Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Survei: Mayoritas Warga AS Tak Ingin Negaranya Perang Lawan Iran

protes menolak perang dengan Iran pada 2020. (Anthony Crider, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Penolakan datang dari semua golongan politik
  • Mayoritas pendukung Partai Demokrat, Republik, dan Independen menolak intervensi militer AS dalam konflik Israel-Iran.
  • Iran dianggap musuh, tapi warga AS enggan berperang
  • Warga AS memiliki persepsi negatif terhadap Iran, namun mayoritas ingin pemerintah bernegosiasi dengan Iran terkait program nuklirnya.
  • Warga AS lebih setuju cara nonmiliter
  • Lebih dari setengah responden ingin pemerintah kembali bernegosiasi dengan Iran, sementara delapan dari sepuluh warga AS memilih diplomasi atau sanksi ekonomi.

Jakarta, IDN Times - Sebagian besar warga Amerika Serikat (AS) ternyata tidak ingin negara mereka terlibat secara militer dalam konflik antara Israel dan Iran. Temuan ini terungkap dari survei terbaru The Economist/YouGov di tengah memanasnya tensi kedua negara di kawasan Timur Tengah.

Survei yang dirilis pada Rabu (18/6/2025) ini menunjukkan 60 persen warga AS menolak intervensi militer. Penolakan ini juga datang dari 53 persen pendukung Donald Trump, sementara secara keseluruhan hanya 16 persen yang mendukung keterlibatan militer AS.

1. Penolakan datang dari semua golongan politik

Keinginan agar AS tidak ikut campur dalam perang ini ternyata datang dari berbagai latar belakang politik. Penolakan tercatat datang dari mayoritas pendukung Partai Demokrat sebesar 65 persen, Partai Republik 53 persen, dan kalangan pemilih Independen 61 persen.

Sikap publik ini sejalan dengan pernyataan sejumlah politisi di Washington. Salah satunya adalah anggota Kongres dari Partai Republik, Tim Burchett, yang secara terbuka menyuarakan kekhawatirannya akan potensi perang baru yang dapat melibatkan negaranya.

"Kami tidak membutuhkan perang tanpa akhir lagi di Timur Tengah. Para orang tua yang membuat keputusan dan para pemuda yang akan mati, dan itulah sejarah dari perang," kata Burchett, dilansir The Guardian.

2. Iran dianggap musuh, tapi warga AS enggan berperang

Walaupun enggan untuk berperang, mayoritas warga AS memiliki persepsi negatif terhadap Iran. Separuh responden survei (50 persen) menyebut Iran sebagai "musuh", sementara 25 persen lainnya menganggapnya "tidak bersahabat".

Persepsi ancaman juga tercatat sangat kuat. Sebanyak 61 persen warga AS melihat program nuklir Iran sebagai ancaman yang cukup serius hingga sangat serius bagi keamanan nasional mereka.

Di tengah sentimen publik ini, Presiden Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan keterlibatan AS.

"Kami tidak terlibat di dalamnya. Mungkin saja kami bisa terlibat. Tetapi kami saat ini tidak terlibat," ujar Trump, dilansir The Hill.

3. Warga AS lebih setuju cara nonmiliter

misil Iran. (unsplash.com/Moslem Danesh)

Sebagai ganti opsi militer, warga AS lebih memilih jalur damai. Mayoritas responden (56 persen) ingin pemerintah mereka kembali bernegosiasi dengan Iran terkait program nuklirnya.

Dukungan terhadap jalur diplomasi bahkan lebih tinggi di kalangan basis pemilih Trump. Sebanyak 63 persen dari pendukungnya setuju pada negosiasi pemerintah AS dengan Iran.

Survei lain dari Chicago Council on Global Affairs dan Ipsos juga mengonfirmasi preferensi ini, dengan delapan dari sepuluh warga AS memilih diplomasi atau sanksi ekonomi. Bahkan jika diplomasi gagal, opsi seperti serangan siber (didukung 60 persen) lebih dapat diterima publik daripada serangan udara langsung (didukung 48 persen).

Sikap publik terhadap dialog dengan Iran saat ini menunjukkan perubahan signifikan dibandingkan satu dekade lalu. Penolakan terhadap negosiasi turun dari 32 persen pada 2015 menjadi hanya 18 persen saat ini, dengan pergeseran drastis juga terjadi di kalangan pemilih Partai Republik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us