Cara Anak Menemukan Jati Diri Lewat Menantang Otoritas Orangtua

Setiap anak memiliki cara unik dalam mengenal dirinya. Salah satu proses penting yang sering kali terjadi adalah saat anak mulai mempertanyakan aturan dan keputusan orangtua. Momen ini bisa jadi awal dari perjalanan mereka menemukan jati diri.
Wajar jika orangtua merasa khawatir saat anak terlihat membangkang. Namun, sikap itu bisa menjadi bagian dari perkembangan berpikir kritis mereka. Yuk, cari tahu bagaimana fase ini bisa jadi momen berharga untuk menumbuhkan ketangguhan anak lewat artikel berikut ini!
1. Anak jadi belajar menyuarakan pendapat

Saat anak menolak atau mempertanyakan aturan, itu bisa jadi cara mereka melatih keberanian dalam menyuarakan pendapat. Mereka mulai menyadari bahwa mereka punya suara yang penting dalam keluarga. Ini adalah langkah awal dalam mengenal siapa diri mereka dan apa yang mereka yakini.
Proses ini membantu anak memahami bahwa pendapat mereka dihargai. Jika orangtua merespons dengan tenang dan terbuka, anak akan merasa aman untuk terus mengungkapkan pikirannya. Dengan begitu, kepercayaan dirinya akan berkembang secara sehat.
“Hubungan dengan orangtua yang peduli adalah faktor protektif paling kuat bagi anak,” kata Prof. Ann Masten, profesor di Institut Perkembangan Anak di Universitas Minnesota, dilansir Newyork Times.
2. Anak sedang menguji batas dan konsekuensi

Anak sering kali menantang aturan untuk mengetahui sejauh mana batas yang berlaku. Ini bukan semata-mata soal melawan, tapi keingintahuan mereka tentang konsekuensi dari sebuah pilihan. Menurut Dr. Masten, anak sedang mengamati dan belajar dari reaksi orangtua terhadap tindakan mereka.
Lewat proses ini, anak belajar mengambil tanggung jawab atas perbuatannya. Mereka juga belajar bahwa setiap keputusan memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Ini menjadi bagian penting dalam perkembangan moral dan emosional anak.
3. Mengembangkan pemikiran kritis anak

Dengan mempertanyakan aturan, anak melatih kemampuannya dalam berpikir kritis. Mereka tidak lagi hanya menerima informasi, tapi mencoba memahami alasan di balik keputusan orangtua. Ini membantu mereka membentuk pola pikir yang mandiri.
Pemikiran kritis adalah keterampilan penting yang berguna seumur hidup. Anak yang terbiasa berpikir kritis akan lebih siap menghadapi tantangan dan membuat keputusan yang matang. Dukungan orangtua sangat penting dalam membentuk pola pikir ini.
4. Anak mulai mengenal nilai dan prinsip pribadi

Saat anak mulai berbeda pendapat, mereka juga sedang membangun sistem nilai dan prinsip pribadi. Ini bisa dipicu dari hal sederhana, seperti tidak setuju dengan aturan jam malam atau jenis makanan. Mereka mulai mempertanyakan apa yang benar menurut versi mereka.
Melalui diskusi dan pengalaman, anak akan menyaring nilai-nilai mana yang sesuai dengan dirinya. Orangtua bisa menjadi pendamping dalam proses ini tanpa harus memaksakan pandangan. Hasilnya, anak tumbuh menjadi pribadi yang punya pendirian.
“Anak yang tangguh adalah anak yang percaya diri dalam menghadapi tantangan serta yakin bahwa mereka mampu menemukan solusi atas masalah yang dihadapi,” kata Lynn Lyons, seorang pekerja sosial berlisensi dan psikoterapis, dilansir Psych Central.
5. Menjalin relasi yang lebih seimbang dengan orangtua

Tantangan terhadap otoritas bisa jadi momen untuk membentuk relasi yang lebih sehat antara anak dan orangtua. Anak tidak lagi hanya sebagai penerima aturan, tapi juga sebagai individu yang didengar. Ini menciptakan komunikasi dua arah yang lebih terbuka.
“Tentu saja, anak juga belajar dari apa yang mereka lihat dari perilaku orangtuanya. Cobalah tetap tenang dan konsisten,” kata Masten.
Relasi yang seimbang akan meningkatkan kedekatan emosional dalam keluarga. Anak merasa dihargai sebagai pribadi yang utuh, bukan sekadar anak kecil yang harus patuh. Hal ini membantu mereka tumbuh dengan rasa percaya diri dan harga diri yang kuat.
Setiap pertanyaan atau bantahan dari anak bisa jadi langkah awal mereka mengenal siapa diri mereka sebenarnya. Daripada langsung memadamkannya, coba jadikan momen ini sebagai ruang dialog yang membangun. Dengan begitu, anak tidak hanya belajar soal batasan, tapi juga soal jadi diri mereka sendiri.