Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Menarik Katak Bertanduk, Amfibi Predator dari Hutan Tropis

potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Bernard DUPONT)
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Bernard DUPONT)

Hutan tropis menyimpan segudang keunikan, termasuk spesies amfibi dengan rupa yang tak biasa dan perilaku yang mengejutkan. Salah satu penghuni paling mencolok dari lingkungan ini adalah katak bertanduk (Ceratophrys cornuta), yang terkenal karena bentuk fisiknya yang menyerupai daun kering dan kemampuannya berburu secara agresif. Meskipun ukurannya tidak terlalu besar, katak ini punya gaya hidup layaknya predator sejati.

Dikenal juga sebagai Amazonian horned frog, hewan ini tidak cuma menarik dari sisi morfologi, tapi juga dari cara adaptasinya dalam bertahan hidup di lingkungan yang penuh tantangan. Katak bertanduk hidup tersebar di wilayah Amerika Selatan, terutama di hutan hujan lebat. Lewat artikel ini, akan dibahas lima fakta menarik tentang Ceratophrys cornuta yang mungkin belum banyak diketahui. Siap-siap tercengang dengan amfibi yang satu ini.

1. Bentuk fisiknya menyerupai daun kering

katak bertanduk
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Qlipoth)

Salah satu ciri paling mencolok dari katak bertanduk adalah bentuk tubuh dan warna kulitnya yang menyerupai daun kering yang gugur di lantai hutan. Warna kulitnya bisa beragam, dari cokelat tanah hingga kehijauan, yang membuatnya sulit terlihat oleh mangsa maupun predator. Sepasang tonjolan menyerupai tanduk di atas matanya bukan hanya hiasan semata, tapi juga membantu menyempurnakan kamuflasenya agar terlihat seperti bagian dari dedaunan.

Bentuk tubuhnya yang pipih dan lebar juga mendukung kemampuan menyamar dengan sempurna. Saat berdiam diri di antara tumpukan daun, hewan ini nyaris tak terdeteksi. Strategi ini memungkinkan katak bertanduk menunggu mangsa mendekat tanpa perlu membuang energi untuk mengejar. Dalam dunia hewan, adaptasi semacam ini menjadi kunci untuk bertahan hidup, apalagi di lingkungan yang kompetitif seperti hutan tropis.

2. Punya gaya berburu yang agresif dan cepat

katak bertanduk
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Anastasiya Lvova)

Meskipun tampak pasif saat berkamuflase, katak bertanduk adalah predator yang sangat aktif ketika waktunya menyerang. Ia mengandalkan kecepatan dan kekuatan rahang yang luar biasa untuk memangsa hewan-hewan kecil di sekitarnya. Serangga, reptil kecil, bahkan katak lain bisa menjadi korban. Begitu mangsa cukup dekat, katak ini akan membuka mulutnya lebar-lebar dan menyeretnya dengan kekuatan mendadak.

Katak ini dikenal sebagai ambush predator, yang berarti berburu dengan menyergap, bukan mengejar. Keagresifan dalam berburu membuatnya dijuluki sebagai “katak pemakan segalanya”. Bahkan beberapa peneliti mencatat, Ceratophrys cornuta mampu memakan mangsa yang hampir seukuran tubuhnya sendiri. Rahangnya yang kuat memungkinkan ia menggigit dengan tekanan tinggi, sehingga mangsa sulit meloloskan diri begitu sudah tertangkap.

3. Rahang kuat dengan gigi seperti taring

katak bertanduk
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Hasanahh)

Salah satu fakta paling menarik dari katak bertanduk adalah keberadaan struktur gigi yang menyerupai taring di rahang atasnya. Gigi ini dikenal dengan sebutan odontodes, yang bukan gigi sejati namun sangat tajam dan efektif untuk mencengkeram mangsa. Struktur ini menjadi senjata tambahan dalam memastikan mangsa tidak bisa kabur saat sudah berada di mulutnya.

Berbeda dari kebanyakan katak yang tidak memiliki gigi nyata, Ceratophrys cornuta punya sistem makan yang lebih menyerupai predator bertulang belakang lainnya. Saat mangsa berhasil disergap, taring semu ini membantu mengoyak atau menahan korban agar bisa langsung ditelan. Kombinasi kekuatan rahang dan struktur gigi yang unik ini menjadi alasan utama kenapa katak ini dianggap sebagai salah satu predator paling berbahaya di antara spesies amfibi.

4. Memiliki strategi bertahan saat musim kering

katak bertanduk
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/MauMirror)

Di tengah hutan tropis, musim kering bisa menjadi tantangan serius bagi semua makhluk hidup, termasuk katak bertanduk. Untuk bertahan, Ceratophrys cornuta punya strategi adaptif yang disebut estivasi, yaitu proses tidur panjang selama masa kering. Selama periode ini, katak akan mengubur dirinya di dalam tanah dan membentuk lapisan lendir tebal di kulitnya yang kemudian mengeras seperti kepompong.

Lapisan ini berfungsi sebagai pelindung dari dehidrasi dan suhu ekstrem. Ketika musim hujan tiba, katak akan kembali aktif dan mencari makanan dengan rakus demi mengisi cadangan energinya. Kemampuan mengatur metabolisme dan bersembunyi dalam waktu lama ini membuatnya mampu bertahan meski kondisi lingkungan berubah drastis. Ini bukti betapa adaptifnya katak bertanduk sebagai penghuni asli hutan tropis.

5. Populasinya terancam oleh aktivitas manusia

katak bertanduk
potret katak bertanduk (commons.wikimedia.org/Maarten Sepp)

Meski belum tergolong sangat langka, populasi katak bertanduk mengalami tekanan serius akibat kerusakan habitat dan perubahan iklim. Aktivitas pembukaan lahan untuk pertanian, illegal logging, serta pencemaran air menjadi ancaman nyata bagi spesies ini. Habitat asli mereka yang berupa hutan tropis semakin terfragmentasi, membuat ruang hidup dan tempat berburu semakin menyempit.

Selain itu, perdagangan hewan eksotik juga ikut menyumbang penurunan populasi. Katak bertanduk sering dipelihara sebagai hewan eksotik karena penampilannya yang unik, namun tidak semua pemilik mampu merawatnya dengan benar. Upaya konservasi dan edukasi masyarakat lokal menjadi penting agar spesies ini bisa tetap bertahan di alam liar. Tanpa langkah nyata, bukan gak mungkin katak ini hanya bisa dilihat di penangkaran.

Katak bertanduk bukan sekadar amfibi biasa. Ia menunjukkan bagaimana evolusi membentuk spesies dengan kemampuan adaptasi luar biasa, dari strategi kamuflase hingga teknik berburu yang efisien. Keunikan yang dimiliki Ceratophrys cornuta juga menjadi pengingat bahwa setiap makhluk di hutan tropis punya peran penting.

Melestarikan habitat alaminya berarti juga menjaga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan. Semoga informasi ini bisa memperluas pandangan tentang betapa menakjubkannya kehidupan di dalam hutan. Karena semakin dipelajari, semakin terlihat betapa luar biasanya makhluk-makhluk kecil yang sering terabaikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kirana Mulya
EditorKirana Mulya
Follow Us