Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret tangkapan layar penjelasan bule terhadap wisata Bali-Lombok
Potret tangkapan layar penjelasan bule terhadap wisata Bali-Lombok (instagram.com/world.of.sofiab)

Intinya sih...

  • Sofia menyoroti keserakahan manusia untuk membangun tempat wisata di Indonesia

  • Adanya gentrifikasi di Bali dan Lombok

  • Tanggapan netizen atas video yang diunggah Sofia

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Seorang turis asing bernama Sofia baru-baru ini membagikan pengalamannya selama dua bulan tinggal di Indonesia. Dalam unggahannya di Instagram pada Minggu (7/9/2025), ia menyoroti kondisi pariwisata Indonesia, terutama destinasi Bali dan Lombok yang menurut dia mulai kehilangan keindahan alaminya akibat keserakahan manusia.

Ia menilai banyak destinasi yang dulunya asri dan tenang kini berubah menjadi kawasan padat, penuh polusi, dan kehilangan pesona lokalnya, karena keserakahan manusia terhadap keuntungan semata. Warganet pun bereaksi dan memberikan komentar terkait ini konten yang diunggahnya.

1. Sofia menyoroti keserakahan manusia untuk membangun tempat wisata di Indonesia

Dalam videonya, Sofia menggambarkan kecintaannya pada wisata di Indonesia, terutama Pulau Dewata, meski baru dua bulan menjelajahi Tanah Air.

"I just spent two months in Indonesia and did'nt expect to like it as much as I did, but I've never felt this sad about a destination I've been to. (Aku baru saja tinggal dua bulan di Indonesia dan gak nyangka bakal sesuka itu sama tempat ini, tapi jujur, belum pernah aku merasa sesedih ini tentang destinasi yang pernah aku datangi)," kata dia dalam unggahan di Instagram-nya, Minggu (7/9/2025).

Segalanya terlihat begitu cantik dan estetik, apalagi dengan gaji yang ia dapatkan dari bekerja di luar negeri, hidup di Bali akan terasa mewah.

"And I'm not gonna lie, Bali and Indonesia in general is beautiful, filled with amazing people, and coming with Western money almost guarantees you a life of luxury. (Jujur saja, Bali dan Indonesia secara keseluruhan memang indah banget. Pemandangannya luar biasa, orang-orangnya ramah, dan kalau kamu datang dengan uang dari Barat, kamu bakal dijamin hidup mewah di sini)," tuturnya.

Namun, ia merasa sedih ada fakta di balik itu yang ingin ia sampaikan, yakni Bali dan Lombok yang semakin rusak akibat keserakahan manusia. Sebagai contoh, ia melihat ratusan polisi menutup paksa warung dan kursus surfing di Pantai Tanjung Aan, karena akan dibangun resor baru.

Sofia juga menyoroti adanya pembangunan yang terus menerus secara intensif di hampir semua sudut di Bali, bahkan di pulau kecil sekali pun. Orang-orang yang membangun vila dan resor-resor itu tidak dibekali dengan peralatan keselamatan dan menurutnya mereka mungkin dibayar sangat murah.

Pembangunan lift di Nusa Penida, serta banyak kuda yang disiksa juga tak luput dari perhatiannya. Menurut dia, perkembangan wisata ini hanya akan menguntungkan investor dan bisa merusak lingkungan, serta budaya sekitar.

“Tourist development in Bali has been criticized more on giving profits to investors and developers, while leaving serious damage to the environment and culture for local people. (Pembangunan pariwisata di Bali mendapat banyak kritik karena dinilai lebih menguntungkan investor dan pengembang, sementara meninggalkan kerusakan serius pada lingkungan dan budaya masyarakat lokal),tulisnya dalam caption Instragram.

Apa yang dirasakan Sofia juga menjadi kekhawatiran bagi rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, pada realitanya, ruang terbuka hijau di Bali semakin berkurang, karena masifnya pembangunan yang tidak berkelanjutan. Contohnya kawasan Canggu yang 2-3 tahun lalu masih dipenuhi sawah hijau di banyak sisi, kini berangsur-angsur berubah jadi vila dan kafe kekinian.

Salah satu efeknya adalah banjir besar yang menghantam Bali pada 10 September 2025. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat lebih dari 120 titik banjir yang menerjang tujuh wilayah administrasi kabupaten dan kota. Ini adalah banjir terparah selama satu dekade dan menelan korban jiwa sebanyak 16 orang.

Tak lama setelah kejadian banjir tersebut, pembangunan lift di Pantai Kelingking menjadi kontroversi. Banyak yang menyayangkan pembangunan ini terus dilanjut, karena dianggap bisa merusak keindahan alami pantai yang ikonik.

2. Adanya gentrifikasi di Bali dan Lombok

Selanjutnya, Sofia membahas kehidupan para digital nomad di Bali yang tidak membayar pajak, tidak belajar bahasa lokal atau adat setempat, serta tidak peduli dengan kerusakan ini, karena hanya peduli dengan tempat tinggal dan biaya hidup yang murah.

Menurut Sofia, gentrifikasi ini tidak hanya berlaku di Bali dan Lombok, tetapi juga di seluruh kawasan Asia Tenggara, di mana para turis mancanegara yang berpenghasilan lebih tinggi ini seringkali menggantikan penduduk berpenghasilan rendah yang sudah ada.

Di akhir videonya, Sofia berkata, "If you can't travel with all inclusive resort that has aesthetic shapes, paved roads, then don't. (Kalau kamu gak bisa berlibur di resor mewah dengan bentuk bangunan estetik dan jalan yang mulus, ya sudah, lebih baik gak usah pergi)," untuk menyindir turis yang hanya mau traveling jika semua fasilitasnya sempurna dan nyaman.

Sebenarnya, isu gentrifikasi ini sudah beberapa kali menjadi perbincangan. Salah satunya saat meningkatnya jumlah kedatangan wisata Rusia ke Bali, apalagi sejak negara itu berperang dengan negara tetangganya, Ukraina. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menunjukkan jumlah wisatawan Rusia yang datang ke Bali pada tahun 2022 tercatat 57.860. Setahun kemudian, pada tahun 2023, jumlah mereka naik lebih dari dua kali lipat, mencapai 144.104.

Yang menjadi masalah adalah peningkatan kedatangan wisatawan ini dibarengi dengan meningkatnya tindak pelanggaran hukum dan kejahatan oleh warga Rusia di Bali. Di antaranya seperti berkendara ugal-ugalan tanpa helm, tidak menghargai tempat ibadah setempat, serta banyaknya kasus yang tidak membayar sewa tempat tinggal.

Tak hanya itu, bahkan ada istilah “Kampung Rusia,” karena wisatawan Rusia ini berkumpul pada satu titik lokasi yang sama. Mereka banyak merebut lahan bisnis yang seharusnya digunakan untuk warga lokal, misalnya seperti fotografer, konsultan, pekerja teknis, guide, broker, guru, praktik dokter, bisnis sewa motor, bahkan bisnis properti.

3. Tanggapan netizen atas video yang diunggah Sofia

Sebagian besar warganet setuju bahwa pariwisata Indonesia, terutama Bali dan Lombok memang perlu dikelola dengan lebih bijak. Tentu saja tujuan utama tidak merusak lingkungan dan budaya setempat.

"Thanks so much for speaking up about this! It’s why I’ve been avoiding travelling there as I don’t want to add to the issue. Overtourism & gentrification in Bali is a massive issue and it’s the locals that suffer the most. I know people are going to keep going there but it’s more important than ever to try and visit as responsibly as possible. (Terima kasih banyak sudah berani angkat suara soal ini! Ini juga alasan kenapa aku memilih untuk nggak bepergian ke sana, karena aku nggak mau ikut memperparah masalah yang ada. Overtourism dan gentrifikasi di Bali sudah jadi masalah besar, dan yang paling merasakan dampaknya tentu saja warga lokal. Aku tahu orang-orang bakal tetap datang ke sana, tapi sekarang yang paling penting adalah bagaimana kita bisa berkunjung dengan cara yang lebih bertanggung jawab)," tulis akun @sivan_travelsgreen.

Hal yang sama juga diungkapkan akun @wattonz, "I totally agree with you. The Balinese are beautiful people and the island was stunning. I first visited in 1999 and fell in love. I was back there in August 2025 and it has been decimated. Incredibly sad. (Aku sepenuhnya setuju sama kamu. Orang-orang Bali itu luar biasa baik, dan pulau itu dulunya begitu menakjubkan. Aku pertama kali berkunjung ke sana tahun 1999 dan langsung jatuh cinta. Namun, waktu aku kembali lagi pada Agustus 2025, keindahannya sudah banyak yang rusak. Sedih banget melihat perubahan itu)."

Warga Bali pun turut berkomentar atas kekhawatiran Sofia. "As a Balinesse, yes I hate Bali now, traffic everywhere, resort that all owned by foreigner, local have dificulity to start business too, many race paddies and many place that I usualy playing at as a kid turned into resort is so heartbreaking, my childhood memories are being destroyed. (Sebagai orang Bali, jujur aku sekarang gak suka lagi sama Bali. Jalanan macet di mana-mana, resor-resornya kebanyakan sudah dimiliki orang asing, dan warga lokal pun susah banget buat mulai usaha sendiri. Banyak sawah dan tempat yang dulu sering aku datangi waktu kecil sekarang sudah berubah jadi resor. Rasanya gak tega banget lihat semua kenangan masa kecilku perlahan hilang)," tulis akun @ddyurss.

Editorial Team