Dalam videonya, Sofia menggambarkan kecintaannya pada wisata di Indonesia, terutama Pulau Dewata, meski baru dua bulan menjelajahi Tanah Air.
"I just spent two months in Indonesia and did'nt expect to like it as much as I did, but I've never felt this sad about a destination I've been to. (Aku baru saja tinggal dua bulan di Indonesia dan gak nyangka bakal sesuka itu sama tempat ini, tapi jujur, belum pernah aku merasa sesedih ini tentang destinasi yang pernah aku datangi)," kata dia dalam unggahan di Instagram-nya, Minggu (7/9/2025).
Segalanya terlihat begitu cantik dan estetik, apalagi dengan gaji yang ia dapatkan dari bekerja di luar negeri, hidup di Bali akan terasa mewah.
"And I'm not gonna lie, Bali and Indonesia in general is beautiful, filled with amazing people, and coming with Western money almost guarantees you a life of luxury. (Jujur saja, Bali dan Indonesia secara keseluruhan memang indah banget. Pemandangannya luar biasa, orang-orangnya ramah, dan kalau kamu datang dengan uang dari Barat, kamu bakal dijamin hidup mewah di sini)," tuturnya.
Namun, ia merasa sedih ada fakta di balik itu yang ingin ia sampaikan, yakni Bali dan Lombok yang semakin rusak akibat keserakahan manusia. Sebagai contoh, ia melihat ratusan polisi menutup paksa warung dan kursus surfing di Pantai Tanjung Aan, karena akan dibangun resor baru.
Sofia juga menyoroti adanya pembangunan yang terus menerus secara intensif di hampir semua sudut di Bali, bahkan di pulau kecil sekali pun. Orang-orang yang membangun vila dan resor-resor itu tidak dibekali dengan peralatan keselamatan dan menurutnya mereka mungkin dibayar sangat murah.
Pembangunan lift di Nusa Penida, serta banyak kuda yang disiksa juga tak luput dari perhatiannya. Menurut dia, perkembangan wisata ini hanya akan menguntungkan investor dan bisa merusak lingkungan, serta budaya sekitar.
“Tourist development in Bali has been criticized more on giving profits to investors and developers, while leaving serious damage to the environment and culture for local people. (Pembangunan pariwisata di Bali mendapat banyak kritik karena dinilai lebih menguntungkan investor dan pengembang, sementara meninggalkan kerusakan serius pada lingkungan dan budaya masyarakat lokal),” tulisnya dalam caption Instragram.
Apa yang dirasakan Sofia juga menjadi kekhawatiran bagi rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, pada realitanya, ruang terbuka hijau di Bali semakin berkurang, karena masifnya pembangunan yang tidak berkelanjutan. Contohnya kawasan Canggu yang 2-3 tahun lalu masih dipenuhi sawah hijau di banyak sisi, kini berangsur-angsur berubah jadi vila dan kafe kekinian.
Salah satu efeknya adalah banjir besar yang menghantam Bali pada 10 September 2025. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat lebih dari 120 titik banjir yang menerjang tujuh wilayah administrasi kabupaten dan kota. Ini adalah banjir terparah selama satu dekade dan menelan korban jiwa sebanyak 16 orang.
Tak lama setelah kejadian banjir tersebut, pembangunan lift di Pantai Kelingking menjadi kontroversi. Banyak yang menyayangkan pembangunan ini terus dilanjut, karena dianggap bisa merusak keindahan alami pantai yang ikonik.