Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Khutbah Jumat Tentang Kemerdekaan: Makna Merdeka dalam Islam

Ilustrasi sedang melaksakan khutbah (unsplash.com/masjidpogungraya)
Ilustrasi sedang melaksakan khutbah (unsplash.com/masjidpogungraya)
Intinya sih...
  • Kemerdekaan Indonesia sebagai anugrah Allah dan hasil perjuangan pahlawan
  • Mensyukuri kemerdekaan untuk mengenang jasa pahlawan dan memperkuat kesadaran nasional
  • Kemerdekaan sebagai ajaran Islam, hak asasi manusia, dan penolakan terhadap penjajahan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kemerdekaan merupakan nikmat agung dari Allah yang diperoleh bangsa kita melalui perjuangan panjang para pahlawan. Mereka rela berkorban jiwa dan raga demi terwujudnya kebebasan yang kita nikmati hari ini.

Di momen kemerdekaan ini, khutbah Jumat tentang kemerdekaan akan mengajak kita merenungi makna merdeka yang hakiki menurut ajaran Islam. Mari hadiri khutbah dengan penuh perhatian agar semangat kemerdekaan semakin menguatkan iman, persatuan, dan rasa cinta tanah air.

1. Khutbah Jumat tentang spirit mensyukuri nikmat kemerdekaan

Ilustrasi khutbah Jumat (pexels.com/Alena Darmel)
Ilustrasi khutbah Jumat (pexels.com/Alena Darmel)

Khutbah disampaikan oleh: Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc.,S.Ag., M.Si. (Pengasuh PPTQ. Al Kaukab Bogor dan Katim KLN Kementrian Agama RI)

Segala puji bagi Allah yang telah memerintahkan kita agar memperbaiki kehidupan kita agar memperoleh kepuasan dan kebahagiaan, serta agar kita dapat melaksanakan kewajiban beribadah dan bertakwa kepada-Nya.

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tanpa sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan tidak ada nabi setelahnya. Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam atas junjungan kami Muhammad dan atas keluarga serta sahabatnya yang suci dan berjuang. 

Adapun yang berikut, wahai hamba-hamba Allah, aku berpesan kepada diriku dan kalian untuk bertakwa kepada Allah, karena sesungguhnya orang-orang yang bertakwa telah beruntung. Allah Swt berfirman dalam Kitab-Nya yang Mulia, Dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebagaimana seharusnya bertakwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali sebagai Muslim.

Jama’ah Shalat Jumat, Rahimakumullah

Dua hari hari ke depan, tepatnya tanggal 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia dan tentunya umat Islam Indonesia sebagai mayoritas bangsa ini akan memperingati dan mensyukuri hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 dengan mengusung tema: Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.

Mensyukuri anugrah dan kenikmatan adalah kewajiban bagi umat beragama, bahkan puncak pengabdian dan pengahambaan diri kepada Allah adalah mengingat keagunanNya dan mensyukuri karunia-Nya, terlebih karunia kemerdekaan sebagai nikmat terbesar bagi kehidupan dan keberlangsungan suatu bangsa. Al-Qur'an mengajarkan kepada manusia agar selalu mengingat Allah disertai bersyukur atas nikmatNya dalam satu tarikan nafas. Allah berfirman:

"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku". (Al Baqarah:152).

Jama’ah Shalat Jumat, Rahimakumullah

Setidaknya ada lima spirit dan alasan penting, mengapa kita perlu dan wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan, terlebih dalam konteks sebagai umat beragama dan warga bangsa Indonesia yang dianugrahi berlimpahnya karunia kebaikan dan keberkahan oleh Allah Swt:

Pertama: Kemerdekaan Indonesia Terwujud Berkat Rahmat Allah Swt

Hal ini dengan tegas diabadikan oleh para pendiri Bangsa sebagaimana tercantum dalam alenia ketiga pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Pernyataan yang tulus ini memiliki makna, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil perjuangan bangsa, tetapi juga merupakan anugrah Allah Swt. Sebuah ungkapan dan ketawadluan yang mengandung makna spiritual dan filosofis yang mendalam, sejak kemerdekaan bangsa ini dengan tegas mengakui peran dan kehadiran Allah Swt dalam perjuangan kemerdekaan serta menyatakan tekadnya untuk merdeka dan berdaulat.

Kedua: untuk mengenang dan menghormati jasa, perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan syuhada bangsa.

Mengenang dan menghormati perjuangan pahlawan adalah cara terbaik untuk menghargai jasa dan kontribusi mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Dengan mengenag perjuangan pahlawan, masyarakat dapat memperkuat kohesi sosial, kesadaran nasional dan kualitas kehidupan dalam merawat dan membangun bangsa dan negara yang maju dan berkeadilan. 

Mengenang perjuangan pahlawan juga mampu memperkuat internalisasi nilai-nilai kepahlawanan seperti keberanian, ketangguhan, patriotisme dan pengorbanan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta menjunjung hak-hak asasi manusia. Dalam ajaran Islam, para leluhur dan pejuang juga ditempatkan pada derajat yang tinggi, disertai anjuran mendoakan kebaikan kepada mereka, sebagaimana diisyaratkan Al Quran surat Al Hasyr, ayat 10:

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa:

"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". [Al Hashr: 10]

Ketiga: Mengenang sejarah patriotisme dan perjuangan bangsa

​​​​​​​Jas merah, jangan sekali kali meninggalkan sejarah, demikian kata Proklamator Bung Karno yang disampaikan dalam pidatonya saat peringatan HUT RI ke-21 pada 17 Agustus 1966, dan pidato ini merupakan pidato kenegaraan terakhirnya sebagai Presiden.

Meskipun semboyan ini sepertinya sederhana, namun memiliki makna yang mendalam, yaitu mengingatkan akan pentingnya mengenang dan memetik pelajaran berharga dari sejarah perjalanan bangsa. Sejarah adalah guru kehidupan dan peradaban. 

Dengan memahami sejarah kita dapat belajar dari kekeliruan masa lalu, menghargai pencapaian pendahulu, dan membangun masa depan yang lebih maju dengan modal pengalaman dan komitmen persatuan.

Hal lain yang perlu selalu kita ingat dan diingatkan kepada generasi bangsa, bahwa kemerdekaan Indonesia ini diperjuangkan dan direbut dari tangan-tangan penjajah oleh bangsa Indonesia sendiri, kemerdekaan ini tidak merupakan pemberian penjajah sebagaimana yang lazim dialami oleh negara-negara di dunia ini.

Keempat: ⁠Menanamkan sikap nasionalisme dan cinta kepada tanah air

Nasionalisme dan mencintai tanah air memiliki arti penting dan signifikan dalam membangun dan memperkuat identitas bangsa. Nasionalisme dapat meningkatkan kesadaran nasional dan rasa memiliki terhadap bangsa dan negara sekaligus dapat memperkuat persatuan dan kesatuan dalam menghadapi tantangan dan dinamika zaman. 

Sementara mencintai tanah air dapat mengembangkan rasa patriotisme dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara. Patriotisme ini dapat mendorong individu untuk berkontribusi pada kemajuan dan kesejahteraan bangsa. 

Nasionalisme dan mencintai tanah air dapat meningkatkan solidaritas dan kerjasama di antara masyarakat. Hal ini dapat memperkuat hubungan sosial dan memperkuat kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Terdapat ungkapan dari para ulama:

"Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman".

Orang yang mencintai tanah air pasti akan merawat dan menjaganya dengan baik, dan dengan itu ia akan mampu menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada sesama, dan itu adalah tugas utama manusia sebagai khalifatullah fil ardl. Tanah air adalah modal asasi dalam mengisi kemerdekaan dan membangun peradaban.

Kelima: ⁠Menjaga perdamaian dan stabilitas kehidupan

Sebagaimana tanah air, merawat keamanan dan perdamaian juga merupakan syarat mutlak terlaksananya aktivitas kemanusiaan. Pembangunan apapun tidak mungkin dilakukan di Tengah kondisi masyarakat atau bangsa yang sedang mengalami peperangan atau dipenuhi dengan konflik horizontal. Agama akan tumbuh bersemai di wilayah negara yang damai sebagaimana negara akan eksis dan diliputi keberkahan jika ditopang oleh spiritualitas dan ajaran agama yang kuat.

Imam al-Mawardi dalam karyanya: Adab al-Dunya wa al-Din menyatakan:

"Kekuasaan atau negara yang ditopang oleh agama akan langgeng, dan agama yang ditopang oleh kekuasaan akan kuat".

Pernyataan ini menegaskan hubungan timbal balik dan saling membutuhkan antara agama dan negara. Negara yang didirikan dan dijalankan berdasarkan nilai-nilai agama akan memiliki dasar yang kuat dan langgeng.

Nilai-nilai agama seperti keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan sosial akan menjadi landasan bagi stabilitas dan keberlanjutan negara. "Agama yang ditopang oleh kekuasaan akan kuat": Ini berarti bahwa negara yang kuat, dengan kekuasaannya, dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai agama. Negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik keagamaan, serta mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan ajaran agama yang memicu koflik sosial.

Jama’ah Shalat Jumat, Rahimakumullah

​​​​​​​Melalui mimbar khutbah jumat yang mulia ini, marilah kita ingatkan kembali kepada diri kita. Perjuangan segenap tumpah darah indonesia agar menjadikan momentum peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dengan terus bersyukur melalui upaya kita semua merawat NKRI, menghargai keragaman dan kemajmukan warga bangsa serta terus memberikan doa kebaikan dan keberkahan bagi negeri Indonesia dan para pemimpinnya.

Semoga Allah Swt senantiasa melindungi, memberkahi dan menjauhkan diri kita, para pemimpin bangsa dan negara Indonesia dari segala macam bencana, persetruan dan perpecahan serta mewujudkan impian kita menjadikan negeri ini baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Negeri ini yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam kemajuan di bawah naungan ampunan Allah Swt. Amin.

2. Khutbah Jumat tentang mengisi kemerdekaan menuju bangsa yang maju dan diridhai

ilustrasi khutbah Jum'at Maulid Nabi (unsplash.com/Raka Dwi Wicaksana)
ilustrasi khutbah Jum'at Maulid Nabi (unsplash.com/Raka Dwi Wicaksana)

Khutbah disampaikan oleh: Dr. KH. Ahmad Zayadi, M.Pd. (Direktur Penerangan Agama Islam, Kemenag RI)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa adalah inti dari setiap ibadah, ruh dari setiap amal dan bekal terbaik menuju akhirat. Sebagaimana Firman Allah,

”Berbekallah kalian, dan sebaik baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197). 

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥammad saw., sosok mulia yang telah memerdekan manusia dari penghambaan atas materi dan hawa nafsu kepada penghambaan kepada Ilāhī Rabbī.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Kita saat ini telah memasuki bulan Agustus, bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah anugerah besar dari Allah Swt, hasil perjuangan panjang para pahlawan yang yang rela berkorban demi tegaknya kedaulatan dan martabat bangsa. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surah An-Nahl ayat 53:

“Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah,
Secara kebahasaan, kemerdekaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata “al-istiqlāl”, yang bermakna negara-negara merdeka. Dalam konteks kebangsaan, istiqlāl mencerminkan kemerdekaan suatu bangsa dari segala bentuk dominasi, baik kolonialisme fisik maupun hegemoni budaya dan ekonomi. 

Sementara itu, dalam terminologi Islam, istiqlāl tidak berhenti pada kedaulatan semata, tetapi juga bermuara pada kesadaran kolektif untuk membangun peradaban yang merdeka dalam berpikir, berkarya, dan berakhlak. Inilah yang kemudian berkelindan dengan konsep “al-ḥurriyyah” atau kebebasan, yang lebih menekankan pada dimensi personal dan spiritual. 

Hurriyyah dalam Islam bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab bebas dari perbudakan hawa nafsu, tekanan struktural yang menindas, dan pemikiran yang membelenggu kebenaran. Dengan kata lain, istiqlāl adalah bentuk kebebasan kolektif dalam skala sosial dan kenegaraan, sementara hurriyyah adalah kebebasan internal yang membebaskan manusia untuk taat dan tunduk hanya kepada Allah Swt.

Keduanya adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang tidak hanya maju secara lahiriah, tetapi juga diridhai oleh Allah secara batiniah. Ibnu ‘Āsyūr dalam kitab Maqāṣid al-Syarī‘ah al-Islāmiyyah menjelaskan bahwa kebebasan memiliki dua sisi.

Pertama, kebebasan dari perbudakan fisik, yaitu kemerdekaan dalam arti literal. Kedua, kebebasan dalam makna batiniah, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur hidupnya sendiri dengan sadar, tanpa tekanan dan paksaan.

Syariat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kebebasan dalam banyak aspek. Islam menjamin kebebasan berkeyakinan (ḥurriyyah al-i‘tiqād), kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat (ḥurriyyah al-aqwāl), kebebasan dalam belajar, mengajar, dan berkarya (ḥurriyyah al-‘ilmi wa at-ta‘līm wa at-ta’līf), serta kebebasan dalam bekerja dan berwirausaha (ḥurriyyah al-a‘māl).

Semua bentuk kebebasan ini diarahkan bukan untuk membebaskan manusia dari nilai, tetapi justru untuk meneguhkan nilai-nilai luhur yang berlandaskan tauhid. Imam Asy-Syafi‘i rahimahullah dalam kitab al-Umm menegaskan makna spiritual dari kebebasan dengan menyatakan:

“Sesungguhnya kemerdekaan yang hakiki adalah pembebasan diri dari perbudakan hawa nafsu dan syahwat, serta mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah semata.”

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kemerdekaan yang diraih harus diisi dengan semangat membangun bangsa yang maju dan diridhai Allah. Ikhtiar pertama adalah membangun peradaban berbasis ilmu. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

“Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ilmu adalah pondasi dari kemajuan. Tiada bangsa yang mampu melangkah ke depan tanpa menjadikan ilmu sebagai pilar utama. Sejak wahyu pertama turun dengan kata Iqra’, Islam menempatkan ilmu pada posisi tertinggi dalam membentuk peradaban.

Ikhtiar kedua adalah menegakkan akhlak kolektif dan etos kerja. Ini merupakan syarat transformasi sosial sebagaimana difirmankan Allah: 

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Perubahan besar dimulai dari perubahan kecil dalam diri dan lingkungan sekitar. Ini memerlukan kerja kolektif yang konsisten dan berkelanjutan. Allah juga berfirman:

“Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu….” (QS. At-Taubah: 105)

Dari aspek moral, Rasulullah saw bersabda:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Mari kita isi kemerdekaan ini bukan hanya dengan perayaan simbolik. Dengan tindakan nyata untuk semua orang, yakni upgrade ilmu dan keterampilan, meningkatkan produktivitas dan kualitas serta etos kerja; sekaligus tindakan kolektif yakni memelihara persatuan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia. 

Pesan penting dari para pejuang kemerdekaan bangsa ini, ialah bahwa persatuan dan akhlak mulia ini harus di ikhtiarkan secara sungguh-sungguh. Persatuan, kemajuan bangsa, dan kemuliaan akhlak lahir dari kebersamaan, al-barokatu ma’al jamaah.

Kemerdekaan adalah tanggung jawab, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga amanah itu. Kemerdekaan juga menjadi modal bagi Warga Negara Indonesia untuk terus melestarikan jejak kebaikan dari para pendiri bangsa dan para pendahulu untuk terus membangun kerukunan demi terwujudnya kebaikan bersama, mewujudkan al-maslahah al-ammah.

Semoga Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya unggul dalam teknologi dan ekonomi, tetapi juga menjadi “baldat tayibat warabb ghafur” artinya yakni negeri yang baik dalam tatanan nilai, sistem, dan arah peradabannya serta mendapatkan limpahan ampunan dan keridhaan dari Allah Swt.

3. Khutbah Jumat tentang kemerdekaan sesungguhnya adalah ajaran Rasulullah saw

Arief Rosyid Hasan menjadi khatib khutbah Jumat di Masjid UIN Alauddin Makassar, Jumat (8/3/2024)/Istimewa
Arief Rosyid Hasan menjadi khatib khutbah Jumat di Masjid UIN Alauddin Makassar, Jumat (8/3/2024)/Istimewa

Khutbah disampaikan oleh: Ustadz M Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat

Kita sudah memasuki bulan Agustus 2025, yang merupakan bulan peringatan kemerdekaan RI. Seyogyanya pada momen peringatan kemerdekaan ini, kita perlu bersyukur dan berterima kasih kepada para pejuang dan pendiri bangsa ini yang telah berhasil melepaskan diri dari kungkungan kolonial.  

Bagi umat Islam, kemerdekaan bukan sekedar keinginan umumnya manusia, namun ia juga termasuk ajaran agama. Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya bahwa masing-masing manusia memiliki hak untuk merdeka.  

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puja dan puji kepada Allah yang telah memberikan banyak anugerah kepada kita, baik materi maupun imateri. Kedua, shalawat dan salam semoga senantiasa kita haturkan bagi Baginda Nabi Muhammad dan keluarga serta para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan kepada kita.   

Tauladan di sini bukan hanya dalam ibadah relasi antara mahluk dengan Tuhan, melainkan juga relasi antar sesama mahluk-Nya. Dengan kata lain, takwa di tangan Nabi dan para sahabatnya tidak hanya terbatas meningkatkan ibadah personal saja, melainkan juga ibadah dan aktifitas sosial menjadi ajang untuk meningkatkan ketakwaan.

Oleh karenanya, marilah kita meningkatkan ketakwaan dengan memperbaiki dan memperbagus kedua aspek ibadah tadi, yaitu personal dan sosial. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Berbicara ibadah personal barangkali kita sudah maklum semua, yaitu seperti shalat dan puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah. 

Level dan kualitas Nabi dan para sahabatnya dalam mengerjakan ibadah-ibadah ini tentu saja sudah tidak diragukan lagi. Ketulusan dan kekhusyu’an mereka tidak bisa ditandingi oleh siapa pun dari generasi umat ini. 

Maka dari itu, mereka disebut sebagai generasi terbaik dalam perjalanan Islam. Begitu juga ibadah sosial yang telah dilakukan oleh generasi tersebut dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya, termasuk generasi kita hari ini.    

Di antara contoh yang cukup fenomenal yang dilakukan Nabi dan para sahabatnya adalah tidak melakukan balas dendam kepada kafir Quraisy pada saat penakulkan Kota Makkah. Dalam kitab sejarahnya Imam Ibnu Katsir, al-Bidayah wan Nihayah dikisahkan: 

Nabi bersabda, "Wahai kaum Quraisy, apa pendapat kalian yang akan aku lakukan terhadap kalian?", Mereka menjawab," "Kebaikan wahai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia", Nabi bersabda, Pergilah, kalian terbebas (dari hukuman)."   

Kita semua sudah pasti tahu bagaimana gangguan, teror, dan siksaan yang dilakukan kaum kafir Quraisy kepada Nabi dan para sahabatnya selama masih di Makkah.   Bahkan ketika di Madinah pun tetap mereka tetap mengejar dan membuat sekutu dari agama lain seperti Yahudi untuk menyerang Nabi dan para sahabatnya. Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah.   

Namun itu semua tidak membuat Nabi dan para sahabatnya berkeinginan untuk membalas dendam. Pada saat tragedi Fathu Mekkah Nabi malah menegaskan bahwa kaum Quraisy merdeka dan terbebas dari berbagai sanksi.   

Para sahabat pun ketika mendengar pernyataan Nabi juga tidak ada yang membantahnya. Mereka langsung mematuhi Nabi, meskipun tidak sedikit dari mereka yang pastinya mempunyai rasa marah atas kelakuan kaum Quraisy. 

Padahal seandainya Nabi dan para sahabatnya mau memberikan hukuman tentu tidak akan ada pihak yang berani memprotes, atau setidaknya Nabi dapat menjadikan mereka sebagai budak sebab momen itu kekuasaan sepenuhnya berada di tangan umat Islam. Namun Nabi hendak mengajarkan kepada umatnya bahwa masing-masing manusia memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari hukuman.    

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Selain tragedi bersejarah tersebut, pada kesempatan lain masih banyak sabda dan sikap Rasulullah yang menunjukkan keberpihakan beliau untuk menjadi manusia merdeka. Seperti sistem perbudakan pada saat itu, Rasul malah mendorong umatnya untuk melepaskan status budak yang melekat pada diri seseorang.     

Dorongan ini dapat terlihat pada ajaran-ajarannya seperti janji pahala bagi yang memerdekakan budak, memerdekakan budak sebagai denda kafarat bagi pelanggar aturan tertentu, mempermudah merdeka bagi budak mukatab (menyicil kemerdekaan), bahkan dalam riwayat Muslim disebutkan:   

“Siapa saja yang menampar budaknya atau memukulnya maka kaffaratnya berupa memerdekakannya.(HR. Muslim).   

Sabda Nabi ini hendak menegaskan bahwa budak tetaplah manusia sehingga tidak boleh diperlakukan semena-mena, apalagi menyiksanya. Inilah ajaran Islam yang sejati, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Budak selaku kasta sosial yang rendah tetap harus diperlakukan dengan baik dan sopan. Maka bila bermain tangan terhadapnya sanksinya ialah melepaskan status kebudakannya.

Imam Nawawi di dalam kitabnya, al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim, mengomentari hadis ini bahwa para ulama bersepakat bahwa hukum memerdekannya tidak bersifat wajib, melainkan sunnah saja. Meski demikian, kata Imam Muslim, para ulama mengatakan berdasarkan hadis ini agar bersikap baik dan menahan diri untuk menyiksa seorang budak.   

Bahkan kesunnahan memerdekakan budak di sini dengan harapan sebagai penebus dosa atas kezaliman yang dilakukan sang tuan. Artinya, melakukan penyiksaan kepada budak itu perbuatan zalim. Dan agama Islam mengajarkan agar kita menjauhi beragam perbuatan zalim.   

Bila menyiksa budak dikategorikan perbuatan zalim, lantas bagaimana bila dilakukan kepada orang merdeka sebagaimana perbuatan para kolonial? Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,  Dalam pandangan Islam, kolonialisme dan imperialisme merupakan kezaliman.

Maka menghindari kezaliman dengan menjadi merdeka merupakan sebuah anjuran. Dalam Islam sendiri, manusia merdeka memiliki segudang kelebihan dibandingkan manusia yang berada di bawah kekuasaan manusia yang lain.    

Dengan merdeka maka seseorang memiliki kebebasan dan hak penuh untuk mengendalikan dirinya sendiri.  Nabi Muhammad sendiri menyadari kalau sistem perbudakan merupakan bentuk penjajahan dan bertentangan dengan fitrah manusia.

Namun Nabi tidak langsung menghapus sistem tersebut begitu saja sebab kondisi yang tidak memungkinkan.  Makanya beliau menggunakan strategi yang sangat halus yang tidak disadari banyak pihak, yaitu sebagaimana cara-cara yang telah disebutkan sebelumnya.

Keinginan dan anjuran Nabi untuk menjadi manusia merdeka mendapat dukungan dari ayat al-Quran yang berbunyi: 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. al-Hujurat: 13).    

Ayat tersebut mempertegas posisi manusia di hadapan Allah yang setara semuanya, hanya yang paling bertakwalah yang paling tinggi derajatnya. Dengan demikian, dalam konteks kemerdekaan dan penjajahan, seyogyanya manusia itu tidak boleh ada yang merasa lebih di antara yang lain.  

Para kolonial melakukan penjajahan karena merasa lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih berkuasa atas orang-orang yang dijajah. Perasaan-perasaan semacam itulah yang memicu untuk menguasai atas yang lain, sehingga merasa pantas mengendalikan bahkan menyiksa yang lain.

Maka dari itu, sudah sepatutnya setiap individu, golongan suku dan bangsa mengambil hak kemerdekaannya, melepaskan diri dari genggaman orang lain. Begitulah kiranya yang menjadi api bagi para pahlawan dan pendiri bangsa ini agar Indonesia dapat berdikari; berdiri di atas kaki sendiri.

Merdeka dalam berbagai sektor: fisik, teritorial, ekonomi, budaya serta pemikiran. Warisan kemerdekaan ini pada hakikatnya amanah dari pendahulu kita, sehingga semoga kita dapat menjaga amanah ini dengan baik.  

Demikian khutbah Jumat tentang kemerdekaan yang bisa kamu jadikan referensi. Semoga peringatan kemerdekaan Indonesia tahun ini bisa kita maknai dengan baik, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nafi Khoiriyah
EditorNafi Khoiriyah
Follow Us