80 Tahun RI Merdeka: Partai Politik Semakin Jauh dengan Rakyat

- Indeks demokrasi Indonesia fluktuatif sepanjang delapan dekade, dengan perbaikan pasca reformasi namun masih terkendala oleh korupsi dan kerentanan politik.
- Analis Politik Keamanan Lab45 menegaskan bahwa partai politik semakin jauh dari masyarakat, kehilangan fungsinya sebagai corong aspirasi rakyat karena pragmatisme dan ketergantungan pada pemodal besar.
- Kelemahan partai politik menjadi persoalan sentral dalam konsolidasi demokrasi Indonesia, dengan hubungan yang semakin renggang dan fungsi kritisnya sebagai corong kepentingan rakyat terancam.
Jakarta, IDN Times – Perjalanan delapan dekade demokrasi Indonesia menunjukkan pasang surut yang dipengaruhi dinamika politik, kualitas pemerintahan, hingga peran partai politik. Laporan terbaru yang dipaparkan dalam Seminar Delapan Dekade Demokrasi dan Proyeksi Indonesia 2045 dari Lab45 menyebutkan, meskipun demokrasi Indonesia mengalami perbaikan pascareformasi, tantangan serius masih membayangi, terutama pada pelemahan peran partai politik sebagai motor demokrasi.
Data Economist Intelligence Unit (EIU) 2025 melaporkan rata-erat indeks demokrasi dunia mengalami penurunan ke angka 5.10.
Laporan itu juga menyebut, sebagian negara bergerak ke arah rezim hibrida dan otoritarianisme kompetitif. Hal ini menunjukkan adanya kemunduran dalam penerapan prinsip kebebasan, hak sipil, serta supremasi hukum.
1. Pasang surut demokrasi Indonesia

Indonesia tidak luput dari tren global tersebut. Indeks demokrasi Indonesia bergerak fluktuatif sepanjang delapan dekade:
- Awal kemerdekaan: indeks tata kelola rendah (-1,98), pemerintahan belum optimal.
- Demokrasi parlementer: perbaikan indeks (-1,85) dengan kebebasan berpendapat lebih baik, meski stabilitas terganggu oleh seringnya pergantian kabinet.
- Demokrasi terpimpin: penurunan drastis (-2,09) akibat kebijakan represif yang membatasi kebebasan berpendapat dan supremasi hukum.
- Demokrasi Pancasila: perbaikan (-1,64) melalui regulasi dan pemerintahan efektif, tetapi kebebasan tetap dibungkam.
- Pascareformasi: indeks membaik (-0,47) di hampir semua aspek, meski masih terkendala oleh korupsi, kerentanan politik, dan independensi peradilan yang rapuh.
Data indeks lima pilar demokrasi menunjukkan pola penting:
- Legislatif: menguat pada masa parlementer (0,46), jatuh ke titik terendah pada masa terpimpin dan Pancasila (0,07), lalu bangkit pascareformasi.
- Yudikatif: lemah pada era terpimpin dan Pancasila (0,2), tetapi menguat pascareformasi dengan lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).
- Pers: sempat anjlok pada Orde Lama dan Orde Baru (nilai 15), lalu melonjak pascareformasi (nilai 41) dengan lahirnya UU Pers 1999.
- Masyarakat sipil: kuat pascakemerdekaan (rerata 0,57), tertekan pada era terpimpin dan Pancasila (0,28), lalu kembali tumbuh pascareformasi.
- Partai politik: cenderung stagnan dan menjadi pilar paling lemah, dengan nilai signifikansi rendah (0,1259) dibanding pilar lain.
2. Partai politik jadi titik lemah demokrasi

Analis Politik Keamanan Lab45, Omar Farizi Wonggo persoalan utama demokrasi Indonesia justru berada di tubuh partai politik.
“Partai politik semakin jauh dari masyarakat. Pragmatisme, kartelisasi, dan ketergantungan pada pemodal besar membuat partai kehilangan fungsinya sebagai corong aspirasi rakyat,” ujar Omar dalam seminar nasional di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Ia menegaskan, lemahnya kaderisasi, personalisasi kepemimpinan, hingga faksionalisme nonproduktif menjadikan partai gagal membawa agenda demokratis ketika kadernya menduduki jabatan publik.
“Demokrasi kita kerap ditentukan oleh elite dan transaksionalisme, bukan ideologi atau program partai. Inilah yang membuat demokrasi Indonesia rapuh,” kata dia.
3. Partai politik kian jauh dengan

Delapan dekade perjalanan Indonesia memberi banyak pelajaran. Kelemahan partai politik menjadi persoalan sentral dalam konsolidasi demokrasi Indonesia.
“Hubungan partai dengan masyarakat semakin renggang. Pragmatisme politik, kartelisasi, hingga ketergantungan pada pemodal besar membuat partai kehilangan fungsi kritisnya sebagai corong kepentingan rakyat,” ujar Omar.