Kenapa Tidak Ada Lagi Pembalap Perempuan di Formula 1?

- Pembalap perempuan harus meningkatkan partisipasi karena tingkat kesuksesan balap mobil sangat kecil
- Fisik sering menjadi alasan ketiadaan pembalap perempuan dalam motorsport, tetapi tidak dengan Jamie Chadwick dan Michèle Mouton
- Meski tidak ada di Formula 1, pembalap perempuan mengalami peningkatan partisipasi lewat berbagai kesuksesan
Formula 1 merupakan olahraga dinamis dan serbacepat dengan penggemar dari seluruh dunia. Tidak terbatas kepada laki-laki, perempuan juga bergabung dengan basis penggemar olahraga itu dalam jumlah signifikan. Akan tetapi, mereka hanya bisa melihat diri mereka sebagai penggemar dan bukan pembalap. Sebagian besar pembalap adalah laki-laki. Bahkan, sama sekali tidak ada pembalap perempuan di Formula 1 dan Formula 2. Lantas, kenapa kondisi itu bisa terjadi?
1. Untuk berkompetisi di Formula 1, pembalap perempuan harus meningkatkan partisipasi karena tingkat kesuksesan balap mobil sangat kecil
Sebenarnya, pernah ada pembalap perempuan di Formula 1. Mereka adalah Lella Lombardi, Giovanna Amati, Desiré Wilson, Divina Galica, dan Maria Teresa de Filippis. Bahkan, Lombardi sukses berkompetisi dalam 17 Grand Prix pada 1974—1976 dan memperoleh poin pertama pada Grand Prix Spanyol 1975.
Karena pembalap perempuan tidak kunjung berkompetisi lagi di Formula 1, W Series diluncurkan pada 2019. Tujuannya adalah meningkatkan partisipasi pembalap perempuan dalam kategori balap junior. Akan tetapi, kejuaraan itu gagal membantu mereka menembus Formula 1. Dengan demikian, W Series digantikan F1 Academy.
Jamie Chadwick, pembalap perempuan paling berpeluang berkompetisi di Formula 1, menyampaikan pernyataan yang sejalan dengan tujuan W Series dan F1 Academy. Menurutnya, semuanya tidak terlepas dari peningkatan partisipasi, mengingat tingkat kesuksesan dalam balap mobil sangat kecil. Oleh karena itu, pembalap perempuan harus meningkatkan partisipasi agar peluang naik ke level motorsport yang lebih tinggi makin besar.
2. Fisik sering menjadi alasan ketiadaan pembalap perempuan dalam motorsport, tetapi tidak dengan Jamie Chadwick dan Michèle Mouton
Sering kali, kekuatan fisik menjadi alasan atas ketiadaan pembalap perempuan dalam motorsport, terutama Formula 1. Pembalap laki-laki memang memiliki keunggulan fisik alami, tetapi argumentasi itu dibantah para perempuan yang sukses berkarier sebagai pembalap, seperti Jamie Chadwick yang tiga kali menjuarai W Series dan tampil sangat baik di IndyCar. Sementara, ada Michèle Mouton yang mendominasi Kejuaraan Reli Dunia (WRC).
David Coulthard, pemenang 13 Grand Prix Formula 1, menyebut permasalahan kekuatan fisik sebagai omong kosong. Menurutnya, jika tidak berlatih, pembalap tidak memiliki apa saja yang diperlukan untuk berkompetisi dalam balap mobil. Dirinya kemudian menambahkan bahwa mau laki-laki atau perempuan, orang yang tidak berlatih sama saja tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa pun.
“Siapa saja yang tidak berlatih, (maka) tidak memiliki apa yang diperlukan untuk berkompetisi dalam balap mobil, baik laki-laki atau perempuan. Orang yang tidak berlatih tidak memiliki kekuatan melakukan apa pun,” jelas David Coulthard, pemimpin proyek More than Equal yang membina pembalap perempuan papan atas, dilansir GRANDPRIX247.
3. Meski tidak ada di Formula 1, pembalap perempuan mengalami peningkatan partisipasi lewat berbagai kesuksesan
Selain Jamie Chadwick dan Michèle Mouton, ada juga Iron Dames dan Danica Patrick yang membuktikan kesuksesan pembalap perempuan. Iron Dames merupakan tim dengan anggota yang sepenuhnya perempuan dan berkompetisi di Kejuaraan Ketahanan Dunia (WEC), sementara Patrick adalah pembalap berprestasi dalam NASCAR dan IndyCar. Oleh karena itu, meski tidak ada dalam Formula 1, BBC menyebut perempuan mengalami peningkatan partisipasi dalam motorsport.
Kesuksesan pembalap perempuan bukan tanpa tantangan karena berkompetisi dalam olahraga yang didominasi laki-laki. Mereka dihadapkan kepada permasalahan diskriminasi gender yang kurang menyenangkan. Michelle Gatting, misalnya, mengalami peristiwa itu saat meniti karier pada akhir dekade 2000-an.
“Namun, itu (diskriminasi gender) jarang terjadi. Melihat sejauh mana kami berkembang dengan proyek ini, berjalan di paddock, kami dihormati sebagai Iron Dames,” ungkap Michelle Gatting dalam pemberitaan BBC.
Pada akhirnya, 2025 menandai lebih dari 30 tahun tidak ada lagi pembalap perempuan di Formula 1. Terakhir kali pembalap perempuan berkompetisi dalam kejuaraan itu adalah Giovanna Amati. Sekarang, siapa yang akan menjadi penerusnya?