Suasana di depan gerbang utama Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pagi ini (IDN Times/Yosafat D)
Atas dasar tersebut, ditambah dengan semangat agar situasi segera membaik, CORE Indonesia, INDEF, dan The Prakarsa melontarkan lima tuntutan kepada pemerintah dan DPR. Berikut tuntutan mereka.
Pertama, menjalankan keadilan fiskal dan transparansi anggaran. Dalam hal ini, pemerintah harus menerapkan moratorium kenaikan pajak (seperti PPN dan PBB), memberlakukan pajak kekayaan pada kelompok super kaya, merevisi kebijakan pemotongan transfer ke daerah (TKD), dan melibatkan publik dalam proses perencanaan anggaran (participatory budgeting).
Kedua, menuntut pemerintah melakukan reorientasi belanja negara. Realokasi anggaran yang tidak produktif (seperti tunjangan pejabat dan belanja militer) ke sektor produktif yang menciptakan lapangan kerja, seperti pendidikan, kesehatan, dan riset. Termasuk mengevaluasi kenaikan anggaran pertahanan sebesar 35 persen menjadi Rp335,2 triliun.
Ketiga, memberikan perlindungan komprehensif kepada pekerja dan masyarakat terdampak aktivitas bisnis. Melalui tuntutan ini, Core Indonesia, Indef, dan The Prakarsa meminta pemerintah mengembangkan kerangka kerja yang menjamin upah, jam kerja, dan keselamatan. Pemerintah juga didesak untuk mempercepat regulasi perlindungan pekerja platform digital dan mengintegrasikan mereka secara luas ke dalam skema BPJS.
Keempat, pemerintah dituntut untuk mengoreksi arah ekonomi. Di sini, pemerintah diminta untuk mengalihkan fokus dari ekonomi sentralistik dan ekstraktif menuju ekonomi kerakyatan dan demokratis yang menciptakan lapangan kerja formal dan layak.
Kelima, mengedepankan akuntabilitas dan transparansi kebijakan. Pemerintah dituntut membangun kembali kepercayaan publik melalui transparansi kebijakan fiskal dan mengevaluasi RAPBN 2026 secara menyeluruh dengan partisipasi publik. Ini dimaksudkan guna memastikan alokasi anggaran benar-benar berpihak kepada kesejahteraan rakyat.