Jelang Sidang Hasto, Ada Keranda Mayat 'Matinya Demokrasi' di Jalanan

- Simpatisan Sekjen PDI Perjuangan memadati Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan.
- Massa berbaju serba hitam berkumpul di sekitar mobil komando dengan dua keranda mayat bertuliskan 'matinya demokrasi'.
- Hasto dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta karena terbukti korupsi dan merintangi penyidikan KPK.
Jakarta, IDN Times - Sejumlah simpatisan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memadati kawasan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan. Mereka terlihat memenuhi sisi luar sebelah kiri pengadilan.
Sebuah mobil komando terparkir di tengah Jalan Bungur Besar Raya yang telah ditutup polisi. Di sekelilingnya, massa berbaju serba hitam sudah berkumpul.
Pantauan IDN Times, terdapat dua keranda mayat di tengah-tengah kerumunan. Keranda tersebut ditutupi kain hitam bertuliskan 'matinya demokrasi' , disertai bunga tabur di sekelilingnya.
Selain itu, ada pula galon dan kotak amal yang bertuliskan 'koin untuk Hasto'. Koin itu sudah memenuhi media penyimpanannya.
Adapun persidangan Hasto baru dimulai pukul 14.00 WIB. Karena kapasitas maksimal ruang sidang 70 orang, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menayangkan sidang putusan melalui YouTube.
Sebelumnya, Hasto dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai Hasto terbukti korupsi dan merintangi penyidikan KPK. Hasto disebut tak mengakui perbuatannya dan tak mendukung program pemberantasan korupsi pemerintah.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus eks caleg PDIP Harun Masiku. Pertama, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel agar tidak terlacak usai KPK menangkap Wahyu Setiawan. Kedua, Hasto meminta ajudannya, Kusnadi, merendam ponsel milik Sekjen PDIP itu saat diperiksa di KPK pada Juni 2024.
Selain itu, ia didakwa turut serta menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa telah melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.