Perbedaan PBB dan BPHTB, Panduan untuk Kamu yang Berbisnis

- PBB adalah pajak tahunan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai, dengan tarif NJOP biasanya lebih rendah daripada pajak lainnya.
- BPHTB adalah pajak sekali bayar yang dikenakan saat ada peralihan hak atas properti, umumnya sebesar 5 persen dari NPOP setelah dikurangi NPOPTKP.
- PBB dibayar setiap tahun pada waktu yang ditentukan pemerintah daerah, sementara BPHTB hanya dibayar saat transaksi kepemilikan terjadi.
Memahami aturan pajak dalam dunia bisnis bukan hanya patuh hukum, tapi itu juga strategis. Perbedaan antara PBB dan BPHTB adalah salah satu hal yang sering membingungkan para pebisnis.
Keduanya memiliki tujuan, aturan, dan waktu pembayaran yang berbeda, meskipun keduanya terkait dengan properti. Rencana bisnismu bisa terganggu jika kamu salah membedakan keduanya.
Bayangkan bahwa kamu sedang mempersiapkan pembelian tanah yang strategis untuk proyek yang sangat besar. Semuanya berjalan lancar, tetapi kesalahan dalam menghitung kewajiban pajak menyebabkan biaya tak terduga. Agar hal itu gak terjadi, mari bahas secara menyeluruh apa yang perlu diketahui.
1. Untuk alasan apa pajak tahunan PBB harus diperhatikan?

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak tahunan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai. Oleh karena itu, kamu harus membayar kewajiban tahunan, yakni PBB jika kamu memiliki properti, apakah itu rumah pribadi, ruko, atau lahan investasi.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang dihitung oleh pemerintah daerah, menentukan besaran PBB. Tarif NJOP biasanya lebih rendah daripada pajak lainnya.
PBB mirip dengan janji pembayaran tahunan. Namun, keterlambatan atau kelalaian dapat menyebabkan denda yang berlipat-lipat, meski nilainya mungkin kecil dibandingkan dengan keuntungan bisnis, lho. Jangan abaikan hal ini, ya. Kelengkapan administrasi PBB sering menjadi syarat dalam transaksi jual beli atau kredit perbankan, lho.
2. BPHTB, pajak sekali bayar yang sering terlewat dalam perhitungan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikenakan saat ada peralihan hak atas properti. Artinya, BPHTB ini dibayar hanya sekali, saat kamu membeli, menerima hibah, atau mendapatkan warisan properti.
Tarif BPHTB umumnya 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang ditetapkan daerah.
Di sisi bisnis, BPHTB sering dianggap “pengeluaran kejutan” karena muncul di luar biaya pembelian. Kalau kamu gak menghitungnya dari awal, arus kas bisa terganggu.
Bayangkan saja, kamu sudah menyiapkan dana untuk beli tanah, tapi ternyata ada tambahan jutaan rupiah untuk BPHTB. Itulah kenapa manajemen keuangan yang cermat wajib jadi teman setia setiap pengusaha, ya.
3. Kapan kamu harus bayar dan siapa yang menentukan tarifnya?

PBB dibayar setiap tahun pada waktu yang ditentukan pemerintah daerah, biasanya setelah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) diterbitkan. Besaran tarif dan NJOP ditetapkan oleh pemerintah kota atau kabupaten setempat. Oleh karena itu, angka-angka di daerah pasti akan berbeda, meskipun dasar nasional berlaku.
Sebaliknya, BPHTB hanya dibayar saat transaksi kepemilikan terjadi. Pada umumnya, sebelum akta jual beli ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), pembayaran harus dilakukan.
Tarifnya juga mengacu pada keputusan pemerintah daerah, sehingga, seperti yang dilakukan PBB, lokasi properti sangat memengaruhi berapa banyak yang harus kamu bayar.
4. Cara menghitung PBB dan BPHTB dengan benar

Kalau hanya tahu definisinya tapi belum tahu cara menghitungnya, kamu bisa tetap kebingungan saat berhadapan dengan angka. Mari kupas satu per satu supaya kamu bisa menghitung sendiri sebelum tagihan resmi keluar.
1. Menghitung PBB
Formula dasar PBB:
PBB Terutang = Tarif PBB × (NJOP – NJOPTKP)
NJOP: Nilai jual tanah + bangunan berdasarkan penilaian pemerintah daerah.
NJOPTKP: Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (ditetapkan daerah).
Tarif PBB: Maksimal 0,3 persen (tergantung daerah).
Contoh:
NJOP tanah dan bangunan: Rp 1.000.000.000
NJOPTKP: Rp 15.000.000
Tarif PBB: 0,2 persen
PBB = 0,2 persen × (Rp 1.000.000.000 – Rp 15.000.000) = Rp 1.970.0002. Menghitung BPHTB
Formula dasar BPHTB:
BPHTB Terutang = 5 persen × (NPOP – NPOPTKP)
NPOP: Harga transaksi atau NJOP (ambil nilai yang lebih tinggi).
NPOPTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (berbeda tiap daerah).
Contoh:
Harga beli properti: Rp 1.200.000.000
NPOPTKP: Rp 80.000.000
BPHTB = 5 persen × (Rp 1.200.000.000 – Rp 80.000.000) = Rp 56.000.000
Dengan pemahaman ini, kamu bisa menghitung kisaran biaya sebelum transaksi atau pembayaran jatuh tempo.
5. Perubahan dokumen resmi PBB membuat administrasi pajak jadi lebih transparan dan fleksibel

Kalau kamu merasa bosan dengan birokrasi, ini kabar yang mungkin mengubah persepsi kamu. Sejak 29 April 2025, Dirjen Pajak menerbitkan Peraturan Nomor PER-4/PJ/2025, menggantikan aturan sebelumnya dari 2020.
Aturan baru ini menghapus lampiran usang, sekaligus menambahkan dokumen seperti Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dan SKPLB (Keberlebihan Bayar). Ini menjadi sebuah langkah penting menuju administrasi pajak yang lebih bersih dan mudah dipantau, kan?
Biar kamu gak bingung, SPPT dan SKP yang diterbitkan sebelum aturan baru tetap berlaku, jadi kamu gak bakal kena ribet atau repot ulang. Sistem pajak sekarang makin adaptif, seperti etos bisnis yang terus berkembang dan selalu terbuka pada perbaikan.
6. Kenapa pebisnis wajib memahami perbedaan ini?

Memahami perbedaan pembayaran dan fungsi PBB serta BPHTB membuatmu bisa menyusun strategi keuangan jangka pendek dan panjang. Kalau kamu tahu bahwa PBB bersifat rutin, kamu bisa menganggarkan biaya tahunannya tanpa mengganggu operasional. Sementara BPHTB, walau hanya sekali, perlu masuk hitungan saat merencanakan ekspansi properti atau akuisisi aset.
Kesalahan memahami mekanisme dua pajak ini bisa bikin keputusan investasi jadi berat sebelah. Contohnya, kamu mengira biaya beli tanah cuma harga jualnya saja, padahal masih ada BPHTB. Atau kamu menunda bayar PBB karena nominalnya kecil, lalu kena denda yang malah bikin repot.
Sekarang kamu sudah paham perbedaan PBB dan BPHTB, kan? Keduanya sama-sama penting, tapi cara pengelolaannya berbeda. Dalam dunia kerja dan bisnis, informasi ini bukan sekadar teori, ini jadi kunci untuk menjaga cash flow tetap sehat dan mencegah surprise yang gak menyenangkan.
Jadi, pastikan kamu selalu update tarif, aturan daerah, dan jadwal pembayarannya. Ingat, di dunia bisnis, bukan hanya strategi pemasaran yang penting, tapi juga strategi mengelola pajak, lho.