Megawati Cecer Kader Jateng karena Kekalahan Pemilu 2024

- Megawati mengingatkan kader Jateng agar tidak mengulangi lagi kekalahan pada Pemilu 2024
- Megawati menekankan loyalitas sejati seorang kader partai politik tidak diukur dari kepiawaian berbicara, melainkan dari kesediaan turun langsung dengan rakyat.
- Megawati tak ingin PDIP ke depan terjebak pencitraan atau politik populis
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Jawa Tengah (Jateng) agar tidak mempermalukan lagi, akibat kekalahan pada Pemilu 2024. Sebagaimana diketahui, Jateng merupakan salah satu basis suara PDIP yang selalu dimenangkan partai berlambang kepala banteng moncong putih itu.
"Awas lho, jangan memalukan saya lagi lho. Ah, nggak usah teriak-teriak. Yang penting kerjaan. Itu adalah arahan saya," kata Megawati, saat mengabsen kader PDIP ketika Kongres ke-6 PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu (2/8/2025).
1. PDIP tiga kali berturut-turut menang di Jateng

Megawati mengungkapkan dirinya mulai berkiprah di partai politik ketika masuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1986. Melalui PDI, dia pun duduk di kursi parlemen.
"Tiga kali berturut, menang terus, Jawa Tengah," kata dia.
Megawati menekankan loyalitas sejati seorang kader partai politik tidak diukur dari kepiawaian berbicara, melainkan dari kesediaan turun langsung dengan rakyat.
“Saya tidak butuh kader yang hanya pandai beretorika. Saya butuh kader yang rela turun ke bawah, ke akar rumput,” kata dia.
2. Megawati tak ingin PDIP ke depan terjebak pencitraan atau politik populis

Megawati menyebut arah politik PDIP ke depan tidak boleh terjebak pencitraan atau politik populis, melainkan harus berakar pada kerja kerakyatan dan pembumian ideologi.
“Menyatu dengan rakyat dan menegakkan garis-garis ideologi banteng,” kata Presiden kelima RI itu.
3. Jateng kandang banteng

Sebagaimana diketahui, sejarah PDIP dimulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Sukarno pada 4 Juli 1927. PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.
Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, Megawati Sukarnoputri didukung menjadi ketua umum PDI.
Namun pemerintahan Soeharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996, para pendukung Megawati melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.
Kemudian pada 15 Juli 1996, pemerintah Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketua Umum DPP PDI, hingga akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati bentrok dengan kubu Suryadi. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan 27 Juli atau dikenal Peristiwa Kudatuli.
Usai Suharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketua umum DPP PDI 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali. Megawati kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu.
PDIP melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP 2000-2005.Pada Kongres IV PDIP di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDIP 2015-2020.