5 Renungan Bijak sebelum Resign, Yakin Ini Keputusan yang Tepat?

Pernah gak sih kamu duduk sendirian setelah kerja, lalu tiba-tiba kepikiran, “Udah deh, besok aku resign aja!” Kalau jawabanmu iya, kamu gak sendirian. Banyak orang merasa seperti itu, apalagi saat stres di tempat kerja mulai gak tertahankan.
Namun, resign bukan cuma soal keluar dari kantor dan mengucap “dadah.” Ini tentang keputusan besar yang berdampak ke masa depan karier dan kesehatan mentalmu. Yuk, simak lima renungan penting sebelum kamu benar-benar mengajukan surat resign.
1. Apakah kamu benar-benar burnout, atau hanya butuh istirahat sejenak?

Capek kerja bisa bikin kamu merasa semuanya salah dan ingin kabur dari semuanya. Namun, burnout beda dengan lelah sementara, burnout bikin kamu kehilangan motivasi bahkan saat sedang libur. Sebelum resign, coba ambil cuti atau jeda dulu untuk menilai apakah kamu hanya butuh recharge atau memang sudah waktunya pergi.
Kadang kita mengira pekerjaanlah yang salah, padahal tubuh dan pikiran kita cuma minta istirahat. Jangan sampai kamu menyesal resign karena ternyata kamu hanya perlu waktu untuk diri sendiri. Evaluasi dulu apa yang sebenarnya kamu rasakan, bukan hanya respons emosional sesaat.
2. Apakah lingkungan kerja kamu toxic atau kamu belum mengomunikasikan kebutuhanmu?

Lingkungan toxic itu nyata dan bisa sangat melelahkan secara emosional. Tapi sebelum menyimpulkan tempat kerjamu toxic, sudahkah kamu bicara dengan atasan atau HR soal masalah yang kamu hadapi? Banyak konflik kerja bisa selesai kalau ada komunikasi yang jujur dan terbuka.
Kalau kamu sudah coba menyampaikan tapi tetap gak ada perubahan, itu bisa jadi tanda bahwa kamu memang butuh ruang baru. Tapi jangan buru-buru keluar sebelum mencoba menyelesaikan masalah secara sehat. Karena kadang, yang kita perlukan bukan pelarian, tapi keberanian untuk mengutarakan isi hati.
3. Apakah kamu punya rencana karier yang jelas setelah resign?

Resign tanpa arah yang jelas bisa bikin kamu malah terjebak dalam ketidakpastian. Idealnya, kamu sudah punya opsi lain atau minimal tahu ke mana kamu mau melangkah. Jangan sampai kamu resign hanya untuk akhirnya terjebak dalam pengangguran dan kebingungan.
Pikirkan dengan matang: apakah kamu mau pindah ke industri baru, lanjut kuliah, atau membangun usaha sendiri? Karier bukan soal lari dari yang sekarang, tapi melangkah ke sesuatu yang lebih baik. Buat blueprint untuk langkah selanjutnya agar keputusanmu benar-benar strategis.
4. Apakah kamu resign karena bosan atau memang sudah tidak berkembang?

Merasa bosan di tempat kerja itu hal wajar, terutama kalau kamu sudah lama di posisi yang sama. Tapi bosan bukan alasan kuat untuk resign kalau kamu belum berusaha mencari tantangan baru di tempat yang sama. Bisa jadi kamu hanya butuh proyek baru atau rotasi jabatan untuk menyegarkan semangat kerja.
Tapi kalau kamu sudah merasa stagnan terlalu lama, dan gak ada peluang untuk tumbuh, mungkin memang waktunya pindah. Renungkan apakah kamu masih belajar sesuatu di tempat ini, atau sudah lama berhenti berkembang. Jangan biarkan rasa bosan yang sementara menutup peluang yang sebenarnya masih ada.
5. Apakah keputusan ini dibuat dalam keadaan emosi atau sudah dipikirkan matang-matang?

Jangan pernah resign saat kamu sedang marah, kecewa, atau terlalu emosional. Keputusan penting harus dibuat dengan kepala dingin, supaya kamu gak menyesal di kemudian hari. Kadang kita hanya butuh waktu tenang untuk melihat situasi secara objektif.
Coba beri jeda beberapa hari, diskusikan dengan orang terpercaya, dan tulis alasanmu secara tertulis. Kalau setelah itu kamu masih merasa mantap, baru lanjut ke proses resign. Ingat, pekerjaan boleh berganti, tapi keputusanmu akan selalu punya konsekuensi.
Resign adalah hak setiap pekerja, tapi keputusan itu harus datang dari kesadaran, bukan pelarian. Jangan sampai kamu menyesal hanya karena terburu-buru keluar dari tempat yang sebenarnya masih bisa diusahakan. Yuk, pikirkan matang-matang, buat perencanaan, dan ambil keputusan terbaik demi masa depan kariermu!