MK Baca Putusan Dua Gugatan UU TNI Hari Ini

- Universitas Muhammadiyah Surakarta mengajukan gugatan terkait UU TNI
- Perkara 85/PUU-XXIII/2025 dicabut oleh pemohon
- Lima gugatan ditolak, dua dicabut, sisa delapan gugatan pengujian UU TNI berlanjut
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan dua putusan mengenai gugatan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada hari ini, Kamis (26/7/2025).
Kedua gugatan itu teregister dengan nomor perkara 83/PUU-XXIII/2025 dan 85/PUU-XXIII/2025. Berdasarkan jadwal di situs resmi MK, sidang pembacaan putusan akan diselenggarakan mulai pukul 13.30 WIB.
1. Perkara nomor 83 diajukan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pemohon uji formil Perkara Nomor 83/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam sidang perbaikan permohonan, mereka sempat menambahkan pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yang menjadi batu uji atau dasar pengujian permohonan, yaitu Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28 F, serta Pasal 28J.
Selain itu, para Pemohon juga menguraikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan secara tegas,
“Pembentuk Undang-Undang harus melakukan proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 dan UU 12/2011 (Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan/UU P3).”
Dengan demikian, para Pemohon menjelaskan, apabila Presiden selaku inisiator dalam pembentukan UU TNI tidak melaksanakan kewajibannya sesuai prosedur yang ditetapkan UU 12/2011, maka pembentukan undang-undang tersebut secara formil melanggar hukum dan bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sehingga dapat dikualifikasikan sebagai cacat formil.
Kemudian, para Pemohon juga menambahkan argumentasi bahwa pembentukan UU TNI ini tidak memenuhi tiga pertimbangan agar seseorang dapat mengajukan pengujian formil karena unsur keterbukaan sebagaimana dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 27/PUU-VII/2009. Adapun pertimbangan yang tidak dipenuhi dalam perumusan UU TNI adalah human dignity, accuracy, dan to protect legitimate expectation. Dengan dipenuhinya ketiga pertimbangan itu, maka hak konstitusional para Pemohon telah dilanggar dalam proses pembentukan dan perancangan UU TNI.
Dalam petitumnya para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan UU TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Para Pemohon juga memohon kepada Mahkamah agar menyatakan UU TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sementara dalam sidang pendahuluan, para Pemohon menilai proses legislasi UU TNI dilakukan secara eksklusif tanpa melibatkan publik sehingga apabila UU TNI ini berlaku dan prajurit militer diperbolehkan bekerja di ranah sipil, maka peluang lapangan kerja bagi para Pemohon makin berkurang dan makin sulit didapatkan.
“Para Pemohon yang saat ini masih menjadi mahasiswa takut akan ke depannya apabila Undang-Undang ini sudah berlaku maka peluang lapangan kerja bagi para Pemohon semakin berkurang padahal pada faktanya sebelum adanya Undang-Undang ini lapangan pekerjaan bagi sipil pun sudah sangat sedikit, apabila Militer diperbolehkan bekerja di ranah sipil maka lapangan pekerjaan bagi Para Pemohon akan menjadi sangat sulit untuk didapatkan,” ujar salah satu Pemohon Nova Auliyanti Faiza dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 83/PUU-XXIII/2025 pada Selasa (27/5/2025).
Selain Nova, para Pemohon lainnya adalah Mohammad Arijal Aqil, Shanteda Dhiandra, Bisma Halyla Syifa Pramuji, dan Berliana Anggita Putri. Berliana yang sudah menjadi sarjana hukum mengaku mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan dikarenakan minimnya lapangan pekerjaan serta tinggi angka pencari kerja yang tidak diserap, menghasilkan tingginya angka pengangguran dan persaingan yang sulit. Terlebih apabila posisi jabatan yang sepantasnya diisi oleh sipil yang memiliki keahlian di bidang tersebut justru diisi militer yang kompetensinya bukan di bidang tersebut.
Di samping itu, para Pemohon menyebut UU TNI tidak memenuhi kategori sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam keadaan darurat atau mendesak sebagaimana ketentuan norma Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Tidak terdapat keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam, ataupun urgensi nasional yang nyata dan tidak dapat ditunda sebagai dalih yang ingin dijadikan justifikasi untuk menuntut segera dibentuknya revisi terhadap UU TNI di luar mekanisme program legislasi nasional (prolegnas) yang lazim.
UU TNI juga tidak dapat dikualifikasikan sebagai RUU carry over sebagaimana ketentuan UU P3. Berdasarkan dokumen dan fakta legislasi yang ada, RUU TNI pada periode DPR 2019-2024 tidak pernah sampai pada tahap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) karena Presiden tidak pernah mengirimkan surat presiden maupun DIM sebagai prasyarat konstitusional untuk memulai pembahasan bersama DPR. Menurut para Pemohon, rangkaian proses perencanaan pembentukan UU TNI mencerminkan pola perencanaan yang tergesa-gesa dan mengabaikan prinsip kehati-hatian yang seharusnya menjadi fondasi dalam setiap proses legislasi.
2. Perkara 85/PUU-XXIII/2025 dicabut

Sementara, perkara nomor 85/PUU-XXIII/2025 dicabut oleh Pemohon. Pencabutan itu disampaikan saat MK menggelar sidang pengujian materiil UU TNI pada Senin (23/6/2025). Permohonan ini diajukan oleh warga negara Bernama Ahmad Soffan Aly.
Sidang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra. Agenda sidang yaitu konfirmasi perihal pencabutan permohonan.
“Kami menerima pemberitahuan dari Kuasa Hukum atau Prinsipal perihal pencabutan Perkara Nomor 85. Bagaimana, Silakan,” ujar Saldi.
Menanggapi hal tersebut, Muhammad Qabul Nusantara selaku kuasa hukum Pemohon membenarkan perihal penarikan permohonan. “Ya, Yang Mulia, benar kami mengajukan pencabutan permohonan tertanggal 19 Juni, Yang Mulia. Alasannya karena masih ada yang harus disempurnakan dalam drafnya,”terang Qabul.
Sebelumnya, Pemohon membahas konstitusionalitas norma yang mengatur supremasi sipil dalam UU TNI, khususnya dalam konteks kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan. Dalam pemaparannya, Ferdian menyampaikan bahwa penjelasan pasal tersebut tidak mengantisipasi kondisi darurat sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
“Penjelasan UU TNI hanya menyebut Presiden sebagai pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat. Padahal, dalam keadaan kekosongan serentak, kekuasaan eksekutif dijalankan oleh pelaksana tugas kolektif, yaitu Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan,” ujar Ferdian Zakiy Saputra, kuasa hukum Pemohon, dalam persidangan perdana di MK, Selasa (27/5/2025).
Ia menilai ketidakjelasan norma ini dapat membuka ruang bagi ketidakpatuhan Panglima TNI terhadap pelaksana tugas kepresidenan, terutama dalam situasi krisis nasional. Menurut Pemohon, hal ini berpotensi melemahkan prinsip supremasi sipil dan menimbulkan ketidakstabilan negara.
“Dalam kondisi seperti itu, militer tetap membutuhkan komando yang cepat dan tunggal. Ketidakjelasan posisi komando sipil bisa menimbulkan ketidakefektifan bahkan pembangkangan militer,” lanjut Ferdian.
3. Lima gugatan ditolak, dua dicabut, kini sisa delapan gugatan pengujian UU TNI yang berlanjut

Untuk diketahui, MK sempat menolak lima permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Kamis (5/6/2025). Pasalnya, para pemohon—dalam hal ini masyarakat sipil dan mahasiswa—tidak punya kedudukan hukum atau legal standing.
Adapun total ada 15 permohonan uji materi UU TNI di MK. Lima permohonan telah ditolak dan dua permohonan dicabut. Sehingga tersisa delapan permohonan yang masih berlanjut di MK. Pemohon adalah gabungan mahasiswa dari ragam universitas, advokat, koalisi masyarakat sipil hingga perorangan.
Berikut adalah daftar permohonan pengujian UU TNI yang masih berlanjut hingga:
1. 45/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2. 56/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
3. 68/PUU-XXIII/2025 — Advokat
4. 69/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
5. 75/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
6. 81/PUU-XXIII/2025 — Koalisi Masyarakat Sipil
7. 83/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa tanpa keterangan universitas
8. 92/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang
Sedangkan, berikut pengujian UU TNI yang ditolak dan dicabut
Ditolak
1. 55/PUU-XXIII/2025 — Swasta
2. 58/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa FH Universitas Internasional Batam
3. 66/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa Universitas Pamulang
4. 74/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa FH Universitas Islam Indonesia
5. 79/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa FH Universitas Brawijaya
Dicabut
1. 57/PUU-XXIII/2025 — Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
2. 85/PUU-XXIII/2025 — Perseorangan (baru akan diputuskan MK hari ini)