Benarkah Truk dan Bus Penyebab Jalan Bergelombang?

- Mekanisme tekanan ganda pada lapisan aspal
- Dampak ekonomi dan biaya perawatan yang membengkak
- Pentingnya pengawasan dan penegakan hukum di jembatan timbang
Truk dengan muatan berlebih atau Over Dimension Over Load (ODOL) seringkali dituding sebagai penyebab utama kerusakan infrastruktur di Indonesia. Fenomena jalan yang tidak rata, mencuat, atau menyerupai tekstur kain keriting bukan sekadar masalah estetika, melainkan ancaman nyata bagi keselamatan pengguna jalan.
Tekanan statis dan dinamis dari kendaraan berat yang melampaui kapasitas rancang jalan mengakibatkan deformasi permanen pada lapisan aspal. Ketika beban yang diterima tanah dasar melampaui batas elastisitasnya, struktur jalan akan mengalami kelelahan dini yang memperpendek usia pakai beton maupun aspal secara drastis.
1. Mekanisme tekanan ganda pada lapisan aspal

Jalan raya dirancang dengan perhitungan beban gandar tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan MST (Muatan Sumbu Terberat). Ketika sebuah truk membawa muatan dua kali lipat dari kapasitas normal, kerusakan yang ditimbulkan tidak meningkat secara linear, melainkan eksponensial. Tekanan ban yang sangat tinggi menekan aspal ke bawah dan ke samping, menciptakan alur atau gundukan di sisi roda.
Proses ini diperparah oleh cuaca panas yang membuat aspal menjadi lebih lunak. Saat truk berat melintas perlahan di atas aspal yang melunak, material aspal akan terdorong dan berkumpul di titik-titik tertentu, menciptakan efek gelombang atau "keriting". Jika hal ini dibiarkan, retakan kecil akan muncul dan menjadi pintu masuk bagi air hujan untuk merusak fondasi jalan.
2. Dampak ekonomi dan biaya perawatan yang membengkak

Kerusakan jalan akibat truk ODOL menimbulkan kerugian ekonomi yang masif bagi negara. Anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan jalan baru justru habis terkuras hanya untuk pemeliharaan rutin dan perbaikan jalur yang sama berulang kali. Perbaikan jalan yang "keriting" memerlukan proses pengerokan lapisan atas (milling) dan pelapisan ulang yang memakan biaya miliaran rupiah per kilometer.
Selain beban APBN, efisiensi logistik juga terganggu. Kendaraan kecil harus memperlambat laju saat melewati jalan bergelombang, yang mengakibatkan konsumsi bahan bakar meningkat dan waktu tempuh menjadi lebih lama. Kerusakan komponen kendaraan seperti suspensi dan ban juga menjadi konsekuensi logis yang harus ditanggung oleh seluruh pengguna jalan akibat kondisi infrastruktur yang buruk.
3. Pentingnya pengawasan dan penegakan hukum di jembatan timbang

Solusi utama untuk mengatasi fenomena jalan keriting bukan sekadar mempertebal lapisan aspal, melainkan memperketat pengawasan di hulu. Jembatan timbang memegang peranan vital dalam mendeteksi kendaraan yang melanggar batas muatan sebelum memasuki ruas jalan utama. Penegakan hukum yang tegas terhadap pemilik armada dan pengemudi sangat diperlukan untuk memberikan efek jera.
Teknologi modern seperti Weight in Motion (WIM) kini mulai diterapkan untuk menimbang kendaraan tanpa harus menghentikannya sepenuhnya. Dengan integrasi data yang akurat, kendaraan yang terdeteksi melebihi kapasitas dapat langsung dikenai sanksi. Kesadaran kolektif dari pelaku industri logistik untuk mematuhi regulasi beban gandar adalah kunci agar jalan raya tetap mulus, aman, dan tahan lama untuk digunakan bersama.


















