6 Alasan Rekan Kerja Bisa Jadi Sumber Drama Terbesar

Bekerja di kantor bukan cuma soal menyelesaikan tugas dan mengejar target. Ada interaksi sosial yang gak bisa dihindari karena kita pasti berhubungan dengan rekan kerja setiap hari. Sayangnya, hubungan yang awalnya profesional bisa berubah jadi sumber drama. Kadang, justru rekan kerja yang kelihatannya paling dekat malah membawa energi negatif paling besar. Kalau dibiarkan, ini bisa mengganggu suasana kerja dan bikin kamu gak nyaman di kantor.
Drama di tempat kerja bisa datang dari berbagai arah, tapi rekan kerja sering jadi pemicunya. Bukan karena mereka jahat, tapi karena ada kesalahpahaman, ego, atau bahkan persaingan yang gak sehat. Sikap yang tampak sepele pun bisa berubah jadi konflik kalau gak diselesaikan dengan bijak. Supaya kamu lebih waspada, yuk, kenali enam alasan kenapa rekan kerja bisa jadi sumber drama terbesar di kantor.
1. Suka membandingkan diri dan pekerjaan

Beberapa orang terbiasa membandingkan pencapaian mereka dengan orang lain, termasuk rekan kerja sendiri. Alih-alih fokus pada progress pribadi, mereka sibuk menilai siapa yang lebih banyak tugas atau lebih sering dipuji. Hal ini memicu kecemburuan dan membuat suasana kerja jadi gak sehat. Padahal setiap orang punya beban dan ritme kerja yang berbeda. Kalau kebiasaan membandingkan ini terus dibiarkan, bakal muncul konflik diam-diam dalam tim.
Drama mulai muncul saat perbandingan itu diucapkan dalam bentuk sindiran atau keluhan. Misalnya, “Kok dia yang dipuji padahal aku yang kerja lebih banyak.” Ucapan seperti ini bisa merusak kepercayaan antar-rekan kerja. Lebih buruk lagi kalau dibicarakan di belakang dan menyebar jadi gosip kantor. Supaya drama gak makin besar, penting buat menumbuhkan rasa syukur dan fokus pada kerjaan sendiri.
2. Gak bisa terima kritik

Rekan kerja yang gak bisa menerima kritik sering jadi pemicu drama terselubung. Setiap masukan dianggap sebagai serangan pribadi, bukan sebagai bahan untuk berkembang. Mereka bisa jadi pendiam mendadak, menarik diri, atau bahkan menyebarkan cerita negatif tentang pemberi kritik. Padahal dalam dunia kerja, kritik adalah hal biasa dan penting untuk perbaikan. Kalau rekan kerja gak punya mental terbuka, kerja bareng pun jadi penuh ketegangan.
Drama makin parah saat mereka mulai menghasut orang lain untuk memihak. Apa yang tadinya masalah dua orang, bisa jadi isu satu divisi. Situasi ini jelas gak sehat karena menciptakan kubu-kubu dan merusak kekompakan tim. Kamu jadi serba salah mau jujur takut disalahpahami, mau diam malah kerjaan gak berkembang. Supaya aman, penting buat menyampaikan kritik dengan bijak dan tetap menjaga profesionalitas.
3. Terlalu sering curhat masalah pribadi

Curhat itu wajar dan kadang bisa bikin hubungan kerja jadi lebih hangat. Tapi kalau tiap hari isinya keluhan dan drama pribadi, kamu pasti ikut lelah. Rekan kerja yang terlalu sering curhat bisa bikin suasana kerja jadi berat dan gak fokus. Apalagi kalau curhatnya selalu disertai nada mengeluh dan menyalahkan keadaan. Lama-lama, kamu bisa terjebak dalam drama mereka meskipun gak punya kaitan langsung.
Batas antara empati dan terganggu bisa jadi sangat tipis dalam situasi seperti ini. Kamu jadi bingung kapan harus peduli, kapan harus menjaga jarak. Kalau dibiarkan, kamu bisa kelelahan secara emosional padahal sedang dalam jam kerja. Waspadai tanda-tandanya dan pelajari cara menolak curhatan yang gak sehat tanpa menyakiti perasaan mereka. Jangan sampai kamu lupa menjaga mental sendiri demi drama orang lain.
4. Cari muka di hadapan atasan

Tipe ini dikenal suka “jaim” saat atasan datang tapi bersikap sangat berbeda di belakang. Mereka ingin terlihat paling rajin, paling membantu, dan paling layak dipuji. Tapi di balik layar, banyak tugas yang dilimpahkan ke orang lain atau gak diselesaikan tuntas. Sikap cari muka ini bisa bikin kamu frustrasi, apalagi kalau kamu yang kerja keras tapi mereka yang dapat pengakuan. Ini jadi bibit drama yang sulit dihentikan kalau gak segera dihadapi.
Yang bikin situasi makin sulit adalah ketika atasan gak sadar dengan drama ini. Orang yang cari muka biasanya jago membangun citra lewat kata-kata dan gesture manis. Akhirnya, rekan kerja lain jadi enggan kerja sama karena merasa dimanfaatkan. Kalau kamu menghadapi tipe ini, penting buat mendokumentasikan kerjaan dan tetap tampil konsisten. Biarkan hasil kerja nyata yang bicara, bukan sekadar pencitraan.
5. Sering bawa masalah pribadi ke urusan kerja

Drama mulai muncul saat seseorang mencampur urusan pribadi ke ranah profesional. Misalnya, karena sedang bertengkar dengan pasangan, mereka jadi mudah emosi saat rapat atau telat menyelesaikan tugas. Semua orang pasti punya masalah, tapi bukan berarti semua emosi harus ditumpahkan di kantor. Kalau gak bisa memisahkan dua hal itu, kerja tim bisa terganggu dan target jadi meleset. Ini bisa bikin seluruh tim kena imbasnya.
Yang lebih berbahaya adalah ketika mereka mulai menjadikan masalah pribadi sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab. Alih-alih mencari solusi, mereka memilih untuk terus merasa sebagai korban. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam tim karena beban kerja jadi gak adil. Supaya gak terjebak dalam pusaran ini, penting banget untuk tetap punya batas profesional yang jelas. Peduli boleh, tapi jangan sampai ikut larut dalam kekacauan emosional orang lain.
6. Suka menyebarkan gosip

Gosip di kantor sering dianggap sebagai bumbu ringan, tapi sebenarnya bisa merusak banyak hal. Rekan kerja yang hobi menyebar cerita tentang orang lain biasanya jadi pusat drama tanpa disadari. Cerita yang awalnya kecil bisa dibesar-besarkan dan membuat salah paham. Kalau informasi yang disebarkan gak benar, reputasi orang lain bisa rusak begitu saja. Akibatnya, kepercayaan antarpegawai jadi runtuh.
Yang menyedihkan, kadang gosip ini dikemas dengan gaya “curhat” atau “kasih tahu aja sih.” Kamu jadi gak sadar sedang diajak terlibat dalam drama. Kalau kamu ikut menyebarkan, tanpa niat sekalipun, kamu jadi bagian dari lingkaran toxic. Supaya suasana kerja tetap sehat, lebih baik jaga mulut dan telinga dari informasi yang gak perlu. Fokus pada pekerjaanmu sendiri dan hindari kebiasaan ikut campur urusan orang lain.
Drama di kantor gak akan bisa hilang sepenuhnya, tapi bisa dikurangi dengan kesadaran dan batas yang sehat. Banyak drama berasal dari sikap rekan kerja yang gak disadari bisa berdampak besar. Semakin kamu memahami pola-pola ini, semakin siap kamu menghadapi dan menghindari konflik yang gak perlu. Pilih lingkungan kerja yang suportif dan jangan takut menjaga jarak dari orang yang menyedot energimu. Karena di tempat kerja, produktivitas dan kedamaian mental sama pentingnya.