Bagian tidak sempurna tersebut disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur.
Demi menyelamatkan Candi Borobudur, akhirnya pemerintah Indonesia mengajukan pemugaran kepada masyarakat internasional. Rencana tersebut membuahkan hasil, sehingga UNESCO tergerak untuk membantu memulihkan Borobudur.
Pada 1973, Pemugaran Candi Borobudur diresmikan Presiden RI ke-2, Soeharto. Pemugaran yang menghabiskan dana US$6,9 juta tersebut selesai pada 1984. Alhasil, UNESCO mendaftarkan Candi Borobudur sebagai salah satu Situs Warisan Dunia pada 1991.