Apa Itu Grading Jalur Pendakian Gunung?

Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam dan Konservasi Kementerian Kehutanan baru saja merilis daftar Grading Jalur Pendakian Gunung yang berada di bawah pengelolaan taman nasional dan taman wisata alam.
Sistem ini dibuat untuk mengklasifikasikan tingkat kesulitan jalur pendakian berbasis risiko, sehingga bisa menjadi panduan penting bagi pendaki sebelum menentukan gunung mana yang ingin dituju. Dari total 81 jalur pendakian yang dikelola resmi, semuanya sudah divalidasi dan diberi tingkat kesulitan masing-masing.
1. Latar belakang munculnya sistem grading
Menteri Kehutanan RI, Raja Juli Antoni, menyebut tragedi yang menimpa Juliana Marins di Taman Nasional Gunung Rinjani menjadi duka mendalam, sekaligus momentum untuk mempercepat perubahan tata kelola jalur pendakian di Indonesia.
Menurut dia, setiap gunung memiliki risiko berbeda-beda, mulai dari panjang jalur, tingkat keterjalan, morfologi medan, ketinggian, hingga paparan sulfur atau fenomena alam lainnya. Ada jalur yang relatif ramah untuk pemula, ada pula yang butuh persiapan fisik dan mental ekstra. Masing-masing jalur dan gunung tidak dapat disamakan tantangannya.
2. Dampak sistem grading bagi pendaki dan pengelola

Klasifikasi ini akan berpengaruh langsung terhadap kebijakan, seperti kewajiban penggunaan pemandu, jenis asuransi yang harus disiapkan, hingga ketersediaan sarana prasarana keselamatan dan tim SAR yang siaga.
Prinsip safety first ditekankan sebagai prioritas utama. Harapannya, sistem ini bisa menjadi guideline atau panduan bagi pengelola jalur dalam menyusun program mitigasi risiko, sekaligus membantu pendaki menyesuaikan pilihan jalur dengan kapasitas dirinya.
3. Penyusunan modul grading dan kategori yang ditetapkan
Modul grading ini dirancang berdasarkan kondisi nyata di lapangan, ditambah dengan pertimbangan karakteristik alam Indonesia yang berupa negara kepulauan dengan iklim tropis dan pegunungan dalam lingkar cincin api.
Prinsip manajemen risiko HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) juga diterapkan. Meskipun masih ada keterbatasan, modul ini akan terus disempurnakan lewat masukan lapangan dan kajian ilmiah. Adapun klasifikasinya dibagi menjadi lima grade, yaitu Grade 1 (sangat mudah), Grade 2 (mudah), Grade 3 (menengah), Grade 4 (berat), dan Grade 5 (sangat berat).
Penyusunan sistem ini melibatkan banyak pihak, mulai dari Federasi Mountaineering Indonesia, Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia, Kementerian Pariwisata, hingga Basarnas.
Dengan adanya grading jalur pendakian gunung, diharapkan keselamatan pendaki lebih terjamin, kecelakaan bisa diminimalisir, dan setiap orang bisa memilih jalur sesuai kemampuannya.