Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal Konsep Pay Driver di Formula 1, Rio Haryanto Contohnya

Formula 1 F1 Balap Mobil.jpg
ilustrasi balap mobil (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Pay driver adalah pembalap yang berkompetisi secara gratis karena membayar tim
  • Contoh pay driver termasuk Niki Lauda, Lance Stroll, Guanyu Zhou, dan Rio Haryanto
  • Konsep pay driver kontroversial karena banyak pembalap dianggap tidak layak

Motorsport merupakan salah satu industri termahal di dunia. Red Bull, misalnya, harus membayar hampir 7,5 juta dolar atau sekitar Rp122 miliar untuk berpartisipasi dalam Formula 1 2024. Selain itu, ada juga Haas dan Sauber yang masing-masing harus membayar hampir 800 ribu dolar atau sekitar Rp13 miliar.

Sebagai salah satu industri termahal di dunia, wajar jika tim motorsport memiliki pay driver atau pembalap bayaran. Tim-tim itu bergantung kepada pay driver untuk tetap berpartisipasi. Oleh karena itu, pay driver adalah konsep yang sangat unik dalam motorsport.

1. Alih-alih dibayar tim, pay driver merupakan pembalap yang berkompetisi karena membayar tim

Pay driver merujuk terhadap pembalap yang berkompetisi secara gratis karena membawa dana untuk tim alih-alih dibayar tim. Mereka memiliki berbagai cara untuk memperoleh dana itu. Mereka bisa menggunakan rekening sendiri, dukungan kerabat, atau sponsor.

Contoh pay driver adalah Niki Lauda yang membayar untuk kursi balap March pada 1971 setelah menarik pinjaman bank. Contoh lainnya adalah Lance Stroll yang debut di Formula 1 pada 2017 setelah membayar kursi di Williams. Lima tahun kemudian, ada juga Guanyu Zhou yang debut di Alfa Romeo setelah memperoleh dukungan sponsor dari negaranya.

Pada abad ke-21, Williams sering memilih pay driver karena mengalami kesulitan keuangan yang parah sebelum perubahan kepemilikan pada 2020. Pada 2018, misalnya, mereka memilih Lance Stroll dan Sergey Sirotkin, pembalap lain yang kurang berpengalaman. Pilihan itu diambil karena kedua pembalap ini membawa banyak sponsor.

Rio Haryanto merupakan contoh lain pay driver di Formula 1. Sebagai pembalap Indonesia pertama dalam kejuaraan itu, dirinya debut bersama Manor pada Grand Prix Australia 2016. Untuk sebelas balapan pertama musim itu, dia memperoleh dukungan perusahaan minyak Pertamina.

2. Konsep pay driver sangat kontroversial karena banyak pembalap Formula 1 yang dianggap tidak layak, seperti Nikita Mazepin pada 2021

Saat ini, konsep pay driver sangat kontroversial di kalangan penggemar Formula 1. Alasannya, ada banyak pembalap yang berpartisipasi dalam kejuaraan itu dengan kemampuan yang dianggap tidak layak. Nikita Mazepin, misalnya, yang bergabung dengan Haas pada 2021.

Debut Nikita Mazepin didukung sponsor perusahaan kimia Sang Ayah, Uralkali. Debut itu terjadi setelah ia hanya finis kelima dalam Formula 2. Bahkan, Mazepin lebih lambat dari rekan setimnya dalam tiap sesi kualifikasi Formula 1 2021.

Meski sangat kontroversial, pay driver Formula 1 saat ini makin jarang ditemukan. Alasannya, ada penerapan lisensi super Federasi Otomotif Internasional (FIA). Selain itu, kejuaraan ini juga mengalami booming komersial.

Dalam lisensi super FIA, pembalap harus mengumpulkan 40 poin sebelum bisa berpartisipasi di Formula 1. Poin itu diperoleh berdasarkan posisi finis dalam kategori balap lain. Jadi, ada standar yang membuat tidak sembarang pembalap bisa berpartisipasi di kejuaraan itu.

Semenjak awal 2020-an, popularitas Formula 1 meningkat. Hasilnya, nilai semua tim ikut meningkat. Jadi, kondisi keuangan dalam Formula 1 lebih baik daripada sebelumnya sehingga tidak lagi membutuhkan pay driver.

"Dulu, ada tim yang secara finansial tidak stabil. Sekarang, kita memiliki sepuluh tim yang sangat solid di sini, jadi tidak ada yang perlu bergantung kepada pay driver saat ini karena Formula 1 berada dalam posisi yang sangat baik," jelas Guenther Steiner, mantan kepala Haas, dilansir Autosport.

3. Berdasarkan pengalaman Sergio Perez dan Guanyu Zhou, Formula 1 dianggap masih bergantung kepada pay driver

Saat ini, Formula 1 dianggap masih bergantung kepada pay driver, meski tidak seaktif dahulu. Anggapan itu dibuktikan oleh pengalaman Sergio Perez. Selain itu, ada juga pengalaman Guanyu Zhou.

Pada Formula 1 2024, Sergio Perez membalap untuk Red Bull sebagai salah satu tim paling dominan. Meski pencapaiannya tidak terlalu menonjol, dirinya tetap dilirik tim Austria itu. Alasannya, dia memiliki sponsor dan nilai pemasaran yang sangat besar.

Di sisi lain, ada Guanyu Zhou yang sempat dikabarkan membalap untuk Alpine. China Telecom, sponsor pribadinya, memiliki dukungan dana yang sangat besar. Selain itu, namanya juga berguna untuk meningkatkan eksposur Renault, perusahaan induk Alpine, yang aktif di pasar China.

Kesimpulannya, Formula 1 saat ini belum sepenuhnya terlepas dari ketergantungan pay driver. Tim-tim kejuaraan itu masih memilih pembalap dengan melihat latar belakang keuangan. Meski begitu, situasinya saat ini tidak seaktif masa lalu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us