Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kala DPR Belum Siap Hadirkan Ahli dan Saksi Uji UU BUMN di Sidang MK

berita_1753856278_0fddbe4171678c80bb90.jpg
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat mengikuti persidangan (dok. Humas MK)

Jakarta, IDN Times - Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) untuk Perkara Nomor 52//PUU-XXIII/2025 dan 64/PUU-XXIII/2025, Rabu (30/7/2025), terpaksa digelar singkat dari biasanya.

Padahal, sidang tersebut digelar dengan agenda mendengar keterangan ahli dan saksi dari pihak DPR. Biasanya sidang dengan agenda ini digelar cukup panjang, karena harus mendengarkan keterangan secara bergantian, lalu dilanjutkan dengan sesi pertanyaan dari pihak-pihak yang hadir di persidangan.

Hal itu disebabkan, DPR mengaku belum siap untuk menghadirkan ahli dan saksi dalam persidangan. DPR meminta penjadwalan ulang sidang.

“DPR minta penjadwalan ulang karena belum siap untuk menghadirkan ahli dan saksi. Nanti suratnya bisa dibaca oleh para pemohon dan pemerintah,” ujar Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

1. Sidang ditunda hingga 6 Agustus 2025

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

MK pun menunda sidang ini hingga Rabu, 6 Agustus 2025 pukul 13.30 WIB. MK memberikan kesempatan sekali lagi kepada DPR menghadirkan ahli dan saksi, untuk menyampaikan keterangan mengenai pengujian formil UU BUMN.

“Jika tidak menggunakan kesempatan itu, nanti kami akan putuskan selanjutnya seperti apa untuk percepatan permohonan ini, karena ini berkaitan dengan pengujian formil yang dibatasi tenggang waktu penyelesaiannya,” kata Suhartoyo.

2. MK tanggapi permohonan pemohon untuk hadirkan DPD dan BPK

IMG-20250729-WA0010.jpg
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo (YouTube/Mahkamah Konstitusi)

Sementara, Suhartoyo juga menanggapi perihal permohonan pemohon untuk menghadirkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, untuk menyampaikan keterangan di muka persidangan atau setidaknya-tidaknya kedua lembaga tersebut dapat menyampaikan keterangan secara tertulis.

“Nanti kami pastikan di sidang yang terakhir, jika memang bukan sidang terakhir, sidang yang tanggal 6 bahwa permohonan saudara dikabulkan atau tidaknya,” tutur Suhartoyo.

3. DPR dianggap tak mematuhi hukum dalam pembentukan UU BUMN

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebagai informasi, dalam permohonannya, para pemohon menilai RUU BUMN tidak termasuk Program Legislasi Nasional Prioritas Tahunan, sehingga terdapat kesalahan prosedural yang menyebabkan UU BUMN yang baru cacat formil.

Para Pemohon Perkara Nomor 52/PUU-XXIII/2025 yakni Abu Rizal Biladina dan Bima Surya, yang merupakan mahasiswa semester IV Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menilai DPR tidak mematuhi hukum yang berlaku dalam peraturan lebih lanjut mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dijelmakan dalam Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, sehingga dilanggarnya hak konstitusional para pemohon yang termaktub dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 dan mengakibatkan UU 1/2025, tentang BUMN tidak sah karena tidak melalui prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai.

Karena itu, dalam petitumnya para pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan UU 1/2025 tentang BUMN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Para Pemohon juga memohon kepada Mahkamah agar UU 1/2025 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan ketentuan norma dalam UU yang telah diubah, dihapus, dan atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam UU 1/2025 tentang Perubahan Atas UU 19/2003 tentang BUMN berlaku kembali.

Sementara, Perkara Nomor 64/PUU-XXIII/2025 dimohonkan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mahasiswa Islam Cabang Jakarta Barat, yang diwakili Rizki Hidayat (Direktur Eksekutif) dan Yoga Prawira Suhut (Direktur Keuangan), Yayasan Cita Lokataru (Lokataru Foundation), serta perseorangan warga negara atas nama Kusuma Al Rasyid Agdar Maulana Putra.

Pemohon selaku organisasi yang memiliki tugas untuk melakukan konsultasi dan advokasi hukum kepada publik tidak pernah mengetahui, dan tidak pernah dilibatkan dalam proses pembentukan UU BUMN. Sehingga proses pembentukan undang-undang ini dinilai tidak melaksanakan meaningful participation sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F UUD NRI 1945.

Para pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, dan menyatakan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Para pemohon juga menambahkan petitum provisi yang meminta agar Mahkamah sebelum menjatuhkan putusan akhir menyatakan menunda pelaksanaan UU 1/2025 hingga adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi terhadap Pokok Permohonan a quo. Selain itu, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU 1/2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us