Menkeu AS: India Bersikap Keras Kepala saat Negosiasi Dagang

- AS dan India kejar kesepakatan sebelum batas waktu tarif baru
- Pemerintah India nilai tarif AS tidak adil dan siapkan langkah balasan
- Trump klaim tarif AS tekan ekonomi Rusia di tengah kunjungan Modi
Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan (Menkeu) Amerika Serikat (AS), Scott Bessent menilai India sedikit keras kepala dalam pembicaraan dagang yang masih berlangsung dengan AS. Komentar itu muncul setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan tarif tambahan 25 persen untuk impor asal India karena pembelian minyak dari Rusia.
"Ada kesepakatan perdagangan besar yang tidak dilakukan dan tidak disepakati. Swiss masih ada; India sedikit bandel,” kata Bessent saat berbicara di Fox Business Network’s Kudlow.
Dilansir dari Times of India, pada 6 Agustus 2025, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif tambahan 25 persen, sehingga total bea masuk untuk barang India menjadi 50 persen mulai berlaku 27 Agustus 2025.
Gedung Putih menyebut kebijakan itu terkait alasan keamanan nasional dan kebijakan luar negeri, dengan klaim impor minyak Rusia oleh India menimbulkan ancaman tidak biasa bagi AS. Kebijakan ini menyusul tarif balasan 25 persen yang mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
1. AS dan India kejar kesepakatan sebelum batas waktu tarif baru
Bessent menyebut sejumlah perjanjian dagang besar dengan negara seperti Swiss dan India masih tertunda, namun ia optimistis pembahasan tarif bisa rampung pada Oktober.
“Jadi saya pikir kami akan menyepakati ketentuan substansial dengan semua negara substansial. Dan seperti yang sudah saya katakan sejak lama, Presiden (Donald Trump) membuat kesepakatan perdamaian, kesepakatan dagang, kesepakatan pajak,” ujarnya, dikutip dari NDTV.
Negosiasi antara India dan AS berlangsung menjelang tenggat 27 Agustus 2025, dengan delegasi dagang AS dijadwalkan mengunjungi New Delhi pada 25 Agustus 2025 untuk putaran keenam perundingan yang ditargetkan menuntaskan fase pertama perjanjian dagang bilateral pada musim gugur.
2. Pemerintah India nilai tarif AS tidak adil dan siapkan langkah balasan

Kementerian Luar Negeri India menyebut keputusan AS tidak adil, tidak beralasan, dan tidak masuk akal seraya menegaskan bahwa New Delhi akan mengambil semua langkah yang diperlukan demi melindungi kepentingan nasionalnya. Pemerintah menilai impor minyak dilakukan berdasarkan faktor pasar dan demi menjamin keamanan energi bagi 1,4 miliar penduduk.
India juga tengah menilai dampak tarif bersama para eksportir dan menjajaki kemitraan dagang alternatif untuk mengurangi efek kebijakan AS.
Dilansir dari Hindustan Times, Kementerian Keuangan India pada Selasa (12/8/2025) melaporkan kepada Parlemen, sekitar 55 persen ekspor barang India ke AS akan terdampak tarif balasan.
Informasi ini disampaikan Menteri Negara untuk Keuangan India, Pankaj Chaudhary, dalam jawaban tertulis kepada anggota parlemen Abhishek Banerjee. Meski tensi dagang meningkat, India menegaskan hubungan dengan AS mencakup berbagai bidang, dan perdagangan hanyalah salah satunya.
Dilansir dari Financial Express, pemerintah India juga menyiapkan dukungan bagi eksportir di sektor seperti tekstil dan kimia untuk meredam dampak kebijakan tarif Trump. Kementerian Perdagangan telah berdialog dengan pelaku ekspor di bidang baja, pengolahan makanan, teknik, kelautan, dan pertanian guna memahami persoalan yang muncul akibat bea masuk tinggi.
3. Trump klaim tarif AS tekan ekonomi Rusia di tengah kunjungan Modi

Trump menyatakan, India merupakan pembeli minyak terbesar atau kedua terbesar dari Rusia, dan tarif AS telah memberi pukulan besar pada perekonomian Moskow.
“Ekonomi mereka sekarang tidak berjalan baik karena telah sangat terganggu oleh ini,” ucapnya.
Di Kantor Oval, ia mengatakan, pembicaraan dagang dengan India tidak akan dilanjutkan sampai sengketa tarif selesai dan menuturkan bahwa hal tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, dijadwalkan mengunjungi New York pada September 2025 untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80, di mana Trump juga akan berbicara pada 23 September 2025. Kunjungan ini menjadi yang kedua bagi Modi ke AS tahun ini, setelah pertemuan bilateral dengan Trump pada Februari lalu.
Lawatan tersebut berlangsung di tengah memanasnya tensi perdagangan, sekaligus menyoroti hubungan diplomatik yang lebih luas antara kedua negara.