5 Perbedaan Transportasi Umum di Swedia dan Indonesia

Transportasi umum masal, seperti bus, digadang-gadang sebagai solusi terbaik pemerintah untuk mengurangi kemacetan dan beban polusi udara di daerah perkotaan. Selain membantu program pemerintah, naik transportasi umum bisa membuat kita menghemat ongkos lho. Moda angkutan di Indonesia sangat beragam, mulai dari bus besar, metro mini, hingga mini bus. Ketiga bekerja beriringan menghubungkan jalur dari pusat kota hingga pelosok desa.
Senada dengan Indonesia, Swedia menjadikan transportasi umumnya untuk mengatasi kepadatan di jalan raya. Bus, tram, dan kereta bawah tanah, berintegrasi sedemikian rupa untuk memudahkan masyarakat berpindah tempat. Transportasi umum menjadi pilihan favorit dibandingkan kendaraan pribadi. Pajak kendaraan yang tinggi, serta sulitnya menemukan lahan parkir membuat orang berpikir dua kali untuk membeli mobil. Sadar akan hal tersebut, pemerintah berusaha memberikan moda transportasi yang mudah diakses, aman, nyaman, serta ramah lingkungan. Jaringan tram di kota Gothenburg misalnya, merupakan jaringan terluas se-Eropa utara dengan panjang jalur tram 80 km. Tak heran jika Swedia menjadi salah satu negara pioner dalam hal transportasi publik.
Apakah Indonesia tertinggal jauh dalam hal ini? Kita simak faktanya sama sama yuk!
1. Kendaraan
Di Swedia, semua bus memiliki bentuk yang hampir sama. Pintu dan jendela lebar berlapis kaca tertutup. Tujuannya agar penumpang aman di dalam tetapi mudah keluar apabila terjadi kecelakaan. Umumnya satu bus memiliki 3 pintu masuk. Pintu depan, yang langsung terhubung dengan supir, untuk memudahkan penumpang yang ingin bertanya. Pintu tengah, dengan ukuran lebih lebar, untuk memudahkan penumpang dengan stroller maupun kursi roda. Dan pintu belakang, untuk memudahkan akses penumpang apabila dua pintu sebelumnya terlalu penuh.
Pintu-pintu tersebut hanya akan terbuka selama 10 detik lalu menutup otomatis. Namun hal yang perlu digarisbawahi adalah, bus tidak akan jalan apabila pintu belum tertutup sempurna. Padahal ada banyak faktor yang menyebabkan pintu tidak menutup secara otomatis lho, seperti ada orang berdiri terlalu dekat dengan pintu, tombol berhenti yang tidak sengaja tertekan, atau penumpang yang terlalu banyak. Kebayang ngga sih gimana pas rush hour? Bus penuh, semua penumpang buru-buru, tapi bus ngga bisa jalan karena pintunya ngga ketutup.
Coba bandingkan dengan bus di Indonesia, kopaja misalnya. Kopaja memiliki dua pintu yang bertangga. Tujuannya agar kita selalu memperhatikan setiap langkah kaki kita. Kalau ngga diperhatikan, bisa jatuh. Selain itu pemilihan tangga berundak juga memperbanyak variasi posisi berdiri penumpang ketika jam sibuk tiba. Mau di tangga teratas atau terbawah, asalkan kaki masih menapak maka kita akan selamat. Karena pintu tersebut tak pernah tertutup. Selalu terbuka. Jadi pintu bukan halangan untuk terus berjalan.