Pendaki Wajib Tahu: Cara Mengatasi Asma Kambuh di Gunung

- Pendakian bisa menjadi tantangan tersendiri bagi orang dengan asma.
- Beberapa orang merasa napasnya lebih lega karena udara pegunungan lebih bersih dan jauh dari polusi atau alergen. Namun, kalau asmanya belum terkontrol, udara dingin dan kering, ditambah kadar oksigen yang tipis, justru bisa memicu kekambuhan asma.
Bagi beberapa orang, mendaki gunung selalu punya daya tarik yang sulit ditolak. Udara segar, pemandangan indah sejauh mata memandang, ditambah rasa puas begitu berhasil menapakkan kaki di puncak—alasan banyak orang rela menempuh jalur terjal dan dingin.
Namun, di balik semua keindahan itu, pendakian bisa menjadi tantangan tersendiri bagi orang dengan asma. Oksigen yang makin menipis di ketinggian, udara dingin yang menusuk paru-paru, dan jauhnya jarak dari fasilitas medis bisa memicu serangan asma tanpa peringatan.
Kabar baiknya, asma bukan berarti kamu harus berhenti menikmati alam bebas. Dengan pengetahuan yang cukup, persiapan matang, dan rencana darurat yang jelas, kamu tetap bisa menaklukkan jalur pendakian dengan aman.
Di sini, akan dibahas langkah-langkah penting menghadapi serangan asma di gunung, mulai dari pencegahan sebelum berangkat, cara penanganan darurat di tengah jalur, hingga tips menjaga kondisi tubuh tetap stabil meski berada di ketinggian. Jangan biarkan asma mematahkan semangat petualanganmu!
1. Memahami hubungan asma dan ketinggian
Asma adalah kondisi jangka panjang yang membuat saluran napas meradang dan bronkus menyempit, sehingga penderitanya bisa tiba-tiba merasa sesak dan sulit bernapas. Menariknya, berada di gunung bisa punya dua sisi untuk orang dengan asma.
Beberapa orang justru merasa napasnya lebih lega karena udara di pegunungan biasanya lebih bersih dan jauh dari polusi atau alergen. Namun, kalau asmanya belum terkontrol, udara dingin dan kering, ditambah kadar oksigen yang tipis di ketinggian, justru bisa memicu kekambuhan.
Belum lagi aktivitas fisik yang cukup berat saat treking atau risiko terkena infeksi pernapasan di alam terbuka, keduanya bisa memperburuk kondisi saluran napas. Karenanya, penting sekali untuk tahu risiko ini sebelum mendaki, supaya perjalanan tetap aman dan menyenangkan.
2. Langkah cepat saat serangan asma di gunung
Jika kamu mengalami serangan asma di gunung, jangan panik dan segera lakukan ini:
Segera berhenti dan istirahat. Jika kamu mulai batuk, sesak napas, atau dada terasa berat, cari tempat aman untuk berhenti. Duduk dan coba tenangkan diri. Kepanikan justru bisa membuat napas makin sulit.
Gunakan inhaler sesuai aturan. Ambil inhaler yang sudah kamu persiapkan dari rumah, kocok terlebih dahulu dan hirup perlahan tetapi dalam agar obat sampai ke saluran pernapasan.
Jaga kehangatan saluran napas. Tutup hidung dan mulut dengan syal, buff, atau masker untuk menghangatkan dan melembapkan udara sebelum masuk ke paru-paru.
Minum cukup air. Tetap terhidrasi membantu mengurangi iritasi pada saluran napas. Hindari alkohol dan rokok karena bisa memperparah gangguan pernapasan.
Pantau gejala. Jika gejala makin parah, segera turun ke dataran yang lebih rendah dan cari pertolongan medis.
3. Langkah pencegahan sebelum dan saat di gunung

Berikut adalah langkah pencegahan terserang asma sebelum dan saat di gunung:
Pastikan asma terkontrol. Sebelum naik gunung, pastikan kondisimu stabil. Konsultasikan dengan dokter jika perlu penyesuaian obat. Orang-orang yang asmanya terkontrol umumnya lebih aman berada di ketinggian.
Bawa obat dan peralatan lengkap. Selalu bawa inhaler penyelamat, obat, dan spacer jika kamu menggunakannya. Jaga inhaler tetap hangat agar tidak rusak akibat suhu dingin ekstrem.
Naik secara bertahap. Batasi kenaikan di angka 300–500 meter per hari setelah melewati 2.500 mdpl untuk memberi tubuh waktu beradaptasi.
Hindari pemicu. Waspadai pemicu seperti udara sangat dingin, debu, asap, atau aroma menyengat. Meski di gunung, alergen tetap bisa muncul.
Siapkan rencana darurat. Pelajari rute dan lokasi fasilitas medis terdekat. Pastikan HP terisi penuh dan beri tahu teman perjalanan dan pemandu tentang kondisimu dan cara menolong jika terjadi serangan.
4. Manfaat udara pegunungan bagi orang dengan asma
Menariknya, bagi pasien asma yang kondisinya stabil, mereka bisa mengalami perbaikan gejala di dataran tinggi karena rendahnya kadar alergen dan polusi. Terapi iklim pegunungan bahkan digunakan dalam pengobatan asma di beberapa negara. Namun, ini hanya berlaku di kondisi terkontrol dan di bawah pengawasan medis, bukan saat kamu naik gunung secara spontan tanpa persiapan.
5. Perencanaan jangka panjang
Berikut adalah perencanaan jangka panjang untuk mencegah serangan asma di gunung atau di mana pun:
Punya rencana tindakan asma. Diskusikan dengan dokter tentang rencana penggunaan obat, cara mengenali gejala, dan langkah darurat yang harus diambil.
Pantau gejala sendiri. Gunakan aplikasi atau catatan harian untuk memantau kondisi saat mendaki. Ini bisa membantu dokter jika kamu butuh penyesuaian pengobatan.
Latihan fisik sebelum pendakian. Sebelum naik gunung, pastikan kamu meningkatkan kebugaran kardio dengan melakukan latihan fisik. Tubuh yang lebih bugar akan membuat paru-paru tidak terlalu terbebani saat di ketinggian.
Jangan biarkan asma membatasi semangat petualanganmu. Dengan persiapan yang matang, pemahaman tentang kondisi tubuh, serta tindakan cepat saat gejala muncul, kamu tetap bisa menikmati keindahan alam pegunungan dengan aman dan nyaman. Ingat, mendaki dengan asma bukanlah halangan, yang terpenting adalah strategi.
Referensi
"Hiking With Asthma – Exploring Nature With Confidence and Control." Baldhiker. Diakses pada Juli 2025.
"Asthma at High Altitude." Follow Alice. Diakses pada Juli 2025.
"Asthma." NHS Inform. Diakses pada Juli 2025.
"How To Plan For A Hiking Vacation If You Have Asthma." The List. Diakses pada Juli 2025.
"A Lifelong Asthmatic’s Tips for Dealing With Asthma on a Thru-Hike." The Trek. Diakses pada Juli 2025.