Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Thailand Tidak Pernah Dijajah? Ini 3 Alasan Historisnya

bendera Thailand
bendera Thailand (pexels.com/Markus Winkler)

Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang berhasil mempertahankan kedaulatannya dari penjajahan bangsa Eropa. Saat negara-negara tetangganya, seperti Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar, dan Malaysia, harus tunduk pada kekuasaan kolonial, Thailand justru tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: kenapa Thailand tidak pernah dijajah?

Ada beberapa faktor utama yang membuat Thailand mampu bertahan dalam tekanan kolonialisme. Karena itu, kita telaah lebih jauh bagaimana strategi-strategi tersebut berhasil menghindarkan Thailand dari nasib serupa negara tetangga.

1. Thailand memanfaatkan letak geografisnya sebagai negara penyangga

peta Thailand (Kingdom of Siam) 1888
peta Thailand (Kingdom of Siam) 1888 (commons.wikimedia.org/James Fitzroy McCarthy)

Posisi geografis Thailand sangat menguntungkan karena berada di antara dua kekuatan kolonial besar, yaitu Inggris di barat (Myanmar dan Malaysia) dan Prancis di timur (Laos dan Kamboja). Situasi ini menjadikan Thailand sebagai wilayah penyangga yang justru membuat Inggris dan Prancis berkepentingan menjaga netralitasnya. Kedua kekuatan dari Eropa tersebut lebih memilih menghindari konflik terbuka jika harus memperebutkan Thailand karena risiko peperangan terlalu besar dibanding keuntungan yang ditawarkan.

Thailand memanfaatkan posisi tersebut dengan cerdik. Mereka tidak bersikap netral sepenuhnya, melainkan aktif melakukan diplomasi dua arah dengan Inggris dan Prancis. Strategi ini berhasil menciptakan keseimbangan kekuatan yang saling menahan. Alih-alih menjadi sasaran perebutan kekuasaan Inggris dan Prancis, Thailand justru tampil sebagai mediator yang memainkan dua kubu besar demi mempertahankan kedaulatannya.

Situasi ini memperlihatkan bahwa Thailand tidak hanya diuntungkan oleh letak geografis, tetapi juga mampu membaca arah politik dengan sangat tajam. Mereka memahami bahwa menjadi wilayah netral dan stabil akan memberi keuntungan strategis yang jauh lebih besar bagi negara ketimbang harus tunduk pada satu kekuatan asing. Kebijakan luar negeri Thailand pada masa itu sangat pragmatis, penuh perhitungan, dan dilakukan secara sistematis demi menghindari intervensi langsung dari para kolonial.

2. Reformasi besar-besaran memperkuat fondasi dalam negeri

potret Raja Chulalongkorn
potret Raja Chulalongkorn (commons.wikimedia.org/Artanisen )

Ketika banyak kerajaan di Asia masih terkungkung dalam sistem tradisional, Thailand (dahulu bernama Siam) justru melangkah cepat dalam modernisasi. Raja Mongkut dan Raja Chulalongkorn memimpin gerakan reformasi besar-besaran yang menyentuh berbagai aspek, mulai dari birokrasi, militer, pendidikan, hingga administrasi wilayah. Langkah ini bukan hanya simbol adaptasi Thailand terhadap zaman, tetapi juga menjadi strategi untuk membuktikan bahwa Thailand merupakan negara modern yang mampu mengatur dirinya sendiri.

Salah satu langkah signifikannya dengan melakukan pembentukan tentara profesional pertama di Thailand. Meski kekuatan militer Thailand tidak bisa dibandingkan langsung dengan pasukan kolonial Eropa, pembentukan militer nasional Thailand memungkinkan raja untuk mengendalikan wilayah-wilayah yang sebelumnya otonom. Sentralisasi kekuasaan ini mengakhiri sistem mandala tradisional yang cenderung lentur dan tidak efisien dalam menghadapi tekanan dari luar.

Tak hanya itu, pembuatan peta topografi nasional juga menjadi bagian penting dari modernisasi. Raja Chulalongkorn memahami bahwa dalam paradigma kolonial Eropa, peta bukan sekadar alat navigasi, melainkan bukti klaim atas wilayah. Thailand memanfaatkan pemetaan sebagai bentuk pernyataan batas yang sah dan terdefinisi jelas. Tujuannya untuk menghindari perebutan wilayah yang masih terkesan abu-abu oleh pasukan Inggris atau Prancis. Langkah ini memberi posisi tawar tinggi dalam diplomasi internasional karena menunjukkan bahwa Thailand memiliki batas negara dan administrasi yang rapi seperti negara-negara Eropa lainnya.

3. Diplomasi Thailand sangat unggul dalam menjaga relasi internasional

Diplomasi Thailand 1897
Diplomasi Thailand 1897 (commons.wikimedia.org/Sodacan)

Salah satu alasan mengapa Thailand tidak pernah dijajah karena kepiawaian para pemimpin negaranya dalam berdiplomasi. Raja Mongkut dan Raja Chulalongkorn tidak hanya mempelajari budaya Barat, tetapi juga aktif menjalin hubungan bilateral dengan kekuatan global, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Penandatanganan Treaty of Amity and Commerce dengan Amerika Serikat pada 1833 menunjukkan bahwa Thailand sudah membuka jalur diplomasi secara modern sejak awal abad ke-19.

Thailand tidak bersikap tertutup terhadap budaya asing, melainkan mengadopsi nilai-nilai tertentu yang dianggap mampu memperkuat posisi mereka sebagai negara berdaulat. Dalam hubungan luar negeri, Thailand juga menerapkan strategi yang disebut sebagai semi-dependence, yakni sebuah strategi yang menunjukkan keterbukaan terhadap kerja sama tanpa benar-benar tunduk atau menyerahkan kedaulatan nasional. Diplomasi semacam ini menghasilkan stabilitas politik yang sangat berharga di tengah masa kolonial saat itu.

Sementara banyak negara Asia Tenggara terjebak dalam perang atau manipulasi politik kolonial, Thailand justru berhasil tampil sebagai mitra yang dihormati. Thailand justru malah menjalin kerja sama dalam bidang ekonomi, membuka akses dagang, hingga memodernisasi sistem pendidikan dengan pihak kolonial tanpa mengorbankan identitas nasional mereka sebagai sebuah bangsa. Diplomasi aktif yang dijalankan oleh Thailand bukan hanya reaktif terhadap ancaman kolonialisme, tetapi juga proaktif dalam membangun posisi internasional yang kuat.

Selain itu, Thailand juga memanfaatkan sistem tributari tradisional dengan Tiongkok secara strategis. Meski di atas kertas mereka mengakui Kaisar Tiongkok sebagai pemimpin tertinggi dalam sistem penghormatan, hal itu dilakukan sebatas simbolik. Dalam praktiknya, Thailand tetap menjalankan urusan dalam negeri secara independen. Hubungan ini memberi perlindungan tidak langsung dari Tiongkok sehingga kekuatan kolonial Eropa berpikir dua kali sebelum mencoba menaklukkan Thailand secara paksa.

Jadi, kenapa Thailand tidak pernah dijajah? Jawabannya terletak pada kombinasi ketiga faktor di atas. Semua aspek tersebut saling menguatkan yang pada akhirnya membuat Thailand menjadi negara yang mampu menavigasi era kolonial dengan cara yang berbeda dan modern dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hingga hari ini, keberhasilan Thailand tersebut menjadi bukti bahwa ketahanan nasional dapat dicapai melalui kecerdasan membaca zaman dan keberanian dalam membuat keputusan besar.

Referensi
“How Did Siam (Thailand) Avoid European Colonization?”. The New Historian. Diakses Juli 2025.
“History of Thailand”. Britannica. Diakses Juli 2025.
“Map of the Roman Exile, 70 CE”. Jewish Virtual Library. Diakses Juli 2025.
“Thailand”. Office of the Historian. Diakses Juli 2025.
“Thailand: Background and U.S. Relations”. Congress.gov. Diakses Juli 2025.
“Thailand: How Southeast Asia’s Buffer Country”. The Globalist. Diakses Juli 2025.
“Why Was Thailand Never Colonized?”. SEAsia.co. Diakses Juli 2025.
“Why Was Thailand Never Colonized?”. World History Edu. Diakses Juli 2025.
“Why Thailand Was Never Colonized”. SchoolTube. Diakses Juli 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us