Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pelajar SMA Bangun Roomforlit, Aksi Nyata Anak Muda Gerakkan Literasi Indonesia

WhatsApp Image 2025-08-19 at 2.28.52 PM (1).jpeg
Roomforlit: book club karya 3 pelajar JIS. (dok.Roomforlit)
Intinya sih...
  • Roomforlit: inisiatif 3 pelajar JIS untuk meningkatkan literasi Indonesia melalui diskusi buku
    • Roomforlit diinisiasi oleh 3 remaja putri yang sama-sama memiliki hobi membaca.
    • Visi ini dicetuskan melihat kondisi Indonesia yang masih bergulat dengan persoalan literasi.
    • Melalui aksi kolektif, Roomforlit hadir untuk menciptakan gerakan literasi yang lebih inklusif.
    • Film Sore mendorong Roomforlit untuk menjadikan literatur Indonesia lebih dekat dan relevan bagi generasi muda
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Literasi Indonesia tengah menjadi sorotan karena prestasinya yang tertinggal dibanding negara-negara lain. Jika diukur dengan negara Asia Tenggara, hasil skor Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menunjukkan, kemampuan membaca siswa Indonesia berada di peringkat 6 dari 8 negara. Dapat dikatakan, kemampuan literasi dan wawasan literatur Indonesia masih menghadapi tantangan serius.

Kesadaran akan perlunya upaya kolektif untuk menumbuhkan kemampuan literasi, turut disadari oleh 3 pelajar Jakarta Interculture School. Naiara Cesca Wuisan, Gracelyn Atmadja, and Mishka Fangiono melahirkan book club bertajuk Roomforlit. Inisiatif ini digagas ketiga siswa SMA tersebut untuk memberi wadah aktif yang mendorong generasi muda agar terlibat dalam kegiatan diskusi karya, khususnya berkaitan dengan kesusastraan.

IDN Times berkesempatan berbincang langsung dengan ketiga Founders Roomforlit dalam diskusi buku pertama mereka yang digelar Sabtu (16/8/25) di NIKA coffee, Jakarta Selatan. Naiara, Gracelyn, dan Mishka berbagi tentang komunitas yang mereka bangun serta acara book discussion Sore: Istri dari Masa Depan yang digelar pada momen sama.

1. Roomforlit: inisiatif 3 pelajar JIS untuk meningkatkan literasi Indonesia melalui diskusi buku

WhatsApp Image 2025-08-19 at 2.28.52 PM.jpeg
Roomforlit: book club karya 3 pelajar JIS. (dok.Roomforlit)

Roomforlit diinisiasi oleh 3 remaja putri yang sama-sama memiliki hobi membaca. Semula bergerak secara daring di laman media sosial, seiring berjalannya waktu, Roomforlit bertransformasi menjadi sebuah gerakan visioner untuk menghadirkan ruang dialog yang lebih bermakna bagi literaturIndonesia.

Bukan tanpa sebab, visi ini dicetuskan melihat kondisi Indonesia yang masih bergulat dengan persoalan literasi. Selain skor PISA yang terbilang kurang memuaskan, sebuah studi dari Central Connecticut State University menyebutkan, tingkat literasi Indonesia berada pada posisi 60 dari 61 negara. Angka yang cukup miris, mengingat pertumbuhan anak muda semakin meningkat.

Merespons tantangan tersebut, Roomforlit hadir untuk menciptakan gerakan literasi yang lebih inklusif. Topik kesusastraan yang diangkat tak hanya sekadar menjadi narasi untuk dibaca, namun menjadi karya yang dibicarakan, didiskusikan, dan menjadi bagian dari kehidupan. Visi inilah yang berusaha Roomforlit wujudkan agar menikmati sastra tak lagi menjadi sekadar kewajiban, melainkan pengalaman yang menyenangkan dan berkelanjutan.

“Kita perlu menghidupkan kembali dialog komunitas dan mengundang beragam perspektif mengenai isu-isu yang hangat dibicarakan saat ini karena tantangan yang kita hadapi sekarang membutuhkan lebih dari sekadar satu cerita,” ujar Gracelyn.

Naiara, Gracelyn, dan Mishka percaya bahwa sastra dapat menjadi kekuatan untuk menggaungkan karya lokal secara lebih luas. Para Founders Roomforlit menekankan, sastra Indonesia memiliki potensi besar, namun masih kurang terwakili di panggung global.

Melalui aksi kolektif yang digerakan oleh Roomforlit, diharapkan sastra tak hanya menjadi karya tulis biasa, namun juga alat untuk mengubah prespektif dunia dalam memandang Indonesia. Selain itu, dengan mengangkat lebih banyak karya lokal, pembaca diantarkan untuk membangun pemahaman lintas generasi dan budaya melalui ruang-ruang diskusi yang digelar.

“Sastra menjadi titik awal yang sama, sebuah halaman yang dapat dibuka dan ditafsirkan ulang oleh siapa pun, di mana pun. Dengan berkumpul di di tengah buku-buku, kita menciptakan ruang untuk bertukar gagasan, mempertanyakan asumsi, dan menemukan tujuan bersama lintas budaya serta generasi," kata Gracelyn.

Melalui klub buku dan sastra, Naiara percaya bahwa ini dapat menjadi langkah besar untuk turut berkontribus terhadap budaya indonesia, "Melalui kisah, puisi, dan narasi Indonesia, kita belajar memahami identitas dan akar kita, sekaligus membangun rasa kebersamaan yang kuat di kalangan generasi muda.”

Para pendiri Roomforlit menyadari, aksi ini perlu digaungkan secara lebih strategis untuk menjangkau semakin banyak individu. Oleh karenanya, Roomforlit berkolaborasi dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) guna memperluas dampak melampaui platform digital. Tujuannya adalah membuka akses literasi agar lebih inklusif bagi anak-anak dan remaja di seluruh negeri.

2. Film Sore mendorong Roomforlit untuk menjadikan literatur Indonesia lebih dekat dan relevan bagi generasi muda

WhatsApp Image 2025-08-19 at 2.29.27 PM (1).jpeg
Roomforlit: book club karya 3 pelajar JIS. (IDNTimes/Dina Salma)

Sejalan dengan semangat untuk menghidupkan kesusastraan, Roomforlit menggelar diskusi buku pertamanya. Kali ini, novel yang diadaptasi menjadi film berjudul SORE: Istri dari Masa Depan membuka debut Roomforlit untuk mengeksplorasi karya seni lokal. Diskusi yang dihadiri oleh Suryana Paramita, penulis sekaligus produser Sore: Istri dari Masa Depan, menjadi wadah untuk mengapresias karya populer Indonesia.

Berkat kesuksesan webseries "Sore: Istri dari Masa Depan" (2017), karya ini kemudian dituangkan dalam buku yang ditulis oleh Paramita atau akrab disapa Mita di tahun 2019. Kemudian, karya tersebut direalisasikan dalam bentuk film layar lebar oleh Yandy Laurens 6 tahun kemudian. Proses yang panjang menghasilkan karya yang memukau dan memiliki makna mendalam. Inilah yang kemudian menggugah Roomforlit untuk menggelar book discussion bersama penulis sekaligus produser Mita.

Berbagi tentang alasan mengangkat buku Sore, Greclyn mengungkapkan, “Kami sangat terinspirasi oleh bagaimana begitu banyak tema mendalam bisa terhubung dalam satu cerita, namun tetap mampu disampaikan ulang dengan baik sehingga semua orang dapat memahaminya. Kami juga berpikir bahwa tema-tema yang dibahas dalam buku ini, relevan bagi semua orang, apa pun budaya atau latar belakangnya. Hal ini menunjukkan bahwa kita memiliki nilai kemanusiaan yang sama sebagai titik temu. Lalu dari situ, kita bisa membuka ruang diskusi untuk membangun komunitas yang lebih baik bersama.”

Diskusi yang berlangsung intim, hangat, namun tetap menumbuhkan proses berpikir yang mendalam ini, berhasil membagikan wawasan serta sudut pandang kreatif Mita dalam proses penulisan novelnya. Ia berbagi bagaimana film dan karya tulis dapat menciptakan pengalaman bercerita yang multidimensional. Acara ini sekaligus menegaskan komitment Roomforlit untuk menjadikan sastra relevan dan dekat dengan generasi muda.

Mita mengapresiasi ruang diskusi yang diciptakan oleh Roomforlit, "Saya kagum sekali dengan Roomforlit. Ada sebuah media membicarakan karya, membicarakan buku, di mana banyak anak muda yang mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap karya seni. Jadi, saya merasa ketika tiba di tempat ini dan melihat banyak sekali generasi muda yang mau membicarakan dan bertemu untuk mengapresiasi sebuah karya, rasanya seperti pertanda baik untuk masa depan kita."

Sore berhasil menginspirasi pendiri Roomforlit untuk lebih menyoroti karya penulis Indonesia ke dalam diskusi mereka. Menuangkan kisah bermuatan lokal dan memperkenalkan lebih banyak kreasi anak bangsa.

3. Roomforlit mendukung kesusastraan Indonesia untuk dikenal lebih luas, termasuk di panggung global

 Diskusi “Sore: Istri dari Masa Depan” oleh Roomforlit. (instagram.com/roomforlit)
Diskusi “Sore: Istri dari Masa Depan” oleh Roomforlit. (instagram.com/roomforlit)

Naiara, Gracelyn, dan Mishka mengakui semula ketiganya lebih banyak mengangkat diskusi terkait western literature dibandingkan karya penulis lokal. Akan tetapi, film Sore: Istri dari Masa Depan garapan Yandy mengubah perspektif mereka. Cerita yang ditulis secara apik oleh Yandy tak hanya menyoroti romansa dewasa muda, namun juga mengangkat sudut pandang yang fresh. Ditambah lagi romance sci-fi tersebut turut direalisasikan melalui karya novel.

“Kisah-kisah ini mencerminkan siapa kita, apa yang kita rasakan, dan apa yang berani kita bayangkan. Menonton Sore mengingatkan kami betapa dalamnya sastra dapat menghubungkan orang, dan melalui acara ini, kami ingin menyalakan kembali rasa makna dan keterikatan itu," ungkap Miskha.

Nayara juga menyampaikan, "Pada musim panas, kami menonton Sore, lalu sangat terinspirasi oleh kisah-kisah Indonesia dan memutuskan mungkin sudah saatnya mengalihkan fokus dari hanya membaca buku-buku barat ke menyoroti lebih banyak suara dan cerita dari Indonesia."

Ketiga founders tersebut mengaku, hidup di lingkungan yang cenderung menikmati western book, juga menjadi salah satu penggerak mereka untuk lebih masif memperkenalkan kreasi seni sastra dari Indonesia. Menunjukkan bahwa suara Indonesia memiliki tempat penting dalam panggung global.

Miskha menyebutkan, mungkin tak banyak yang membaca karya Indonesia di lingkungannya. “Kami hanya ingin menjembatani kesenjangan itu serta membuat teman-teman sebaya kami maupun orang-orang di luar Indonesia tahu bahwa kisah-kisah Indonesia benar-benar kuat dan patut untuk dibaca serta didengarkan,” imbuh dia.

Roomforlit berharap ke depannya dapat menjangkau lebih banyak kisah, komunitas dan karya di seluruh negeri. Langkah nyata untuk untuk memberi dukungan terhadap karya sastra ini diharapkan dapat menginspirasi tidak hanya lebih banyak pembaca, tetapi juga calon penulis dan penggerak budaya. Generasi muda juga dapat menjadi penggerak budaya yang mampu menjaga keberlanjutan warisan sastra Indonesia

“Kami ingin Roomforlit menghadirkan kembali ruang bagi kisah-kisah Indonesia yang sering terabaikan, tetapi sebenarnya layak untuk dirayakan," tutup Mishka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us