Ranjau Meledak di Perbatasan Kamboja, 3 Tentara Thailand Terluka

- Kamboja membantah tuduhan penanaman ranjau baru dan menegaskan menghormati gencatan senjata.
- Kamboja menilai ledakan kemungkinan disebabkan oleh sisa ranjau lama, bukan ranjau baru.
Jakarta, IDN Times – Tiga tentara Thailand terluka pada Sabtu (9/8/2025) akibat ledakan ranjau saat berpatroli di perbatasan Thailand-Kamboja, tepatnya di Provinsi Sisaket. Insiden yang terjadi sekitar pukul 10.00 waktu setempat itu berlangsung ketika mereka memasang kawat berduri di wilayah Don Ao-Krissana, dekat Provinsi Preah Vihear, Kamboja. Seorang sersan mayor kehilangan kaki kiri, satu prajurit mengalami luka di lengan dan punggung, sementara satu lainnya mengalami gegar otak serta gendang telinga pecah akibat tekanan ledakan.
Militer Thailand menyebut ledakan itu terjadi di dalam wilayahnya, di area yang sebelumnya dinyatakan bebas ranjau. Thailand menuding Kamboja menanam ranjau di zona perbatasan yang masih disengketakan, dan menilai tindakan itu melanggar Konvensi Ottawa, yaitu perjanjian internasional yang melarang penggunaan ranjau antipersonel serta telah ditandatangani 164 negara termasuk kedua pihak.
“Detail insiden sedang didokumentasikan dan akan dibahas di bawah Konvensi Ottawa,” kata Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, dikutip dari CNA.
1. Kamboja bantah tuduhan penanaman ranjau baru
Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja mengatakan belum ada konfirmasi jelas dari pasukan garis depan mengenai ledakan itu, dan menegaskan tentaranya tetap menghormati semangat gencatan senjata. Otoritas Penanggulangan Ranjau dan Bantuan Korban Kamboja (CMAA), lembaga pemerintah yang menangani pembersihan ranjau, juga membantah tuduhan tersebut.
“Kami tidak, dan tidak akan, menanam ranjau baru,” ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Pemerintah Kamboja mencatat telah membersihkan lebih dari satu juta ranjau serta hampir tiga juta senjata tak meledak dari sisa perang dan kerusuhan sipil sejak 1970. Mereka berpendapat pasukan Thailand mungkin keluar dari jalur patroli yang disepakati dan memicu ranjau lama peninggalan konflik masa lalu. Berdasarkan sikap ini, Kamboja menilai ledakan kemungkinan disebabkan oleh sisa ranjau lama, bukan ranjau baru.
2. Rangkaian insiden memicu bentrokan mematikan
Dilansir dari Al Jazeera, ledakan terbaru ini merupakan yang ketiga dalam beberapa pekan terakhir yang melukai prajurit Thailand saat patroli di perbatasan. Dua insiden sebelumnya pada 16 Juli dan 23 Juli memicu bentrokan bersenjata selama lima hari, dari 24–28 Juli 2025. Bentrokan tersebut melibatkan tembakan artileri, pertempuran infanteri, hingga serangan udara oleh jet tempur.
Pertempuran itu menjadi yang terburuk antara kedua negara dalam lebih dari satu dekade terakhir. Setidaknya 43 orang tewas dan lebih dari 300 ribu penduduk di kedua sisi perbatasan terpaksa mengungsi. Situasi tersebut membuat hubungan Thailand dan Kamboja semakin rapuh di tengah sengketa wilayah yang belum terselesaikan.
3. Upaya gencatan senjata hadapi tantangan serius
Gencatan senjata yang rapuh mulai berlaku sejak 28 Juli 2025 setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memperingatkan tidak akan menyepakati kesepakatan dagang jika pertempuran berlanjut. Pada Kamis (7/8/2025), pejabat pertahanan Thailand dan Kamboja bertemu di Kuala Lumpur, Malaysia, dan menandatangani kesepakatan 13 poin untuk memperpanjang gencatan senjata. Kesepakatan tersebut mengizinkan pengamat dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memeriksa wilayah perbatasan yang disengketakan guna mencegah pecahnya konflik baru.
Meski begitu, ketegangan tetap tinggi akibat maraknya disinformasi daring, ancaman, dan sentimen nasionalisme di kedua negara. Militer Thailand menyebut insiden pada Sabtu sebagai hambatan besar bagi pelaksanaan gencatan senjata serta penyelesaian masalah secara damai. Isu pembersihan ranjau direncanakan menjadi agenda utama dalam pertemuan Komite Perbatasan Regional mendatang untuk mencari solusi jangka panjang.