Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Puncak gunung K2
Puncak gunung K2 (Sonic Velvet, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Medan teknis dan berbahaya

  • Cuaca sangat tidak stabil

  • Risiko longsoran salju dan batu tinggi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Gunung K2 selalu terdengar mengerikan di kalangan pendaki ekstrem. Meski bukan gunung tertinggi di dunia, gunung ini justru punya reputasi paling mematikan. Banyak pendaki profesional mengakui kalau K2 bukan tempat untuk main-main, karena setiap langkahnya penuh risiko. Bahkan para pendaki yang sudah menaklukkan Everest sering mengatakan bahwa tantangan di K2 jauh lebih brutal.

Kalau kamu penasaran kenapa gunung K2 sulit didaki, jawabannya ternyata bukan cuma soal ketinggian. Ada kombinasi faktor alam, cuaca, dan medan yang bikin pendakian gunung ini jadi salah satu yang paling ekstrem di dunia. Berikut lima alasan utama yang menjelaskan kenapa K2 benar-benar menantang nyali siapa pun.

1. Medan yang teknis banget dan nyaris tanpa zona mudah

ilustrasi mendaki bersama Guide (unsplash.com/Creative Dummy llc)

Medan K2 dikenal sangat teknis dari awal hingga puncak. Tidak seperti Everest yang memiliki beberapa bagian relatif landai, rute-rute di K2 didominasi tebing curam, jalur es vertikal, dan ceruk sempit yang bikin kamu harus fokus setiap detik.

Pendaki harus melintasi area seperti House Chimney, celah curam setinggi puluhan meter yang mengharuskan teknik panjat tingkat tinggi, dan Black Pyramid yang dipenuhi bebatuan rapuh. Kesalahan kecil bisa fatal. Tidak ada bagian “pemanasan” yang ramah untuk pendaki biasa, semua sektornya menuntut skill teknis dan fisik yang tinggi.

2. Cuaca yang sangat tidak stabil dan gampang berubah ekstrem

Medan pendakian gunung K2 (commons.wikimedia.org/Abbas Shah1)

K2 punya cuaca yang jauh lebih agresif dibanding gunung-gunung lain di kawasan Himalaya–Karakoram. Angin bisa tiba-tiba menguat, suhu bisa turun drastis, dan badai salju bisa datang tanpa peringatan.

Musim dinginnya ekstrem, tapi bahkan musim panas pun tidak bisa dibilang aman. Banyak ekspedisi terpaksa putar balik karena angin kencang yang bisa mencapai lebih dari 100 km/jam. Cuaca buruk membuat waktu “jendela summit” jadi sangat singkat, biasanya hanya beberapa hari dalam setahun. Hal ini yang bikin banyak pendaki gagal mencapai puncak.

3. Risiko longsoran salju dan batu yang sangat tinggi

Ilustrasi pendaki menggunakan trekking pole (pexels.com/Mario Tutic)

Struktur tebing dan lerengan di K2 membuatnya rentan terhadap longsoran. Baik salju maupun batu bisa meluncur kapan saja karena perubahan suhu atau tekanan angin.

Salah satu bagian paling mematikan adalah Bottleneck, jalur sempit di bawah serac besar (balok es raksasa). Kalau seracnya runtuh, pendaki tidak punya ruang untuk menghindar. Banyak tragedi di K2 terjadi di area ini, karena pendaki tidak punya pilihan selain melewati jalur tersebut. Risiko seperti ini yang bikin K2 dijuluki “gunung yang tidak memaafkan”.

4. Akses menuju basecamp yang jauh lebih sulit dan panjang

potret camp site Concordia di pendakian gunung K2 (commons.wikimedia.org/Sikanderafaq)

Berbeda dengan Everest yang aksesnya sudah cukup “tourist-friendly”, perjalanan menuju Base Camp K2 adalah tantangan tersendiri. Pendaki harus trekking berhari-hari melewati medan berbatu dan gletser yang tidak stabil di Baltoro Glacier.

Logistik, makanan, dan perlengkapan harus dibawa dari jauh, yang membuat pendakian ini butuh waktu lama dan biaya besar. Akses yang tidak mudah ini bikin persiapan fisik dan mental harus benar-benar matang. Bahkan sebelum tiba di base camp pun pendaki sudah diuji habis-habisan.

5. Tingkat kematian tinggi dan minimnya bantuan penyelamatan

potret pendaki yang mencapai puncak K2 (commons.wikimedia.org/Rolf Zemp)

Tingkat fatalitas di K2 jauh lebih tinggi dibanding Everest. Untuk setiap empat pendaki yang mencapai puncak, satu di antaranya tidak berhasil turun. Salah satu penyebabnya adalah minimnya fasilitas dan operasi penyelamatan.

K2 tidak punya helikopter yang bisa dengan mudah menjangkau ketinggian ekstrem, jadi kalau terjadi kecelakaan, pendaki lain yang harus membantu yang tentu sangat berisiko. Kondisi ini membuat semua pendaki harus bersiap mengandalkan diri sendiri ketika terjadi masalah.

Gunung K2 memang bukan hanya soal ketinggian, tapi tentang kompleksitas medan, cuaca brutal, dan risiko yang tidak bisa disepelekan. Itulah alasan kenapa banyak pendaki menyebut K2 sebagai The Savage Mountain, gunung liar yang hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang benar-benar siap secara fisik, mental, dan teknik.

Kalau kamu suka dunia mountaineering, mempelajari cerita tentang K2 bisa bikin kamu makin paham betapa ganasnya alam dan kenapa gunung ini selalu dihormati di seluruh dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team