Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Hal yang Membuat The Nice Guy Beda dari Drakor Noir Romance Lain

cuplikan drakor The Nice Guy (dok. JTBC/The Nice Guy)

Drakor bertema noir romance biasanya identik dengan kisah cinta gelap dan dendam yang menggerogoti hidup tokohnya. Namun, The Nice Guy hadir bukan sekadar mengikuti pola seperti kebanyakan drama.

Drama Korea ini menyiasati kehidupan gelap karakter dengan membongkar harapan yang dianggap klise. Tampil sebagai genre-bender yang pantas disorot, berikut empat elemen yang membuatnya benar-benar berbeda dari drakor lain.

1. Karakter utama tidak mencari penebusan dosa

cuplikan drakor The Nice Guy (dok. JTBC/The Nice Guy)

Park Seok Cheol (Lee Dong Wook) bukan gangster yang ingin pensiun dengan cara menebus dosa demi cinta. Ia hanya ingin memiliki hidup yang jauh dari kekerasan, keramaian, dan tak dilihat sebagai siapa-siapa.

Ia tidak membuat dialog bahwa ia akan segera taubat atau memohon kesempatan kedua. Sedangkan, dalam banyak drakor noir, protagonis biasanya diposisikan sebagai pahlawan tragis yang sedang menempuh perjalanan penuh maaf.

The Nice Guy tidak menyajikan narasi heroik semacam itu. Seok Cheol sebagai mantan preman tumbuh dengan harapan kecil yang seharusnya biasa bagi orang biasa, tapi baginya begitu sulit digapai.

2. Romansa sebagai bentuk penerimaan

cuplikan drakor The Nice Guy (dok. JTBC/The Nice Guy)

Hubungan Seok Cheol dan Mi Young (Lee Sung Kyung) tidak dipenuhi oleh adegan romantis yang berlebihan. Tak ada pelukan dramatis di tengah hujan atau adegan ciuman setelah proses penuh pengorbanan.

Cinta mereka dibuat sebagai bentuk penerimaan diri. Prosesnya jauh lebih sunyi, canggung, dan secara tak langsung terasa menyakitkan. Seolah mereka ditakdirkan layaknya cermin dengan luka masing-masing.

Kebersamaan mereka tidak lahir sebagai seseorang yang sama-sama hancur, lalu meminta penyelamatan seperti banyak noir romance lainnya. Di sini, cinta justru memaksa mereka menatap kegelapan itu bersama-sama.

3. Kekerasan tanpa visual berlebih

cuplikan drakor The Nice Guy (dok. JTBC/The Nice Guy)

Genre noir umumnya menyajikan kekerasan dengan gaya visual yang dipercantik. Mulai dari slow motion, framing tajam, bahkan romantisasi berdarah. Namun, The Nice Guy menolak semua itu.

Kekerasannya dimainkan lebih realistis dengan gerakan cepat dan turut menampilkan kelemahan karakternya. Tidak banyak musik dramatis atau koreo yang membuat penonton takjub atas itu.

Ketika Seok Cheol memukul, kita tidak diminta untuk kagum. Kita justru didorong untuk tidak mendukungnya. Pendekatan ini membuat kekerasan terasa nyata, tidak sinematik, tidak keren tapi menyedihkan.

4. Tindakan kecil mempermainkan emosional karakter

cuplikan drakor The Nice Guy (dok. JTBC/The Nice Guy)

Jika drakor noir biasa penuh monolog tajam dan percakapan filosofis tentang hidup mati seseorang, The Nice Guy memilih menyembunyikannya. Banyak momen krusial dalam drama ini justru terjadi tanpa kata.

Hanya tatapan traumatis, napas berat, dan keheningan yang menekan. Semuanya bercerita lebih banyak dari pada ribuan dialog. Drama ini mempercayai penontonnya untuk mendengar yang tidak dikatakan.

Justru karena itu, emosi yang muncul lebih dalam dan bertahan lebih lama. Ini membuat kita sebagai penonton tidak bisa berhenti di beberapa episode menyenangkan saja, tapi juga untuk melihat nasib akhir semua karakternya.

Empat elemen tadi membuat The Nice Guy berbeda dari noir romance lainnya. Di antara situasi yang mengancam Seok Cheol, proses bertumbuhnya karakter menjadi orang baik-baik dan lepas dari trauma menjadi pemikat utama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us