Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sri Mulyani Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Q3 dan Q4 2025 di Atas 5 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan dengan pemimpin media massa (IDN Times/Uni Lubis)
Intinya sih...
  • Kepercayaan diri masyarakat perlu dijaga untuk stabilkan daya beli
  • Pemerintah berupaya memberikan data perekonomian yang objektif
  • Data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 diragukan oleh ekonom
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan optimismenya terhadap perekonomian Indonesia pada akhir tahun ini.

Optimisme itu disampaikan Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, dalam momen pertemuan dengan pemimpin media massa di Gedung Djuanda I, Kemenkeu, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

"Jadi kami menyampaikan begini, 2025 punya growth yang kita masih harapkan di kuartal III dan IV itu kira-kira mungkin di atas lima persen. Kalau teman-teman di BKF atau sekarang DJSEF itu adalah 5 dan 5,05 (persen)," kata Sri Mulyani.

1. Kepercayaan diri masyarakat perlu dijaga

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan dengan pemimpin media massa (IDN Times/Uni Lubis)

Optimisme tersebut didukung oleh rencana belanja pemerintah yang akan sangat besar pada sisa tahun ini. Namun, Sri Mulyani menerangkan jika pertumbuhan ekonomi tidak hanya berasal dari belanja pemerintah atau government spending.

Untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi lima persenan pada sisa tahun ini, kepercayaan diri masyarakat perlu dijaga agar daya beli tetap stabil.

"Kalau confidence, tiap hari masyarakat dibilang ekonominya ambleg, ini pemerintahnya bohong, ini jebol. Masyarakat lama-lama percaya memang gak ada, dan kemudian menyebabkan konsumsinya mengkeret. Investor juga akan sama begitu," tutur Sri Mulyani.

2. Pemerintah berupaya berikan data perekonomian yang objektif

Ilustrasi Inflasi (Foto: IDN Times)
Ilustrasi Inflasi (Foto: IDN Times)

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah terus berupaya memberikan narasi data perekonomian yang objektif.

Sri Mulyani pun menjelaskan perihal menurunnya daya beli masyarakat yang terjadi belakangan ini. Daya beli menurun biasanya disebabkan oleh inflasi tinggi. Namun, kondisi saat ini kata Sri Mulyani, inflasi rendah di bawah dua persen.

Dengan begitu, daya beli yang menurun bisa terjadi karena upah mengalami penurunan atau PHK. Namun, hal itu dibuktikan sebaliknya dengan PPH yang mengalami kenaikan dan penciptaan lapangan kerja yang diklaim sebanyak 3,5 juta.

"Jadi kalau ngomong tentang daya beli masyarakat turun, oke rumah tangga, daya belinya itu yang bisa digerogotin, cara gerogotinnya adalah inflasi tinggi. Makanya kalau harga pangan naik Anda sebenarnya ribut itu bener banget, tapi kalau inflasi di headline-nya 1,5 atau 1,7 itu yang disebut inflasi rendah, relatif gak menggerus," tutur Sri Mulyani.

"Kalau orang mengeluh daya belinya turun, mungkin bukan dari inflasi, dari upahnya. Apakah upahnya dia turun? Kita lihat pajak pendapatan, pajak pendapatan individual, PPH 21 namanya, itu naik. Jadi dia naik, oh atau barangkali kan ada PHK. Memang benar ada PHK, PHK-nya 75 ribu, tapi job creation di dalam ekonomi ada 3,5 juta," sambung dia.

3. Data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 diragukan ekonom

IMG-20250805-WA0014.jpg
Senyum ceria menteri dan kepala badan umumkan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sebelumnya, data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menimbulkan indikasi adanya perbedaan dengan kondisi riil perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah data terkait dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data. Oleh karena itu, dalam rangka merespons kejanggalan data BPS, Center of Economics and Law Studies (Celios) sebagai lembaga penelitian independen mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menyatakan, sikap tersebut dilakukan Celios menjadi upaya untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan masyarakat secara umum.

“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year. Kami coba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," kata dia, Jumat (8/8/2025).

Bhima mengatakan, porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.

"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen year on year? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi,” ujar Bhima.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us