ilustrasi ogoh-ogoh di Kota Denpasar (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)
Di Bali terdapat suatu tradisi pawai ogoh-ogoh yang dilaksanakan pada malam pengerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Hampir setiap desa mengadakan pawai ogoh-ogoh. Berbeda halnya dengan Desa Renon. Di Desa Renon terdapat larangan untuk membuat dan melakukan pawai ogoh-ogoh.
Menurut I Wayan Suarta yang saat ini sebagai Bendesa Adat Desa Adat Renon, larangan pembuatan ogoh-ogoh ini mulai dilakukan sekitar tahun 1985 atau 1986. Saat itu warga sedang mempersiapkan melakukan pawai ogoh-ogoh di malam pengerupukan. Namun terdapat beberapa kejadian gaib atau mistis di mana ada ogoh-ogoh yang menangis dan seperti bergerak-gerak sendiri. Saat bersamaan, Sesuhunan Tari Baris Cina dan Sesuhunan di Pura Dalem tidak berkenan mesineb.
Hal ini ditandai dengan banyaknya warga yang mengalami kesurupan, dan terdapat pawisik agar warga tidak melakukan pawai ogoh-ogoh demi keselamatan warga Desa Renon. Kemudian sejak saat itu, warga tidak ada lagi yang berani membuat ogoh-ogoh.
Namun kurang lebih sekitar tahun 1996, I Wayan Suarta mencoba kembali untuk membuat ogoh-ogoh. "Bukannya menantang pewisik Ida Sesuhunan, tetapi saya berharap Ida Sesuhunan kali ini memberikan ijin," cerita I Wayan Suarta saat ditemui di wantilan Sewaka Prema Desa Renon, Selasa(11/3/2021).
Saat akan melakukan pawai ogoh-ogoh di malam pengerupukan, kejadian belasan tahun lalu terulang lagi. Namun saat itu kejadiannya di Pura Desa, di mana Ida Sesuhunan Ratu Ayu tidak berkenan "mesineb" dan meminta untuk tidak melanjutkan pawai ogoh-ogoh.
Sejak saat itu masyarakat Desa Renon tidak ada lagi yang berani mencoba untuk membuat ogoh-ogoh hingga saat ini. Seluruh masyarakat sepakat untuk tidak membuat ogoh-ogoh, namun pada malam pengerupukan tetap melakukan pawai di mana hanya pawai membawa obor keliling Desa Renon.